Social Sciences

we learn about you and we share it to you

Teori Querr

Teori querr ini masuk dalam bahasan mata kuliah sosiologi modern dimana tokoh-tokoh dalam teori querr adalah :

1. Michel Foucault

2.Teresa de Laureti

3.Eve Kofosky Sedgwick

4. Judith Butler

Dalam kamus, “queer” berarti aneh, kacau, abnormal, dan tidak disukai. Dengan demikian, Teori Queer berkenaan dengan hubungan-hubungan yang aneh atau yang tidak biasa. Jika “hubungan sosial” merupakan objek pokok dalam sosiologi, maka ia hanya membicarakan hubungan-hubungan yang normal; atau tepatnya, hubungan-hubungan manusia normal. Sebagian ahli tidak merasa cukup dengan teori-teori yang telah ada tentang hubungan sosial yang normal ini. Mereka merasa perlu menciptakan teori khusus berkenaan dengan manusia-manusia yang “tidak biasa” tersebut.

Dalam teori queer, diungkapkan bagaimana bentuk hubungan yang paling otentik dan juga radikal. Bagaimana seorang lesbian dan seorang gay berhubungan sesamanya merupakan objek dalam teori ini. Sangat menarik mempelajari hubungan seperti apa yang terjadi ketika seorang lesbian berhubungan dengan sesamanya, dengan seorang gay, dan seterusnya. Namun kemudian, teori ini mencoba menyumbang pada teori sosiologi pada umumnya, dengan salah satunya mengusung konsep pluralisme misalnya. Mungkin maksudnya adalah melalui pelajaran dari hubungan-hubungan yang sumbang ini ingin menyumbangkan pengetahuan betapa ada hubungan-hubungan yang khas, yang mungkin dapat memperkaya bahkan “teoritisi normal” untuk memperkaya teori-teori mereka.

Teori queer berakar dari materi bahwa identitas tidak bersifat tetap dan stabil. Identitas bersifat historis dan dikonstruksi secara sosial. Dalam konteks teori, teori ini dapat digolongkan sebagai sesuatu yang anti identitas. Ia bisa dimaknai sebagai sesuatu yang tidak normal atau aneh. Dalam teori ini terdapat tiga makna intelektual dan politik, meskipun sulit membuat batasan-batasannya. Arlene Stein dan Ken Plummer mencatat ada empat tiang atau penanda dari teori queer ini, yaitu:

  1. Melakukan konseptualisasi seksualitas yang mempelajari kekuasaan seksual dalam berbagai level kehidupan sosial, dan membicarakan bagaimana relasi power seksual berlangsung.
  2. Problem seksual dan kategori gender dan identitas secara umum
  3. Menolak strategi hak-hak sipil. Sebagai contoh, klaim politik berbasis identitas misalnya mengangkat gerakan hak-hak kaum lesbian.
  4. Keinginan untuk menjadikan seksualitas sebagai analisis untuk setiap bidang yang diteliti, misalnya festival musik, kultur pop, gerakan sosial, dan lain-lain.

Teori queer mempelajari gay dan lesbian, dimana homoseksual diposisikan sebagai subjek. Disinilah stand point teori queer. Karena posisinya inilah, maka ada yang menyebut bahwa ini bukan institusi pengetahuan, tapi semata hanya proses dekonstruksi. Teori ini lahir sebagai hasil dari pengaruh arkeologi pengetahuan dan genealogi kekuasaan pada akhir 1980-an sampai dengan sepanjang 1990-an.

Teori ini tidak hanya menyangkut sisi gender tetapi juga seks. Ia mengkaji kombinasi dari berbagai kemungkinan dari tampilan gender serta tentang proses yang berfokus pada gerakan yang melampaui ide, ekspresi, hubungan, tempat dan keinginan yang menginovasi berbagai perbedaan cara penjelmaan di dunia sosial. Model queer ini dijadikan kerangka kerja dalam mempelajari isu-isu gender, seksualitas dan bahkan politik identitas.
Dalam Ritzer disebutkan, kritik terhadap teori queer adalah bahwa ia tidak berbentuk sebagai politik inklusi dan menolak karakter tunggal tentang identitas seperti ras, kelas, atau peran seks dalam aksi politik. Di sisi lain, ada sebagian ahlinya yang berusaha agar teori ini menjadi lebih sensitif secara sosial.

AWAL DAN PERKEMBANGAN

Tokoh utama tentang identitas gay ini dikembangkan oleh Michel Foucault, dalam serangkaian karyanya untuk menganalisis sejarah seksualitas dari Yunani kuno sampai era modern (1980, 1985, 1986). Tetapi karya ini terhenti oleh kematiannya pada tahun 1984, Michel Foucault mendapatkan pengertian tentang seksualitas dapat berbeda  dalam  ruang  dan waktu serta  argumennya  ini  terbukti  sangat  berpengaruh dalam teori gay dan lesbian pada umumnya dan teori queer pada khususnya. Foucault menyatakan bahwa seksualitas  itu terbentuk dari  dasar  sosial  yang  terbentuk secara alami (Stanford, 2006).

Foucault menjelaskan dalam The History of Sexuality, dua ratus tahun yang lalu tidak ada kategori linguistik untuk gay laki-laki. Sebaliknya, istilah yang diterapkan untuk seks antara dua pria adalah sodomi . Seiring waktu, konsep “homoseksual” diciptakan dalam tabung tes melalui wacana dari kedokteran dan khususnya psikiatri.

Banyak orang keliru percaya bahwa istilah “teori queer” hanya sinonim untuk “studi gay & lesbian.” Pada kenyataannya, teori aneh adalah bagian yang sangat spesifik dari studi gay & lesbian yang didasarkan pada “gagasan bahwa identitas tidak tetap dan tidak menentukan siapa kita.” Istilah ini diciptakan oleh Teresa de Lauretis pada tahun 1990. Kemudian istilah queer diperkenalkan pada tahun 1990, tokoh penting dalam teori ini adalah Eve Kosofsky Sedgwick , Judith Butler , Adrienne Rich dan Diana Fuss yang sebagian besar mengikuti karya Michel Foucault.

Menurut Peter Barry (165;2010) Teori queer juga berakar dari teori feminisme. Feminimisme klasik telah memarginalisasi atau mengacuhkan lesbianisme. Kondisi ini dibalas dengan argumen bahwa, sebaliknya, lesbianisme semestinya dianggap sebagai wujud feminisme paling utuh. Konflik yang meletus antara kaum feminis dengan heteroseksual dangan lesbian ini diredakan melalui 1 esai penting, yaitu karya Adrienne Rich yang memperkenalkan gagasan ‘malaran lesbian’ (dalam esainya ‘Compulsory heterosexuality and lesbian existence’, yang dalam bukunya Blood, Bread and Poetry: Selected Prose, 1979-1985, Virago 1987). Saya memaksudkan istilah malaran lesbian untuk mencakup selingkupan pengalaman yang diidentifikasi oleh perempuan – melalui kehidupan setiap perempuan dan di sepanjang sejarah; bukan sekedar fakta bahwa seorang perempuan pernah memiliki atau secara sadar menghasratkan pengalaman seksual yang melibatkan kelamin dengan perempuan lain.

Karena itu, konsep malaran lesbian ini menunjukkan variasi perilaku perempuan secara luas, misalnya dari jejaring bantuan mutual informal yang didirikan kaum perempuan di dalam profesi atau institusi tertentu, sampai ke pertemanan perempuan yang saling mendukung, dan akhirnya sampai ke hubungan seksual. Dari definisi ini menyiratkan adanya interkoneksi antara cara-cara berbeda yang digunakan perempuan untuk saling menjalin ikatan. Sebagai akibat dari kritik-kritik ini pendekatan lesbian memisahkan diri dari feminisme arus utama sepanjang tahun 1980-an, namun barulah tahun 1990-an kritik lesbian juga menolak esensialisme yang bisa dibilang telah mewarisinya dari feminisme. Dan ditahun 1990-an pula lah, muncul gagasan yang tidak begitu esensialis mengenai lesbianisme di dalam lingkup dari apa kini dikenal sebagai TEORI QUEER.

Menurut Rubin, Foucault and Butler, seksualitas merupakan sebuah konstruk sosial, bukan fakta kromosomik-biologis. Mereka menggugat ortodoksi teoritik tentang seksualitas, yang seluruh prinsip-prinsipnya didasarkan pada esensialisme seksual. Yaitu paham yang menganggap seksualitas merupakan fenomena biologis, kenyataan alamiah yang melampaui kenyataan sosial. Bagi mereka, seksualitas bukan sesuatu yang tidak berubah, asosial, dan trans-historis. Seksualitas sangat terikat dengan sejarah dan perubahan sosial. Tidak bersumber pada hormon, psike dan hukum Tuhan.. Rubin, Foucault dan Butler menantang paham bahwa seksualitas adalah kekayaan pribadi, yang bersifat fisiologis dan psikologis.

Kemudian menurut Eve Sedgwick dalam bukunya yang amat berpengaruh, Epistemology of the Closet. Sedgwick menilai bahwa “keluar dari lemari baju” (coming out of the closet – artinya, secara terbuka mengungkapkan orientasi seksual gay atau lesbian dalam diri seseorang) bukanlah satu tindakan tunggal yang absolut. Kondisi gay dapat diumumkan secara terbuka kepada keluarga dan teman, tapi tidak terlalu menyeluruh di hadapan atasan atau kolega dan mungkin tidak sama sekali pada bank atau perusahaan asuransi. Karena itu berada “di dalam” atau “di luar” lemari baju bukanlah dikotomi sederhana atau peristiwa sekali seumur hidup. Tindakan merahasiakan atau keterbukaan dalam tingkat yang berbeda-beda dalam kehidupan adalah wajar.

Teori queer didasarkan pada gender dan seksualitas. Karena hubungan ini, perdebatan muncul, apakah orientasi seksual adalah alami atau esensial ke orang, Teori ini tidak hanya menyangkut sisi gender tetapi juga seks. Ia mengkaji kombinasi dari berbagai kemungkinan dari tampilan gender serta tentang proses yang berfokus pada gerakan yang melampaui ide, ekspresi, hubungan, tempat dan keinginan yang menginovasi berbagai perbedaan cara penjelmaan di dunia sosial.

Teori homoseksual merupakan identifikasi gender. Teori ini secara liberal menentang gender (maskulin/feminin) dan seks (laki-laki/perempuan). Menurut Butler, gender adalah kategori yang selalu bergeser: gender seharusnya tidak ditafsirkan sebagai identitas yang stabil, namun harus dilihat sebagai suatu identitas yang lemah terhadap waktu, berada dalam suatu ruang yang menyesuaikan dengan berulangnya sikap atau tingkah laku. Teori homoseksual harus berhadapan dengan pasangan dalam seluruh bentuk: pria/wanita, maskulin/feminin, gay/lesbian – menawarkan pandangan bahwa identitas selalu lebih luas dibandingkan dengan kategori dikotomi (pria dan wanita) yang sudah baku.

Michel Foucault

Foucault terlahir dari kalangan keluarga menengah keatas, ayah foucault adalah seorang dokter bedah dan ibunya adalah seorang ibu rumah tangga biasa. Foucault adalah anak kedua dari 3 bersaudara. Foucault sendiri tumbuh mencadi sosok yang cerdas diaman dia sangat tertarik dengan bidang sejarah dan sastra. Ketertarikan Foucault sendiri denga sejarah membuatnya berkonflik dengan ayahnya, dimana ayah Foucault menghendaki Foucault meneruskan profesi ayahnya sebagai Ahli bedah. Ketertarikan Foucault terhadap kedua bidang tersebut membuatnya tertarik untuk masuk dalam perguruan tinggi terkenal di prancis, yaitu Ecole Normale Superiour. Universitas ini memang ditujukan untuk anak yang kecerdasanya diatas rata rata, tokoh teoritikus besar banyak yang menempuh studinya di Universitas tersebut,diantaranya Louis Althusser, Jean Paul Sartre, Levinnas dan masih banyak lagi. Sewaktu menempuh studinya Foucault dikenal sebagai siswa yang kecerdasanya tidak diragukan lagi, akan tetapi, perilaku Foucault sangat aneh bahkan sering dicap sinting oleh teman temanya. Foucault juga sangat juga sering melakukan hal yang aneh salah satunya dia pernah melakukan percobaaan bunuh diri berkali kali dengan menyayat urat nadinya dengan pisau. Dia juga dikenal pribadi yang menggebu gebu dan susah mengendalikan emosi, pernah suatu ketika dia mengejar temanya dengan membawa pisau ditanganya. Karir Akademik Foucault terbilang sangat cemerlang, pada sekitar tahun 50  puluhan dia sempat menjadi asisten dosen Lois Althuser seorang tokoh sosilogi yang  bercorak strukturalis. Focoult juga banyak menerbitkan buku yang terkenal meskipun  pada awal terbitnya buku itu kurang mendapat minat yang mendalam dari intelektual lain, akan tetapi pada tahun selanjutnya karya karyanya menjadi sangat diterima  publik dan sering menjadi tema sentral para akademisi dalam setiap diskusi. Karya karya foucault diantaranya The Birth of Clinic, The other of Things, Madness and Civilization dan masih banyak lagi. Foucault juga terkenal sebagai seorang Homoseksual tepatnya Gay. Orientasi seksual Foucault sendiri sebenarnya mulai nampak sewaktu dia datang ke Amerika untu memenuhi undangan untuk mengisi perkuliahan umum. Tepatnya di Sanfransisco pada tahun 1960 an para kaum Gay dari beberapa Negara termasuk  prancis pindah ke Amerika, karena hak haknya lebih di hargai di Negara paman Sam tersebut. Di sela sela waktu sengganya mengisi perkuliahan di Amerika foucolt menyempatkan mengunjungi bar bar di daerah san fransisco, dimana setiap bar memang banyak diisi oleh kalangan kaum Gay. Setiap bar disana menampilkan adegan adegan seksualitas kaum Gay, dan hal itu sangat menarik perhatian Foucault. Orientasi seksualitas Foucault sebagai Gay dianggapnya sebagaia pengalaman yang sangat nikmat dan bersifat transedental (keilahian), menurutnya sewaktu dia melakukan hubungan badan dengan sesame jenis setiap gesekan kulit selain dia mengalami pengalaman yang sifatnya transcendental. Pemikiran Foucault juga dipengarui oleh banyak tokoh diantaranya adalah Marquis de Sade. Marquis de Sade sendiri adalah seorang Novelis dan juga sastrawan. Karyanya seperti the 120 day of Sodom sangat dikagumi oleh Foucult. Dalam karya ini menceritakan mengenai kegiatan pesta seks kaum Gay yang dilakukan 120 hari tanpa henti. Karya ini menurut Foucault merupakan karya yang sangat menggambarkan realitas yang ada tanpa adanya sensor atau ditutup tutupi tentang erotisme, kekerasan, dan hal hal yang dipandang sebelah mata. Marquis de Sade ini juga dianggap sebagai orang yang membahayakan menurut Napoleon pada saat itu, karena tulisan tulisanya yang sangat kasar tersebut.

Eve Kosofsky Sedgwick

Eve Kosofsky Sedgwick (2 Mei 1950 – 12 April, 2009) adalah seorang sarjana akademik Amerika di bidang studi gender, teori queer (queer study), dan teori kritis. Tulisan-tulisan kritisnya membantu menciptakan bidang queer study. Karyanya mencerminkan kepentingan dalam berbagai isu, termasuk queer performativitas, penulisan kritik eksperimental, karya Marcel Proust, psikoanalisis non-Lacanian, buku seni, Buddhisme dan pedagogi, teori afektif Silvan Tomkins dan Melanie Klein, dan budaya material, terutama tekstil dan tekstur.

Teori Queer dibangun dari pergulatan feminisme dalam melawan ide bahwa gender merupakan entitas esensialis-diri yang dibentuk dan dikonstruksi secara sosial, yang kemudian melahirkan identitas seksual. Teori ini mendenaturalisasi apa-apa yang normatif dan apa-apa yang disebut sebagai ‘melenceng’ dari kodrat alam. Queer berfokus pada sirkulasi jenis kelamin, gender dan hasrat. Tak hanya itu, ia juga membahas perihal cross-dressing (cara berpakaian berbeda dari ‘kodrat’ gender), interseksualitas, ambiguitas gender dan operasi kelamin. Teori ini kurang begitu berkembang dalam kajian-kajian di Indonesia, meskipun telah ada, tetapi tidak sebanyak kajian-kajian wanita.

Sedgwick melakukan penelitian queer yang didanai oleh beasiswa feminis dan pekerjaan dari Michel Foucault. Sedgwick menemukan apa yang dia akui yang belum diketahui seperti homoerotis yang ditulis oleh Charles Dickens dan Henry James. Penelitian queer tidak sama dengan teori queer, yang merupakan sudut pandang analitis dalam penelitian queer yang menentang kategori identitas seksual yang “dikonstruksi secara sosial”. Penelitian queer atau penelitian keanekaragaman seksual adalah bidang penelitian yang terkait dengan orientasi seksual dan identitas gender, yang biasanya berfokus pada masyarakat dan budaya lesbiangaybiseksual,transgender, dan interseks (LGBTI). Awalnya bidang ini berfokus pada sejarah LGBT dan teori literer, tetapi kemudian meluas menjadi penelitian yang menyelidiki identitas, kehidupan, sejarah, dan persepsi queer melalui bidang biologisosiologi,antropologisejarah sains,  filsafatpsikologiseksologiilmu politiketika, dan bidang-bidang lain. Marianne LaFrance, mantan kepala Larry Kramer Initiative for Lesbian and Gay Studies di Universitas Yale, menyatakan bahwa “sekarang kita tidak hanya bertanya ‘apa yang menyebabkan homoseksualitas?’ tetapi juga ‘apa yang menyebabkan heteroseksualitas?’ dan ‘mengapa seksualitas menjadi pokok perspektif manusia?’ Sedgwick berpendapat bahwa pemahaman tentang hampir semua aspek budaya Barat modern tidak akan lengkap atau rusak jika gagal untuk menggabungkan analisis kritis homo / definisi heteroseksual modern. Dia menciptakan istilah “homosocial” dan “antihomophobic.”

Karyanya meliputi How to Bring Your Kids Up Gay, Queer Performativity: Henry James’s The Art of the Novel, and Jane Austen and the Masturbating Girl  yang banyak dikritik untuk “skandal” interpretasi. Tulisan Sedgwick ini seharusnya membuat pembaca lebih waspada terhadap sastra “potensi nuansa queer”, mendorong pembaca untuk menggantikan identifikasi heteroseksual mereka demi mencari tahu “idiom queer”. Dengan demikian, selain jelas entenders ganda, pembaca menyadari cara potensi queer lainnya di mana kata-kata yang mungkin beresonansi. Sebagai contoh, di Henry James, Sedgwick dikatakan telah mengamati bahwa kata-kata dan konsep-konsep seperti ‘suka’, ‘yayasan’, ‘masalah’, ‘membantu’, ‘harum’, ‘mencolok’, ‘sarung tangan’, ‘pengukur’, ‘pusat’, ‘lingkar’, ‘aspek’, ‘medali’ dan kata-kata yang mengandung fonem ‘rect’, termasuk kata-kata yang mengandung anagram, mungkin semua memiliki “asosiasi anal-erotis.” Sedgwick menggambarkan pada karya kritikus sastra Christopher Craft berpendapat bahwa kedua permainanan kata-kata dan sajak mungkin kembali dibayangkan sebagai “homoerotic karena homophonic”; mengutip kritikus sastra Jonathan Dollimore, Sedgwick menunjukkan bahwa inversi gramatikal mungkin memiliki hubungan sama intim dengan inversi seksual; dia menyarankan bahwa pembaca mungkin ingin “peka” diri “potential queer” irama gramatikal, sintaksis, retoris, dan generik struktur kalimat tertentu; adegan memukul anak-anak yang erotis. Melanjutkan pemikiran dari satu baris, bait, atau bait ke yang berikutnya tanpa jeda sintaksis memiliki implikasi potensi erotis. Sedangkan puisi tiga belas menolak bait berima akhir untuk “melawan pradigma pasangan heteroseksual”, menunjukkan tidak ada kenikmatan tersensiri dalam masturbasi.

Sedgwick menerbitkan beberapa buku seperti “groundbreaking” di bidang teori queer, termasuk Between Men: English Literature and Male Homosocial Desire (1985), Epistemology of the Closet (1990), and Tendencies (1993). Sedgwick jug menerbitkan beberapa pusi sperti Fat Art, Thin Art (1994) sebaik A Dialogue on Love (1999). Buku pertamanya, The Coherence of Gothic Conventions (1986), adalh revisi dari tesis doktorlnya. Buku terakhirnya Touching Feeling (2003) memetakan ketertariknnya pada pengaruh, pedagogi, dan performativiti. Jonathan Goldberg mengedit esai dan kuliah akhir nya, banyak di antaranya segmen dari studi yang belum selesai dari Proust. Menurut Goldberg, tulisan-tulisan akhir juga menguji mata pelajaran seperti agama Buddha, hubungan-hubungan objek dan mempengaruhi teori, penulis psikoanalitik seperti Melanie Klein, Silvan Tomkins, DW Winnicott, dan Michael Balint, puisi CV Cavafy, filsafat Neoplatonisme, dan politik identitas.

Judith Butler

Judith Butler merupakan filsuf post-strukturalis Amerika yang memberi banyak sumbangan pemikiran di bidang politik, ekonomi, dan kesetaraan gender. Butler merupakan professor di departemen Rhetoric and Comparative Literatur di University of Callifornia, yang mulai mempelajari filsafat di tahun 1980. Buku pertamanya membahas tentang pengaruh filsafat Hegel pada filsafat Perancis di abad 20. Pemikiran Butler terlihat banyak menekankan pada persoalan identitas. Selain Hegel, Judith Butler juga banyak dipengaruhi oleh Michael Faucault, Simone De Beauvoir, Jaquest Derrida, Sigmund Freud, dan jaquest Lacan. Terutama teori melankolia heteroseksualitasnya yang menjadi dasar bagi queer theory, Butler banyak dipengaruhi oleh Melancholia Sigmun Freud. Sedangkan bukunya yang terkenal, Gender Trouble, menjadi dasar teori queer di masa kini.

Kosa kata ‘Queer’ dapat berarti sebagai sesuatu yang buruk, menyimpang, dan tidak benar. Namun belakangan istilah queer mendapat makna baru yaitu sebagai pandangan yang mendasari dukungan atas kaum LBGT. Queer theory merupakan pandangan bahwa tidak ada orientasi seksual yang sifatnya natural, dengan demikian tidak ada pula orientasi seksual yang menyimpang. Queer theory merupakan teori identitas tanpa seksualitas.

Queer theory Judith Butler berangkat dari ide bahwa identitas merupakan sebagai suaty free-floating, berkaitan dengan tindak performatif individu dan tidak berkaitan dengan suatu esensi (jika ada) dalam diri individu tersebut. Seperti yang telah dibahas di awal makalah, Judith Butler menolak prinsip identitas yang memiliki awal dan akhir. Butler juga menolak pandangan bahwa seks (male/female) sebagai penentu dari gender (masculine/feminine), dan gender sebagai penentu sexual orientation. Identitas tidak berhubungan dengan seks ataupun gender. Identitas diperoleh dari tindakan performative, yang selalu berubah-ubah. Inilah yang disebut Butler sebagai identitas manusia tidak pernah stabil. Dari sini dapat dimengerti bahwa dalam pandangan Butler, sah-sah saja bila seseorang memiliki identitas maskulin di satu waktu dan identitas feminin di waktu lain. Demikian pula dengan male feminine atau female masculine. Hal ini tentu berpengaruh pula pada persoalan orientasi seksual. Jika identitas seksual seseorang tidak final, tidak stabil, seharusnya tidak ada keharusan seorang perempuan menyukai pria dan sebaliknya.

Inti dari pemikiran Butler adalah tidak adanya kondisi alamiah bagi manusia selain penampakan tubuhnya. Seks, gender, maupun orientasi seksual adalah konstruksi sosial. Hal ini dapat dicontohkan melalui fenomena trans-seksual. Seorang yang telah melakukan transeksual, yang diasumsikan telah ‘merubah’ kondisi alamiahnya. Misalnya seorang pria yang merasa beridentitas feminine, mengubah jenis seksnya menjadi tubuh perempuan. Pertanyaannya adalah, setelah seks sebagai fakta biologis tersebut diubah menjadi yang sebaliknya, bukankah perubahan ini menentukan keabsahan dari individu tersebut untuk bertindak sesuai dengan ketentuan the fixed rules atas seks, gender, dan orientasi seksual. Kesimpulan yang dapat diambil dari sini adalah baik seks, gender, maupun orientasi seksual adalah sesuatu yang sifatnya cair, Tidak alamiah, dan berubah-ubah, (serta dikonstruksi oleh kondisi sosial). Maka jika ditinjau dari pemikiran Judith Butler, LGBT bukanlah suatu penyimpangan sosial, melainkan suatu variasi dalam identitas manusia yang didasarkan pada tindakan performatif.

Perbedaan teori tiap tokoh

Foucault : Teori queer juga berakar dari teori feminisme. Feminimisme klasik telah memarginalisasi atau mengacuhkan lesbianisme. Kondisi ini dibalas dengan argumen bahwa, sebaliknya, lesbianisme semestinya dianggap sebagai wujud feminisme paling utuh.

Menurut Rubin, Foucault and Butler, seksualitas merupakan sebuah konstruk sosial, bukan fakta kromosomik-biologis. Mereka menggugat ortodoksi teoritik tentang seksualitas, yang seluruh prinsip-prinsipnya didasarkan pada esensialisme seksual. Yaitu paham yang menganggap seksualitas merupakan fenomena biologis, kenyataan alamiah yang melampaui kenyataan sosial. Bagi mereka, seksualitas bukan sesuatu yang tidak berubah, asosial, dan trans-historis. Seksualitas sangat terikat dengan sejarah dan perubahan sosial. Tidak bersumber pada hormon, psike dan hukum Tuhan.. Rubin, Foucault dan Butler menantang paham bahwa seksualitas adalah kekayaan pribadi, yang bersifat fisiologis dan psikologis.

Butler : gender adalah kategori yang selalu bergeser: gender seharusnya tidak ditafsirkan sebagai identitas yang stabil, namun harus dilihat sebagai suatu identitas yang lemah terhadap waktu, berada dalam suatu ruang yang menyesuaikan dengan berulangnya sikap atau tingkah laku. Teori homoseksual harus berhadapan dengan pasangan dalam seluruh bentuk: pria/wanita, maskulin/feminin, gay/lesbian – menawarkan pandangan bahwa identitas selalu lebih luas dibandingkan dengan kategori dikotomi (pria dan wanita) yang sudah baku. Inti dari pemikiran Butler adalah tidak adanya kondisi alamiah bagi manusia selain penampakan tubuhnya. Seks, gender, maupun orientasi seksual adalah konstruksi sosial. Hal ini dapat dicontohkan melalui fenomena trans-seksual. Seorang yang telah melakukan transeksual, yang diasumsikan telah ‘merubah’ kondisi alamiahnya

Eve Sedgwick : pergulatan feminisme dalam melawan ide bahwa gender merupakan entitas esensialis-diri yang dibentuk dan dikonstruksi secara sosial, yang kemudian melahirkan identitas seksual. Teori ini mendenaturalisasi apa-apa yang normatif dan apa-apa yang disebut sebagai ‘melenceng’ dari kodrat alam. Queer berfokus pada sirkulasi jenis kelamin, gender dan hasrat.

Kasus

  • Contohnya adalah penggambaran para kaum waria. Secara fisik, masyarakat jelas menyatakan mereka adalah laki-laki dengan naluri perempuan. Queer theory mengkaji bahwa waria adalah manusia dengan orientasi seksual yang utuh, telah dikaji secara gender bahwa ia perempuan namun secara sex dia laki-laki. Apabila masyarakat memandang waria dengan menggunakan perspektif queer theory ini, masyarakat akan mafhum dan menerima keberadaanya layaknya heteroseksual yang lain. Namun, masyarakat cenderung langsung menstigmatisasi seseorang dengan apa yang dilihat dari ‘cover’nya saja, sehingga masyarakat menganggap waria merupakan salah satu penyimpangan sosial.
  • Dalam kasus yang saya akan kemukakan adalah kasus dimana yang menimpa,sebut saja namanya Mr.X yang saya ambil ceritanya dari media online ,Kompas edisi 28 maret 2008. Yang tidak disebutkan tempat dan namanya untuk menjaga privasi. Mr.X adalah seorang pria yang normal, dia bekerja seperti orang biasa, dia juga memilki seorang kekasih perempuan seperti pada umumnya. Namun yang menjadi kendala, ketika dia disuruh bosnya bekerja untuk menginap di rumahnya.

Ketika itu tidak ada pikiran apa-apa yang akan menimpa pada dirinya. Pada saat bersamaan tidur di rumah bosnya, terjadilah pelecehan seksual yang dialami oleh dirinya. Karena bosnya mengajaknya tidur dengan tidak wajar, seperti bosnya memegang alat kelamin Mr.X dan mengajak bersetubuh. Hal tersebut membuat Mr.X jengkel dan menolak ajakan Bosnya tersebut. Kemudia Bosnya meminta maaf kepada Mr.X.

Kemudian suatu hari bosnya mengajaknya lagi dengan berbagai alasan. Namun itu justru berulang-ulang dan tidak menjadi kebiasaan rutin seperti biasanya. Kemudian inilah menjadi tanda-tanda kejiwaan terbawa oleh suasana lingkungan yang ada. Mr.X terkena dampak lingkungan sosialnya secara bertahap dan tidak disadari itu menjadi sebuah kebiasaan yang rutin dan dilakukan dengan bosnya.itulah salah satu contoh teori Queerdalam tahapan menuju suatu tahap homoseksual dari Mr.X. Mr.X sangat sulit untuk melupakan dan menjauhi tindakan yang menyimpang, dilakukan oleh dirinya bersama bosnya.

Sumber :

Putranto, dalam https://politikkecilnasional.blogspot.com/2013/08/normal-0-false-false-false-in-x-none-x_9206.html (diunduh pada 9 April 2013 pukul 20.00 WIB)

https://www.theory.org.uk/ctr-butl.htm (diunduh pada 9 April 2015 pukul 19.45 WIB)

https://heychael.blogspot.com/2012/01/foucault-sex-identitas-dan-kekuasaan.html (diunduh pada 10 April 2015 pukul 19.45 WIB)

https://iamils.blogspot.com/2013/12/about-queer.html (diunduh pada 10 April 2015 pukul 21.30 WIB)

posted by Maharani Elma in Sosiologi Umum and have Comments (2)

2 Responses to “Teori Querr”

  1. kajian yang sangat eksotis dan menarik untuk dikaji 🙂

  2. ayuherni berkata:

    teori yang cukup menarik 🙂

Place your comment

Please fill your data and comment below.
Name
Email
Website
Your comment

Lewat ke baris perkakas