• Materi Antropologi SMA kelas XI: Persamaan dan perbedaan budaya, bahasa, dialek, tradisi lisan yang ada di masyarakat setempat.

    Bahasa dan Dialek

    Apakah bahasa itu? Kamu berbincang-bincang dengan temanmu menggunakan bahasa lisan. Kamu menulis materi pelajaran dengan menggunakan bahasa tulis. Kamu berbincang-bincang dengan teman sekampungmu dengan menggunakan bahasa daerah atau dialekmu. Namun, tahukah kamu apa arti bahasa itu?

    Konsep Bahasa

    Dikutip dari Kridalaksana (1923), bahasa adalah sistem lambing bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasikan diri. Dikutip dari Tarigan, dikatakan oleh Anderson dan Douglas Brown bahwa bahasa memiliki ciri atau sifat bahasa. Ciri-ciri bahasa itu antara lain bahasa itu adalah sebuah sistem, berwujud lambang, berupa bunyi, bersifat arbitrer, bermakna, bersifat konvensional, unik, universal, dan produktif, bervariasi, dinamis,digunakan sebagai alat komunikasi, dan merupakan identitas penuturnya.

    Definisi Bahasa

    Bahasa adalah alat canggih yang mampu dipergunakan pada berbagai kesempatan dan kebutuhan. Melalui bahasa pula manusia mampu menyampaikan segala hal yang dimaksudkan kepada pihak lain. Namun demikian, konteks bahasa pula bermain di dalamnya. Demikian pula halnya dengan bahasa yang tidak hanya memiliki satu makna. Kata ”bahasa” dapat diinterpretasikan berbeda-beda, tergantung pada konteks yang melingkupinya. Abdullah Chaer mengatakan bahwa bahasa dalam bahasa Indonesia mengandung makna lebih dari satu makna.

    Bahasa adalah alat canggih yang mampu dipergunakan pada berbagai kesempatan dan kebutuhan. Melalui bahasa pula manusia mampu menyampaikan segala hal yang dimaksudkan kepada pihak lain. Namun demikian, konteks bahasa pula bermain di dalamnya. Demikian pula halnya dengan bahasa yang tidak hanya memiliki satu makna. Kata ”bahasa” dapat diinterpretasikan berbeda-beda, tergantung pada konteks yang melingkupinya. Abdullah Chaer mengatakan bahwa bahasa dalam bahasa Indonesia mengandung makna lebih dari satu makna.

    1. Bahasa dan Rumpun Bahasa di Dunia

    Bahasa yang ada di dunia sangat beragam. Masing-masing bahasa dikelompokkan ke dalam satu rumpun bahasa, yang asalusulnya sama. Bahasa apakah yang merupakan bahasa pertama atau perintis, sulit sekali ditemukan. Selain karena telah punah, juga tidak terdokumentasikan dengan baik. Salah satu cara yang biasa dipakai adalah dengan mengenali ciri-cirinya lalu membuat perbandingan. Metode perbandingan ini pertama kali dikemukakan oleh August Schleicher, seorang ahli bahasa abad XIX.

    Dengan metode ini, ia dapat menunjukkan status rumpun bahasa dari bahasa-bahasa yang ada di dunia. Rumpun bahasa terbesar adalah Niger Kordofania (terdiri atas 1489), disusul rumpun bahasa Austronesia (terdiri atas 1262 bahasa), Trans Nugini (terdiri atas 552 bahasa), dan Indo Eropa (terdiri atas 443 bahasa). Secara umum bahasa di dunia dibagi menjadi 11 subrumpun.

    Di Indonesia terdapat lebih dari 200 bahasa dan logat yang digunakan. Namun, tetap bahasa Indonesia yang digunakan sebagai bahasa resmi. Logat yang paling banyak adalah logat Jawa karena 45% penduduk Indonesia adalah orang Jawa. Bahasa Indonesia menggunakan huruf Latin di dalam transkripsinya. Banyak bahasa asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia; beberapa di antaranya adalah bahasa Arab, bahasa Sanskerta, bahasa Belanda, bahasa Inggris, bahasa Portugis, dan lain-lain. Bahasa Indonesia termasuk di dalam rumpun bahasa Austronesia.

    1. Sejarah Bahasa Indonesia

    Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu dan satu rumpun dengan bahasa Austronesia. Bahasa Melayu adalah bahasa keempat terbesar yang dituturkan di dunia, dengan pengguna kurang lebih berjumlah 250 juta jiwa. Bahasa ini telah menjadi lingua franca bangsa-bangsa di kawasan Asia Tenggara sejak zaman perdagangan kuno Bukti bertulis yang tertua tentang bahasa Melayu Kuno ini terdapat di beberapa buah prasasti sebagai berikut. (ms.wikipedia.org)

    1) Prasasti Kedukan Bukit menggunakan aksara Palawa ditemukan di Palembang, berangka tahun 605 Tahun Saka (683 M).

    2) Prasasti Talang Tuwo berangka tahun 606 Tahun Saka (684M). Prasasti ini ditemukan oleh Residen Westenenk tanggal 17 November 1920 di barat daya Bukit Siguntang,Palembang.

    3) Prasasti Kota Kapur berangka tahun 608 Tahun Saka (686 M).

    4) Prasasti Karang Berahi berangka tahun 614 Tahun Saka (692 M)

    Akhirnya, bahasa Melayu dijadikan identitas nasional saat para pemuda menggelar kongresnya tahun 1928 di Jakarta. Bahasa Melayu dijadikan bahasa persatuan dengan nama Bahasa Indonesia. Bahasa inilah yang digunakan dalam dunia pergerakan untuk menumbuhkembangkan nasionalisme Indonesia. Banyak tulisan para tokoh pergerakan yang dimuat dalam beragam surat kabar atau majalah. Bahkan para tokoh tersebut menyampaikan pidato untuk menggugah kesadaran nasional dengan menggunakan bahasa Melayu atau Indonesia. Saat para pemimpin bangsa menyusun konstitusi negara, bahasa Melayu tersebut dimasukkan ke dalam salah satu pasalnya.

    Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, bahasa Indonesiamempunyai fungsi sebagai berikut.

    1) Bahasa resmi kenegaraan

    2) Bahasa persatuan

    3) Identitas bangsa Indonesia

    Ketiga fungsi tersebut merupakan satu kesatuan yang akan menopang kelangsungan hidup bangsa Indonesia. Dengan menggunakan bahasa Indonesia, kita bisa menjalin komunikasi dan interaksi dengan sesama suku bangsa secara lebih mudah. Beragam kepentingan kita pun bisa lebih mudah terpenuhi apabila bahasa yang kita gunakan bisa dimengerti oleh orang lain.

    Fungsi bahasa Indonesia sebagai identitas bangsa atau negara akan menjadikan bahasa Indonesia sebagai ciri atau tanda yang membedakan dengan bangsa lain. Inilah yang bisa membanggakan bangsa kita. Ketiga fungsi bahasa tersebut akan mampu memperkukuh integritas dan persatuan sesama anak bangsa. Karena, ketiadaan kebanggaan pada bahasa sendiri akan menjadi awal munculnya disintegrasi negara Indonesia. Kita tidak bisa saling berkomunikasi dengan suku bangsa yang lain karena masing-masing merasa bangga dengan bahasa daerahnya. Akan lebih parah lagi apabila generasi penerus lebih bangga dengan bahasa manca negara sehingga bahasa Indonesia akan ditinggalkan.

    Menurut Amran Halim (sebagaimana dikutip Wahjudi Djaja, 1996), dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai lambang kebanggaan nasional, lambang identitas nasional, alat pemersatu bangsa, dan sarana komunikasi antarsuku dan budaya bangsa. Melihat betapa strategisnya kedudukan bahasa Indonesia, selayaknya seluruh warga negara menjunjung tinggi bahasa tersebut dengan cara menggunakan bahasa itu secara baik dan benar sesuai dengan kondisi dan lingkungannya.

    Bahasa Daerah di Indonesia

    Menurut www.ethnologue.com,di dunia terdapat sekitar 7.000 bahasa. Di Indonesia terdapat 700 bahasa, dan 60-70 buah terdapat di NTT. Jadi, dari seluruh bahasa yang ada di seluruh permukaan bumi, 10% terdapat di Indonesia, dan 1% terdapat di NTT. Tidak banyak negara yang memiliki banyak bahasa. Oleh karena itu bangsa Indonesia patut bangga akan kekayaan bahasa yang dimiliki. Bahasa daerah di Indonesia yang berjumlah sekitar 700 bahasa tersebut banyak yang terancam punah, terutama yang terdapat di daerah NTT. Kepunahan terjadi disebabkan tidak digunakannya kembali bahasa tersebut. Banyak bahasa daerah yang ditinggalkan karena cenderung digunakannya bahasa Indonesia di dalam kehidupan sehari-hari.

    Dikutip dari pernyataan Louise Baird pada www.ethnologue.com ada anggapan negatif terhadap bahasa daerah yang menyebabkan bahasa daerah semakin ditinggalkan. Anggapan negatif tersebut sebagai berikut.

    1) Bahasa daerah dianggap ketinggalan zaman.

    2) Bahasa daerah dianggap sebagai bahasa milik orang golongan bawah.

    3) Bahasa daerah dianggap tidak intelek.

    4) Bahasa daerah dianggap tidak memiliki kegunaan di daerah perkotaan.

    5) Bahasa daerah dianggap tidak mendukung kemajuan.

    6) Bahasa daerah dianggap tidak mendukung kesuksesan belajar.

    Oleh sebab itu, perlu ditingkatkan adanya anggapan positif terhadap bahasa daerah. Anggapan negatif tersebut sebagai berikut.

    1) Bahasa daerah adalah salah satu kebanggaan bangsa karena telah ada sejak zaman dahulu.

    2) Bahasa daerah adalah kekayaan kebudayaan bangsa.

    3) Bahasa daerah adalah salah satu ciri khas bangsa sehingga menjadi identitas bangsa.

    4) Bahasa daerah adalah penunjang kemajuan.

    5) Bahasa daerah penunjang kemajuan pendidikan.

    Konsep Dialek

    Awal mula bahasa digunakan oleh manusia sering menjadi bahan penelitian yang banyak dibahas. William A. Haviland mengatakan bahwa para ahli linguistik menemukan bahasa yang sungguh-sungguh primitif atau kuno. Bahasa tersebut adalah bahasa suku bangsa Arunta di Australia tengah. Menjelang tahun 1930, bahasa tersebut menghadapi kepunahan. Bahasa yang sangat kuno tersebut hanya memiliki komponen yang sangat sederhana; yakni hanya memiliki tiga suara vokal. Ketiga suara vokal tersebut adalah a, i, dan u. Demikian pula konsonan yang dimilikinya hanya terdiri dari k, l, m,n, p, r, t, dan sy.

    Suku bangsa Arunta tidak memberi nama untuk seluruh objek. Kosakata yang dimiliki hanya merujuk pada nama aktivitas dan keadaan. Mereka juga tidak menggunakan preposisi atau konjungsi di dalam tutur mereka. Dengan bahasa tutur yang sangat sederhana tersebut, mereka memakai alat bantu visual dengan menggunakan 400 bentuk gerakan untuk membantu bahasa lisan. Berkaitan dengan bahasa lisan, Edward Callary mengatakan bahwa di dalam penggunaan bahasa, hasil tutur berkembang menjadi banyak variasi. Variasi bahasa dapat terjadi bergantung pada kebiasaan berbicara penutur bahasa. Variasi bahasa tersebut yang dinamakan dengan dialek. Dikutip dari www.wikipedia.org, dialek (dari bahasa Yunani äéÜëåêôïò, ”dialektos”), adalah varian-varian sebuah bahasa yang sama. Varian-varian ini berbeda satu sama lain, tetapi masih banyak menunjukkan kemiripan satu sama lain sehingga belum pantas disebut bahasa-bahasa yang berbeda.

    Dialek tidak hanya berkaitan dengan bahasa, namun juga berkaitan dengan fitur non-kebahasaan. Fitur non-kebahasaan tersebut adalah letak geografis, kelas sosial, usia, pekerjaan, dan gender. Pada dialek geografikal atau regional, terdapat beberapa dialek; yaitu dialek kelas, dialek usia, dan dialek gender. Sesungguhnya setiap penutur tidak hanya menggunakan satu dialek, melainkan banyak dialek. Dialek tersebut bergantung pada daerah penutur tinggal, usia penutur tersebut, dan jenis kelaminnya.

    Sebagai contoh, seorang perempuan berusia remaja berasal dari daerah Surabaya akan menggunakan dialek Jawa Timurandan berbicara sesuai dengan tingkat usianya dengan menggunakan bahasa yang biasa digunakan remaja seusianya. Di samping itu juga menggunakan bahasa yang biasa dipakai para perempuan yang lebih feminin. Dialek akan semakin kuat terbentuk manakala setiap penutur saling berinteraksi pada satu daerah tuturan. Dialek tidak membuat bahasa menjadi berbeda pada satu daerah tuturan, melainkan menyeragamkan bunyi tuturan penuturnya. Interaksi sosial sangat berperan di dalamnya. Di samping dialek, setiap penutur memiliki warna suarayang berbeda-beda. Jarang sekali ada penutur yang memiliki warna suara yang benar-benar sama. Pada saat seorang penutur berbicara, tanpa dilihat pun sering dapat diterka sosok penutur tersebut. Itu disebabkan karena penutur tersebut memiliki warna suara yang khas yang dimilikinya. Di samping warna suara, juga gaya bahasa dan susunan kalimat yang digunakannya yang menjadi trade mark penuturnya. Hal tersebut yang dikenal dengan istilah idiolek.

    Hubungan Bahasa dan Dialek

    Bahasa yang digunakan dalam kehidupan manusia mengandung beragam dialek. Dialek tersebut memiliki variasi yang beragam. Variasi tersebut di antaranya ada yang berkaitan dengan aktivitas. M. Ramlan dan kawan-kawan membagi ragam bahasa Indonesia menjadi sebagai berikut. Pertama, ragam berdasarkan tempat misalnya dialek Jakarta, dialek Menado, dialek Jawa, dan sebagainya. Kedua, ragam bahasa berdasarkan penutur terbagi menjadi ragam golongan cedekiawan dan ragam golongan bukan cendekiawan. Ketiga, ragam bahasa berdasarkan sarana terbagi menjadi ragam lisan dan ragam tulisan. Keempat, ragam bahasa berdasarkan bidang penggunaan terbagi menjadi ragam ilmu, ragam sastra, ragam surat kabar, ragam undang-undang, dan lain-lain. Kelima, ragam bahasa berdasarkan suasana penggunaan, terbagi menjadi ragam resmi dan ragam santai.

    Tradisi Lisan

    Sudah tahukah kamu bahwa banyak kekayaan budaya yang berbentuk lisan? Sudah pernahkah kamu mendengarkan tembang geguritan, kidung, dan lain-lain? Pernahkah pula melihat wayang kulit, wayang orang, orang berpantun, dan segala bentuk cerita yang disampaikan secara lisan? Tahukah kamu apa yang dimaksud dengan tradisi lisan? Berbagai daerah di Indonesia memiliki tradisi lisan tersebut. Daerah Sabang hingga daerah Merauke memiliki tradisi lisan tersebut. Tradisi lisan memiliki banyak jenis dan memiliki muatan pesan yang sangat baik.

    Konsep Tradisi Lisan

    Dikutip dari Amir Rochyatmo, tradisi lisan adalah folklor lisan yang dirumuskan sebagai bagian kebudayaan yang diciptakan, disebarluaskan, dan diwariskan dalam bentuk kelisanan, seperti cerita rakyat dan nyanyian rakyat. Adat kebiasaan secara turun menurun dari nenek moyang yang masih diperlukan dalam masyarakat. Melalui Amir Rochyatmo, Danandjaja menjelaskan bahwa tradisi lisan adalah bagian dari folklor. Dikutip dari Danandjaja, folklor adalah kolektivitas yang tersebar secara turun temurun dalam versi yang berbeda-beda baik bentuk lisan maupun yang disertai gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Lebih lanjut, dikutip dari Amir Rochyatmo, Danandjaja mengatakan bahwa tradisi lisan memiliki ciri-ciri: penyebaran dan pewarisan secara lisan, bersifat tradisional, memiliki berbagai versi bukan variasi, anonim, bentuknya berpola, milik bersama, bersifat polos, lugu, dan spontan.

    Dalam bentuk lisan, terdapat kata-kata yang seolah dijalin satu sama lain, serta terjadi perhentian sebentar atau agak lama pada beberapa tempat disertai suara menaik atau menurun. Kata-kata yang dibunyikan itu diiringi dengan gerakan alis, tangan, kepala, atau pun bahu. Di samping itu, bentuk lisan dapat ditranskripsikan dengan menuangkan hasil ujaran ke dalam bentuk simbol atau gambar. Berkaitan dengan kebahasaan, Gorys Keraf lebih jauh membagi hal kebahasaan ke dalam dua hal; yakni bentuk dan makna. Aspek bentuk dapat dikategorikan ke dalam dua hal; yakni segi segmental dan suprasegmental. Segi segmental, unsur bahasa dapat dibagi ke dalam beberapa jenis; yaitu wacana, kalimat, frasa, kata, morfem, fonem. Pada segi suprasegmental, beberapa hal yang perlu menjadi perhatian adalah tekanan keras, tekanan tinggi (nada), tekanan panjang, dan intuisi.

    Macam-Macam Tradisi Lisan

    Ada beberapa contoh tradisi lisan, misalnya Shalawat Dulang yang berasal dari Minangkabau. Amir menjelaskan bahwa Sahalawat Dulang adalah suatu pengucapan mengenai kalimat shalawat diiringi dengan tepuk pada dulang ’nampan kuningan’ dan berisi puji-pujian. Slawatan, yaitu tetembangan dengan kata-kata Arab dengan diiringi tepukan rebana. Selain itu masih ada lagi wayang, mantra, cerita (cerita panji), geguritan, dan kidung. Menurut I Made Swastika, daerah Bali terdapat tradisi lisan seperti geguritan Cilinaya, geguritan Megantaka, geguritan Bagus Umbara, geguritan Pakang Raras, geguritan Jong Biru, geguritan Panji Semirang, kidung Wangbang Widya, kidung Waseng, kidung Malat, kidung Panjimarga, kidung Brahmana Sangupati. Menurut I Nengah Dwija, ada beberapa contoh tradisi lisan lain, yakni pertunjukan Sanghyang Rejang, pertunjukan Gambuh, pertunjukan Wayang Wong, pertunjukan Balih-balihan Legong Arya Kebyar, gambuh, wayang kulit, dramatari topeng, peratari arja, sendratari. Suryadi mengatakan bahwa sastra lisan Minangkabau terbagi dua, yakni kaba dan puisi. Prosa kaba contohnya: si Jobang, rabab pasisia, rabab pariaman, dendang panah, basimalin, dan baratan. Puisi contohnya: indang, salawat dulang, bagurau, dan dendang parintang.

    Perkembangan Tradisi Lisan

    Dewasa ini perkembangan tradisi lisan mengalami kemajuan yang cukup pesat. Terlebih lagi dengan adanya media elektronik seperti televisi, radio, bahkan internet. Sarana seperti itu yang kemudian dapat melestarikan dan menyebarkan tradisi lisan hingga ke seluruh Indonesia, bahkan ke luar negeri. Tradisi lisan awalnya adalah berbentuk lisan, namun dalam perkembangannya di samping dilakukan perekaman, juga dilakukan pencatatan. Tradisi lisan kemudian menjadi bentuk tulis. Sesungguhnya tradisi lisan tersebut masih berbentuk lisan, hanya saja dilakukan pencatatanpencatatan agar tradisi lisan tersebut tidak raib. Namun demikian, aplikasi tetap dilakukan dengan lisan. Perubahan tradisi lisan tersebut antara lain disebabkan semakin berkembangnya media massa dan elektronika. Beragam bentuk tradisi lisan baik sejak zaman prasejarah hingga masa kontemporer, dikemas oleh media massa ke dalam beragam bentuk tayangan. Dampaknya adalah orang yang melihat tayangan tersebut akan menyebarluaskan tradisi lisan dalam bentuk baru.

    sumber:

    https://id.wikipedia.org/wiki/Dialek

    Buku BSE Antropologi SMA kelas XI

    Categories: Pembelajaran Antropologi SMA

    One thought on “Materi Antropologi SMA kelas XI: Persamaan dan perbedaan budaya, bahasa, dialek, tradisi lisan yang ada di masyarakat setempat.

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    * Kode Akses Komentar:

    * Tuliskan kode akses komentar diatas:

    Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.