Social Sciences

we learn about you and we share it to you

Belajar Berwirausaha

wirausaha

Dalam menjalin kerjasama dengan mitra bisnis, saya mencoba menyambangi kediaman Ibu Budi yang bertempat tinggal di desa Ngempon, Karang Jati, Ungaran. Ibu Budi merupakan pengusaha konveksi yang sudah menekuni usahanya selama 10 tahun sejak tahun 2005. Usaha yang dirintisnya dari nol dan mengalami pasang surut tersebut berawal dari ibu Budi yang sempat bekerja menjadi karyawan di pabrik asus sepatu jerman sebagai controlling pada perusahaan tersebut. Namun seiring dengan berjalannya waktu, karena dia ingin mendirikan usaha sendiri, akhirnya dia memutuskan keluar dari tempat bekerjanya dan membuka toko kelontong dan warung sembako. Karena perkembangan zaman dan kebutuhan yang semakin meningkat, Ibu Budipun memutar otak dan berpikir untuk membuat usaha sampingan untuk manambah penghasilannya. Dari toko kelontong, karena ingin produksi sendiri dan berjualan sendiri akhirnya dengan modal pengalamannya saat bekerja di pabrik sepatu, dari awalnya ibu Budi memutuskan mendirikan usaha konveksi dengan produksi awal pembuatan boneka dan bantal, karena produksinya yang susah dan lakunya sedikit, kemudian Ibu Budi beralih memproduksi sepatu sambil tetap menjalankan produksi konveksi pakaian. Namun karena alat untuk memproduksi sepatu yang mahal, akhirnya usaha konveksi pakaian bernama Artha Collection yang masih berjalan sampai sekarang. Saat ini ibu Budi juga sudah memiliki beberapa orang karyawan, baik yang bekerja dalam wilayah produksi dan beberapa karyawan yang bertugas menjaga toko yang cabangnya sudah ada di UNNES, UKSW , dan UII Yogyakarta.
Ibu Budi membuat pakaian-pakaian produksinya dengan rancangan sendiri, dari model biasanya ibu Budi mencari inspirasi di berbagai sumber internet, berkeliling mall dan melihat di pasar-pasar atau saat dia sedang hangout. Sehingga diharapkan mengenai masalah desain pakaian ibu Budi selalu uptodate sehingga selalu berinovasi terutama masalah model agar uptodate sesuai minat konsumen. Sedangkan bahan baku pakaiannya, ibu Budi peroleh dari garmen dari pabrik yang sudah tidak laku dan dijual murah. Namun bahan baku tersebut tidak semuanya diambil, ibu Budi tetap menjaga kualitas produksinya dengan tetap menyortir bahan yang sekiranya masih layak dan sesuai kebutuhan produksinya. Dalam produksinya tersebut, peran Ibu Budi adalah bagian perancang sedangkan karyawannya yang melanjutkan dan menjahitnya. Ibu Budi hanya sekedar mendesain pakaian dan mengarahkan. Selebihnya semua pakaian akan dijahit oleh pegawainya. Namun ketika karyawanya merasa kesulitan dalam membuat jahitan pakaian, maka beliau akan turun tangan dan membantu proses produksi. Jadi proses produksi tersebut akan selalu mendapat control dan arahandari ibu Budi.
Dalam produksinya, ibu Budi memperkerjakan 3 orang karyawan yang berkerja dari pukul 07.30 sampai dengan 17.00. Selain itu, apabila ada pelanggan yang menginginkan menjahit pakaian di Ibu Budi dengan desain dan rancangan sendiri maupun bahan dasar pakaian juga sendiripun, Ibu Budi siap melayani keinginan pembelinya tersebut dengan menyesuai desain yang diinginkan yang biasanya menyertakan gambar, dan harga yang dipatok juga sama seperti harga produksi pakaiannya. Satu potong baju dihargai antara Rp. 30.000,00 – Rp. 40,000,00. Artinya, Ibu Budi juga membuka fasilitas untuk menjahit pakaian untuk dipesan secara pribadi dan untuk diproduksi massal. Dalam produksi sehari, karyawan Ibu Budi dapat menghasilkan pakaian jadi antara 30-40 potong. Jumlah produksi perhari tersebut menyesuaikan tingkat kerumitan desain pakaian. Semakin rumit maka waktu yang dibutuhkan lama dan jumlah barang yang diproduksi sedikit, namun sebaliknya, apabila dalam produksi desain yang di produksi mudah dan model yang tidak rumit maka tingkat produksi yang dihasilkan akan semikin banyak. Sehingga dalam produksinya Ibu Budi menerapkan pembuatan pakaian kebanyakan dalam bentuk kaos atau ukuran baju yang All size.
Pemasaran dari produksi konveksi pakaian Ibu Budi setiap satu minggu atau dua minggu sekali, pakaian produksinya didrop ke beberapa cabang milik Ibu Budi. Dari beberapa cabang di daerah semarang, di UNNES sendiri yang omsetnya paling besar karena paling laris dimana dalam satu minggu bisa 2 kali lipat dengan barang masuk bisa satu minggu 2 kali. Untung perbulan bisa mencapai Rp. 3000.000,00. Selain itu, beliau juga membuka toko didepan rumahnya dan grosiran bagi yang ingin reseller. Sistem pemasaran barang produksi Ibu Budi adalah setor kemudian ambil barang, apabila ada yang ingin kulakan mereka harus membayar cass yang kemudian retur barang sampai laku habis. Ibu budi juga tidak menerima pembelian dengan sistem kredit karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, banyak orang melakukan kredit pakaian atau menggunakan sistem jual dengan bayar belakang namun tidak memberikan hasil penjualan pada beliau dan ibu Budi merasa dirugikan. Kalau ada barang yang sudah lama dan ditidak laku-laku biasanya untuk yang mengambil pada sistem kulakan atau tengkulak tidak dikembalikan tetapi dijual sampai laku habis, namun apabila barang tersebut berada di toko biasanya akan di jual dengan memberi diskon besar-besar sehingga barangnya laku terjual dan kemudian dipasok dengan barang yang baru. Setiap kios yang di jadikan toko untuk berjualan produksinya, ibu budi menyewa sendiri, bahkan ada beberapa toko misalnya cabang yang dibuka di UNDIP tembalang dan Yogyakarta yang tidak hanya menjual pakaian, tetapi juga menyediakan jasa permak pakaian yang alatnya sendiri milik ibu Budi. Jadi, para karyawan yang bekerja ditoko hanya menjalankan tugasnya untuk menjual pakaian, dan untuk gaji karyawan sendiri di dapat dengan mengambil untung sendiri, artinya ibu Budi tidak membayar, tetapi karyawan yang menjalankan dan mengambil untung sendiri. Misalnya apabila satu potong pakaian dari ibu Budi di hargai Rp. 40.000,00 maka karyawan mengambil untung antara Rp. 10.000,00 – Rp. 15.000,00. Sehingga semakin banyak potong pakaian yang laku terjual, maka semakin banyak untung yang diperoleh oleh karyawan. Dia hanya memberikan ketetapan agar barang yang dijual sesuai dengan apa yang seharusnya di dapat. Dia tidak pernah menghitung banyak sedikitnya untung karena menurutnya rejeki sudah ada yang mengatur. Dalam berjualan baju, dia juga tidak memanfaatkan kecanggihan teknologi karena dia merasa persaingan itu hanya akan membuat seseorang semakin stress dan menganggu kerja.
Walaupun merk produksi Artha Collection milik ibu Budi sudah lumayan terkenal dikalangan masyarakat semarang maupun mahasiswa, namun kenyataannya untuk memperoleh perizinanpun sampai sekarang masih dalam proses peresmian di dinas pemerintahan. Dengan konveksi yang besar ini, ibu Budi mendapatkan banyak bantuan dari pemerintah. Beliau sering diundang dalam beberapa acara seperti bazaar. Selain itu, beliau juga mendapat bantuan berupa alat menjahit untuk membantu proses produksi bajunya. Namun kendalanya Ibu Budi juga belum bisa memasarkan produksinya dalam bentuk Online karena perizinan merk yang belum ada. Dengan bertemu dengan pengusaha konveksi pakaian seperti ibu Budi yang omset pertahun bisa sampai ratusan juta rupiah saya tertarik untuk bermitra usaha dengan bisnis yang dijalankan ibu Budi tersebut. Usaha kerja keras ibu Budi dalam merintis usahanya, dari awalnya berkerja sebagai karyawan pabrik, membuka toko kelontong dan warung sembako, kemudian berinisiatif membuka usaha sendiri dari usaha kecil-kecilan dan melalui beberapa proses yang panjang sampai akhirnya menjadi pengusaha konveksi pakaian yang sukses. Ingin memperluas jaringan pemasaran konveksi pakaian Artha Collection, yang mungkin hanya dikalangan orang semarang atau kalangan mahasiswa, namun kami ingin mencoba peluang baru dengan pemasaran lewat media sosial salah satunya dengan Online Shop.
1. Pada tahap awal, kami akan memasarkan produk Artha Colecction kepada teman-teman baik dikalangan mahasiswa dikampus atau dijual di daerah tempat tinggal masing-masing. Sehingga diharapkan produk pemasaran Artha Colecction dapat dikenal luas tidak hanya dikalangan orang semarang atau mahasiswa saja. Pada tahap ini kami juga akan mempromosikan akun social media yang kami gunakan untuk berjualan sehingga untuk teman-teman yang berada di luar semarang masih tetap bisa membeli barang dari Artha Collection.
2. Membuka pemasaran dengan online shop, dengan pemasaran online diharapkan peminat desain dari pakaian Artha Colecction juga bisa bertambah, tidak hanya dikalangan remaja dan anak-anak tetapi juga segala umur, sehingga produk pemasarannya juga bisa luas. Pada awalnya kami akan mencoba memasarkan produk dengan menawarkan melalui media social kami masing-masing. Kami akan mengupload koleksi-koleksi terbaru dari Artha Collection. Dengan media social yang kami miliki, kami juga akan mempromosikan akun Artha Collection yang akan kami gunakan untuk online shop.
3. Mengembangkan produksi Artha Colecction yang tidak hanya terfokus pada pakaian, tetapi membuka jaringan seluas-luasnya dengan menambah usaha baru seperti usaha-usaha sebelumnya yaitu pembuatan bantal,boneka, dan sepatu. Kendala-kendala yang dihadapi dari usaha sebelumnya yang tidak dilanjutkan tersebut diharapkan di pecahkan dengan kerjasama bermitra bisnis, sehingga usaha Artha Colecction diharapkan bisa berkembang pesat dan dikenal luas.

posted by Maharani Elma in Kewirausahaan and have Comments (8)

8 Responses to “Belajar Berwirausaha”

  1. mrbayu berkata:

    perhatikan judul blogmu, sangat tidak rapi, numpuk2

  2. Ahmad Muthohar berkata:

    Rata kanan kiri lebih baik elma

  3. Maharani Elma berkata:

    mungkin kak muthohar bisa berbagi ilmu bagaimana cara merapikan tulisannya

  4. bagaimana kak cara dan kiat-kiat menjadi wirausahawan yang sukses ?

  5. ayuherni berkata:

    rata kanan kiri jangan lupa elma 🙂

  6. Semoga bisa mengikuti jejaknya sbg enterpreneur yang sukses

  7. semoga bisa menjadi seorang pengusaha sukses 🙂

  8. semoga dapat menjadi pengusaha

Place your comment

Please fill your data and comment below.
Name
Email
Website
Your comment

Lewat ke baris perkakas