MATERI PEMBELAJARAN ANTROPOLOGI KELAS XI BAB 4: PERUBAHAN BUDAYA DAN MELEMAHNYA NILAI-NILAI TRADISIONAL

  1. PERUBAHAN BUDAYA

perubahan budayaMasyarakat setiap saat pasti mengalami perubahan baik perubahan ke arah yang lebih baik ataupun perubahan ke arah yang lebih buruk dari sebelumnya. Pengertian kebudayaan dari segi praksis dan wacana seperti ini membawa implikasi cukup berarti bagi pemahaman suatu gejala sosial budaya yang dewasa ini sering kita juluki proses “globalisasi.” Dengan memahami kebudayaan sebagai praksis dan wacana, maka kebudayaan tampak sebagai, seperti apa yang dikatakan oleh Umar Kayam, “sebuah proses, sosoknya bersifat sementara, cair, dan tanpa batas-batas yang jelas.”4 Dalam arti ini, perbedaan antara kebudayaan “modern” dan “tradisional,” “asing” dan “pribumi,” “barat” dan “timur,” “asli” dan “campuran” hanyalah merupakan perbedaan-perbedaan yang semu dan sementara.

     Perubahan (dinamika) kebudayaan adalah perubahan yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur kebudayaan yang saling berbeda, sehingga terjadi keadaan yang tidak serasi bagi kehidupan. Definisi perubahan (dinamika) kebudayan menurut para ahli, antara lain sebagai berikut.

a. John Lewis Gillin dan John Philip Gillin
Perubahan kebudayaan adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang disebabkan oleh perubahan-perubahan kondisi geografis kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi dan penemuan baru dalam masyarakat tersebut.

b. Samuel Koenig
Perubahan kebudayaan menunjuk pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Modifikasi-modifikasi tersebut terjadi karena sebab-sebab internal maupun eksternal.

c. Selo Soemardjan
Perubahan kebudayaan adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan yang memengaruhi sistem sosial, termasuk nilai-nilai, sikap, dan pola-pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

d. Kingsley Davis
Perubahan kebudayaan adalah perubahan yang terjadi dalam struktur masyarakat.

      Implikasi lainnya dari konsep kebudayaan demikian adalah bahwa kebudayaan sebagai senantiasa terwujud sebagai proses; proses interaksi timbal balik antara si pelaku dan simbol-simbol budaya dalam upaya si pelaku untuk mengartikulasikan dan mengapropriasikan simbol-simbol tersebut demi kepentingannya.

    Faktor-faktor internal penyebab perubahan kebudayaan, antara lain sebagai berikut.

  • Adanya ketidakpuasan terhadap sistem nilai yang berlaku.
  • Adanya individu yang menyimpang dari sistem nilai yangberlaku.
  • Adanya penemuan baru yang diterima oleh masyarakat.
  • Adanya perubahan dalam jumlah dan kondisi penduduk.

      Faktor-faktor eksternal penyebab perubahan kebudayaan, antara lain sebagai berikut.

  • Adanya bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, dan lainlain.
  • Timbulnya peperangan.
  • Kontak dengan masyarakat lain.

     Kebudayaan selalu mengalami perubahan dalam setiap saat dan perubahan ini tidak lepas dari peran masyarakat yang memegang kebudyaan tersebut. Sealin itu adanya perubahan juga karena masuknya unsur-unsur budaya luar akibat dari globalisasi, unsur-unsur budaya yang sangat mempenagruhi terhadap kebudayaan yang sudah ada baik positif maupun negatif. Maka dari itu globalisasi harus ditanggapi secara kritis karena unsur-unsur yang ditawarkan begitu banyak sehingga harus ada penyaringan dalam memilih dan menerapkan unsur tersebut.

  Globalisasi sangat besar efeknya terhadap perkembangan kebudayaan, baik kebudayaan yang bersifat individu, kelompok dan masyarakat. Unsur positif dari globalisasi yang dapat diterapkan dalam kebudayaan akan membawa manfaat yang besar yaitu akan memperkaya unsur kehidupan masyarakat.

  Hal yang harus segera dilaksanakan adalah membenahi kebudayaan masing-masing daerah, mempertebal ketahanan diri dari tawaran-tawaran yang tidak bermoral,karena bagaimanapun juga kita tidak bisa menghindari perkembangan zaman oleh karena itu kita justru dituntut untuk berperan terhadap perubahan yang akan terjadi, kemana suatu kebudayaan tersebut akan dibawa, bagaiman kebudayaan akan dibenahi dan dijaga. Jawaban dari itu semua berada pada diri kita masing-masing yang tentunya ditangan kitalah perubahan akan terjadi menuju bangsa Indonesia yang lebih baik dengan kebudayaan daerah yang merupakan kekayaan yang perlu dibanggakan.

  1. MELEMAHNYA NILAI-NILAI TRADISIONAL

melemahnya      Kebudayaan barat yang sudah mulai merambah ke indonesia telah membuat masyarakat Indonesia melupakan kebudayaan sendiri. Kebudayaan sendiri dapat di artikan sebagai nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat terhadap berbagai hal. Atau kebudayaan juga dapat didefinisikan sebagai wujudnya, yang mencakup gagasan atau ide, kelakuan dan hasil kelakuan, dimana hal-hal tersebut terwujud dalam kesenian tradisional kita. Oleh karena itu nilai-nilai berkaitan dengan aspek-aspek kejiwaan atau psikologis, yaitu apa yang terdapat dalam alam pikiran.

     Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal budaya sebagai peninggalan sejarah yang bersifat tradisional.Seperti tarian daerah ,alat musik daerah ,senjata tradisional ,bahasa daerah,dan lain sebagainya. Di negara kita, hampir setiap propinsi memiliki kebudayaan tradisional sendiri.oleh sebab itu kita di juluki negara kaya akan budaya. Perubahan budaya yang terjadi di dalam masyarakat tradisional, yakni perubahan dari masyarakat yang dulunya tertutup menjadi masyarakat yang terbuka, nilai dan norma sosial juga termasuk yang mengalami perubahan. Akibat adanya globalisasi telah mengubah dunia secara mendasar.komunikasi dan transportasi internasional telah mengubah batas-batas budaya setiap bangsa. Dengan adanya hal seperti ini masyarakat indonesia lebih menyukai hiburan-hiburan dari menonton tayangan televisi, bermain hp, menggunakan layanan internet bahkan ke diskotik, tempat hiburan malam dibandingkan menonton kesenian tradisional, bermain permainan tradisional.

     Upaya pelestarian merupakan upaya memelihara untuk waktu yang sangat lama maka perlu dikembangkan pelestarian sebagai upaya yang berkelanjutan (sustainable). Jadi bukan pelestarian yang hanya mode sesaat, berbasis proyek, berbasis donor dan elitis (tanpa akar yang kuat di masyarakat). Pelestarian tidak akan dapat bertahan dan berkembang jika tidak didukung oleh masyarakat luas dan tidak menjadi bagian nyata dari kehidupan kita. Para pakar pelestarian harus turun dari menara gadingnya dan merangkul masyarakat menjadi pecinta pelestarian yang bergairah. Pelestarian jangan hanya tinggal dalam buku tebal disertasi para doktor, jangan hanya diperbincangkan dalam seminar para intelektual di hotel mewah, apalagi hanya menjadi hobi para orang kaya. Pelestarian harus hidup dan berkembang di masyarakat. Pelestarian harus diperjuangkan oleh masyarakat luas (Hadiwinoto, 2002: 30).

     Singkat kata pelestarian akan dapat sustainable jika berbasis pada kekuatan dalam, kekuatan lokal, kekuatan swadaya. Sangat diperlukan penggerak, pemerhati, pecinta dan pendukung dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan motivasi yang kuat untuk ikut tergerak berpartisipasi melaksanakan pelestarian, antara lain:

1. Motivasi untuk menjaga, mempertahankan, dan mewariskan warisan budaya yang diwarisinya dari generasi sebelumnya;

2. Motivasi untuk meningkatkan pengetahuan dan kecintaan generasi penerus bangsa terhadap nilai-nilai sejarah kepribadian bangsa dari masa ke masa melalui pewarisan khasanah budaya dan nilai-nilai budaya secara nyata yang dapat dilihat, dikenang dan dihayati;

3. Motivasi untuk menjamin terwujudnya keragaman atau variasi lingkungan budaya;

4. Motivasi ekonomi yang percaya bahwa nilai budaya lokal akan meningkat bila terpelihara dengan baik sehingga memiliki nilai komersial untuk meningkatkan kesejahteraan pengampunya; dan

5. Motivasi simbolis yang meyakini bahwa budaya lokal adalah manifestasi dari jatidiri suatu kelompok atau masyarakat sehingga dapat menumbuhkembangkan rasa kebanggaan, harga diri dan percaya diri yang kuat.

Sumber:

  • Alam, Bachtiar. 1998. “Globalisasi dan Perubahan Budaya:                              Perspektif Teori Kebudayaan”. Jurnal UI. ANTROPOLOGI                 INDONESIA 54, 1998. (diakses pada 21 Desember 2015                      pukul 19:00 WIB).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: