Fenomena Ahmadiyah dalam Sudut Pandang Filosofis

10290_large
Aliran Ahmadiyah merupakan aliran islam yang didirikan oleh Mirza Gulam Ahmad sebagai nabi pengganti Nabi Muhammad. Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Mujaddid, al Masih dan al Mahdi. Sedangkan aqidah dan ajarannya berpegang pada Tadzkirah yang terdiri dari ayat-ayat suci al-qur’an namun telah direvisi oleh Mirza. Aliran Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908) pada tahun 1889 di sebuah wilayah di barat daya India yaitu desa Qadian atau Punjab.Kalangan Ahmadiyah mempunyai tempat suci tersendiri untuk melakukan ibadah haji yaitu Rabwah dan Qadiyan di India. Para pengikut Ahmadiyah, yang disebut sebagai Ahmadi atau Muslim Ahmadi, terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama ialah “Ahmadiyya Muslim Jama’at” (atau Ahmadiyah Qadian). Pengikut kelompok ini di Indonesia membentuk organisasi bernama Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Kelompok kedua ialah “Ahmadiyya Anjuman Isha’at-e-Islam Lahore” (atau Ahmadiyah Lahore). Di Indonesia, pengikut kelompok ini membentuk organisasi bernama Gerakan Ahmadiyah Indonesia.

Ditinjau dari pendekatan ontologi, ajaran Ahmadiyah (Qadian) merupakan aliran agama yang melenceng karena mengakui Mirza Ghulam Ahmad sebagai nabi (Isa al Masih dan Imam Mahdi). Hal ini bertentangan dengan pandangan umum Islam yang mempercayai Nabi Muhammad SAW sebagai nabi terakhir. Aliran Ahmadiyah hanya percaya pada semua aqidah dan hukum-hukum yang tercantum dalam al Quran dan Hadits bila sesuai dengan ajaran mereka. Perbedaan Ahmadiyah dengan Islam secara umum adalah bahwa Ahmadiyah menganggap bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi telah datang ke dunia seperti yang telah dinubuwwatkan Nabi Muhammad SAW, sedangkan umat Islam pada umumnya mempercayai bahwa Isa al Masih dan Imam Mahdi belum turun ke dunia. Di luar hal tersebut permasalahan lain berada pada perbedaan penafsiran ayat-ayat al Quran. Ahmadiyah sering dikaitkan dengan kitab Tazkirah. Tazkirah ini sebenarnya bukan kitab suci warga Ahmadiyah, melainkan buku berisi kumpulan pengalaman rohani pendiri Jemaat Ahmadiyah, layaknya jurnal. Sementara itu, hal yang menjadi perbedaan dari aliran Ahmadiyah yaitu Kota suci Jemaat Ahmadiyah adalah Qadian dan Rabwah. Hal ini tidak benar, kota suci Jemaat ahmadiyah adalah sama dengan kota suci umat Islam lainnya, yakni Mekkah dan Madinah. Di dalam pelaksanaan fiqh, terdapat aturan dua hal, (1) aturan pernikahan dimana orang ahmadi dilarang untuk menikah dengan non-ahmadi, walaupun sesama muslim. Selain itu pernikahan melalui lembaga KUA, dan jika yang menikahkan orang non-Ahmadi, maka perinakahnnya tidak sah; dan (2) orang Ahmadi tidak boleh menjadi makmum terhadap non-Ahmadi. Hal tersebut menunjukkan bahwa ajaran Ahmadiyah menyimpang dan tidak dibenarkan secara Islam. Mereka juga menunjukkan sikap separatis yang dapat memecahbelahkan umat beragama.

Dari sudut pandang pendekatan Epistemologi, agama sesungguhnya tidak berubah. Hal yang berubah adalah manusia dan penafsirannya. Secara objektif, ajaran Ahmadiyah tidak sesuai dengan aturan dan nilai di Indonesia. Aliran Ahmadiyah yang menghalalkan minuman keras, afium, dan narkotika tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia berazaskan pancasila yaitu sila kedua kemanusiaan yang adil dan beradab. Dari pendekatan intersubjektif, telah ada kesepakatan atas nama Pemerintah Indonesia dari Menteri Agama, Menteri Dalam Negeri, dan Jaksa Agung yang mengeluarkan Surat Keputusan Bersama, yang memerintahkan kepada penganut Ahmadiyah untuk menghentikan kegiatannya yang bertentangan dengan Islam. Dari pendekatan subjektif, pelarangan aktivitas beragama aliran ahmadiyah tidak menjunjung Hak Asasi Manusia yaitu hak untuk beragama. Perlakuan diskriminatif sering dialami di kalangan umat Ahmadiyah. di Cikeusik terdapat pula kasus kasus pembunuhan terhadap tiga Jemaat Ahmadiyah. Selain itu, umat Ahmadiyah mengalami perlakuan kekerasan dari penganut agama lain yang tidak menghendaki eksistensi aliran Ahmadiyah.. Pada tahun 1980-an, banyak mesjid Ahmadiyah yang dirubuhkan oleh massa. Majelis Ulama Indonesia (MUI) merekomendasikan kepada pemerintah untuk menyatakan Ahmadiyah sebagai non-Islam. Banyak Ahmadi yang menderita serangan secara fisik. Selanjutnya MUI menetapkan Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Hal tersebut tidak menunjukkan tindak penghormatan terhadap aktivitas beragama orang lain. Umat Ahmadiyah tidak memperoleh rasa aman dalam menjalankan ibadahnya. Secara subjektif, sikap antipati dan memusuhi Ahmadiyah yang membabi buta bukanlah sikap yang bijaksana

Ditinjau dari sudut pandang pendekatan aksiologi, ajaran Ahmadiyah tidak dibenarkan dalam islam. Agama pada hakikatnya adalah adil dan bijaksana. Dalam hal ini, ajaran Ahmadiyah tidak memenuhi syarat keduanya. Di dalam aqidah ajaran ahmadiyah, mereka menghalalkan minuman keras, afiun dan narkotika. Sementara itu, minuman keras, afium dan narkotika tidak memberi manfaat untuk tubuh bahkan secara medis justru merusak kesehatan manusia. Hal tersebut membuktikan bahwa aliran Ahmadiyah tidak adil dan bijaksana terhadap umatnya. Aliran Ahmadiyah juga tidak sesui dengan nilai dan norma di Indonesia yang berbasiskan pancasila. Ajaran Ahmadiyah tidak sesuai dengan sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Tindakan minum minuman keras, afium dan narkotika tidak menunjukkan perilaku yang beradab sesui dengan sila Pancasila yang kedua. Contoh lain dari ajaran Ahmadiyah yang tidak adil dan bijaksana yaitu bahwa setiap muslim menurut mereka kafir sehingga masuk ke dalam Ahmadiyah; sebagaimana bahwa seorang menikah atau dinikahi kepada selain orang Ahmadiyah maka dia kafir. Mereka juga berkeyakinan bahwa haji akbar adalah haji ke Qadiyan dan ziarah kubur Mirza Gulam, telah ditetapkan bahwa tempat-tempat suci itu tiga: Makkah, Madinah dan Qadiyan, terdapat dalam kitab mereka: “Bahwa haji ke Makkah tanpa ke Qadiyan adalah haji yang kering kerontang; kerana haji ke Makkah tidak menunaikan misi dan tidak memenuhi tujuan”. Hal ini tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Ajaran Ahmadiyah yang dibawa oleh Mirza Gulam Ahmad ini menjadi aksidensia yang pembenarannya direduksi oleh ego semata. Sementara itu, Ajaran agama haruslah mempunyai tujuan yang baik, adil, dan bijaksana bagi umat manusia.

Artikel tersebut disadur dari tugas Mata Kuliah Sosiologi Agama Semester 5

2 comments

  1. kalau bisa tulisannya diratakan kanan kiri biar rapi…

  2. Analisisnya sudah bagus, tapi coba dikasih tau pengertian ontologi, epistimologi, dan aksiologi mba

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: