• TRIKOTOMI MASYARAKAT LASEM

    Pendahuluan

    Kajian ini adalah sebuah usaha untuk menganalisis fenomena sosial budaya dengan berpijak pada konsep Clifford Geertz 3 golongan pemeluk agama yaitu abangan, santri dan priyayi dalam bukunya yang berjudul The Religion of Java. dalam buku tersebut ia memaparkan secara sistematik membagi kalangan Jawa menjadi 3 golongan yaitu abangan, santri dan priyayi. Menurut Geertz pembagian ini merupakan pembagian yang dibuat oleh orang-orang jawa sendiri. Namun demikian, meskipun memang benar dalam masyarakat mojokuto sebagian dari penduduk dianggap sebagai abangan, santri dan priyai, hanya saja ini tidak berarti bahwa ketiga golongan itu merupakan kategori – kategori dari satu tipe klasifikasi. Dalam bukunya tersebut Geertz meneliti masyarakat di kota mojokuto yang merupakan samara dari nama kota pare Kediri. Disini penulis menggunakan konsep pembagian golongan agama Geertz mengkaji pembagian golongan agama pada masyarakat Lasem.

    Dalam buku hasil penelitiannya tersebut Greetz tidak mengatakan secara tersurat kerangka teori mana yang dipakainya, tetapi menurut Pardi Suparlan dalam kata pengantar terjemah bahasa Indonesia justru Greetz telah mempunyai suatu kerangka teori yang digunakan untuk menciptakan model untuk analisa, model yang digunakan oleh Robert Redfield. Redfield melihat bahwa kota dan desa merupakan dua struktur sosial yang berbeda, yang masing-masing diwakili oleh warga elti kota dan warga petani di desa, tetapi keduanya mewujudkan adanya suatu hubungan saling tergantung dan melengkapi mewujudkan adanya suatu hubungan saling tergantung dan melengkapi satu sama lainnya, sehingga merupakan suatu sistem sosial sendiri. Greetz secara tersurat menggunakan teori Redfield dalam pembahasan hubungan antara priyayi danpetani dengan penekanan pada dimensi struktur yang berbeda dengan Redfield yang menekankan pada proses komunikasi terus-menerus antara kota dan desa.

     

    Hasil dan Pembahasan

     

    Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah kota Rembang. Sejak dahulu kota kecamatan ini terkenal sebagai Kota Santri. Peninggalan pesantren-pesantren tua di kota ini dapat kita rekam jejaknya hingga sekarang. Banyak ulama-ulama karismatik yg wafat di kota yg terkenal dgn suhu udara yg panas ini. Sebut saja Sayid Abdurrahman Basyaiban (Mbah Sambu) yang kini namanya dijadikan jalan raya yg menghubungkan LasemBojonegoro, KH. Baidhowi, KH. Khalil, KH. Maksum, KH. Masduki dll. Sebagian makam tokoh masyarakat Lasem ini dapat anda jumpai di utara Masjid Jami’ Lasem. Maka tidak berlebihan jika Lasem berjuluk sebagai kota santri, mengingat banyaknya ulama, Pondok Pesantren dan jumlah santri yang belajar agama islam di kota ini. Pondok Pesantren tersebut antara lain: Al Wahdah, Al Hidayah, At Taslim, Al Islah, Al Mashudi, Al Hamidiyyah, Al Fakriyyah, Ash Sholatiyah, Nailun Najah, An Nur, Al Hadi, Al Muyassar, Al Fatah, Al Banat, Al Aziz, Raudlatut Thulab, Pondok Caruban.

     

    Lasem sendiri merupakan daerah yang disinggahi salah satu walisongo yaitu sunan bonang. Sunan bonang menyiarkan agama islam di lasem tepatnya di daerah bonang. ini sering mempergunakan kesenian rakyat untuk menarik simpati mereka, yaitu berupa seperangkat gamelan yang disebut Bonang. Bonang adalah sejenis kuningan yang ditonjolkan dibagian tengahnya. Bila benjolan itu dipukul dengan kayu lunak timbulah suara yang merdu di telinga penduduk setempat. Lebih-lebih bila sunan bonang sendiri yang membunyikan alat musik itu, beliau adalah seorang wali yang mempunyai cita rasa seni yang tinggi, sehingga apabila beliau bunyikan pengaruhnya sangat hebat bagi pendengarnya. Setiap sunan bonang membunyikan

    Bonang pasti banyak penduduk yang datang ingin mendengarnya. Dan tidak sedikit dari mereka yang ingin belajar membunyikan Bonang sekaligus melagukan tembang-tembang ciptaan bonang. Setelah rakyat berhasil direbut simpatinya tinggal mengisikan saja ajaran agama Islam kepada mereka. Tembang-tembang yang  diajarkan sunan bonang adalah tembang yang berisikan ajaran agama Islam. Sehingga tanpa terasa penduduk sudah mempelajari agama Islam dengan senang hati, bukan dengan paksaan.

     

    Geertz membagi masyarakat dalam 3 tipe varian yang berbeda dalam hal ini penulis akan mencoba menerapkan 3 tipe varian yang telah dikatakan oleh Geertz dalam bukunya yang berjudul The Religion of Java.

     

    3 varian golongan yang pertama dalam masyarakat lasem adalah santri, abangan, dan priyayi. Golongan pertama yang akan dijelaskan adalah golongan santri, yang kedua abangan, dan yang ketiga adalah priyayi. Santri diidentifikasi dalam pelaksanaan yang cermat dan teratur ritual-ritual pokok agama Islam, seperti shalat lima kali sehari, shalat jum’at, berpuasa selam Ramadhan, dan menunaikan ibadah haji, juga dimanifestasikan dalam kompleks organisasi-organisasi sosial, amal dan politik seperti Muhammadiyah, Masyumi dan Nahdhatul Ulama. Nilai-nilai bersifat antibirokratik, bebas dan egaliter. Golongan santri dalam masyarakat lasem adalah golongan yang mempunyai jumlah terbanyak diantara 3 varian tersebut. Hal tersebut diakibatkan karena lasem sendiri terkenal dengan julukan sebagai kota santri selain julukan lainnya yaitu little tionghoa.

    Salah satu yang melatarbelakangi lasem sebagai kota santri karena lasem sendiri merupakan basis dakwah yang dilakukan oleh sunan bonang. Selain itu di lasem mempunyai banyak pondok pesantren yang tersebar di seluruh lasem. Lasem juga mempunyai banyak tokoh kyai kyai besar sehingga dapat menarik banyak calon calon santri yang ingin belajar ilmu agama islam ke lasem yang berasal dari luar daerah lasem dan luar jawa antara lainnya dari Cirebon dan sumatera. Jika ada haul kyai banyak masyarakat luar jawa tersebut datang berbondong bondong dengan rombongan banyak menggunakan bis untuk menghadiri haul tersebut. Sedangkan masyarakat lasem yang daerah tempat tinggalnya dekat pondok pondok pesantren bisa dikatakan sebagai masyarakat santri karena mendapatkan pengaruh dari tempat tinggalnya.

     

    Yang kedua adalah varian abangan. Dalam masyarakat lasem terdapat varian abangan dimana golongan abangan tersebut kebanyakan bertempat tinggal di pedesaan dan pegunungan. Berbeda dengan masyarakat santri dan priyayi yang bertempat tinggal di tengah kota lasem. Masyarakat abangan lasem kebanyakan sudah memeluk agama islam tetapi mereka masih percaya terhadap hal hal berbau mistis dan ghaib. Hal hal tersebut sampai saat ini masih dipegang adalah pengobatan tradisional yang biasa dikenal dengan istilah suwuk. Masyarakat abangan lasem kebanyakan lebih memilih berobat di tabib/dukun suwuk daripada berobat ke dokter.

     

    Adapun masyarakat abangan lasem yang memeluk agama islam mempunyai tradisi slametan yang digabung antara agama dan kejawen. Seperti tradisi sedekah bumi dimana masyarakat petani bersyukur atas panen yang telah diberikan oleh tuhan. Jika masyarakat nelayan maka mereka juga mempunyai tradisi yang sama yaitu tradisi sedekah laut. Upacara slametan lainnya juga ada antara lain khitanan, perkawinan, dan kematian. Masyarakat abangan lasem sampai sekarang masih tetap mempertahankan nilai nilai

     

    Golongan yang terakhir masyarakat lasem yaitu masyarakat priyayi. Golongan kaum priyayi lasem umumnya berasal dari para bangsawan zaman dahulu dan pegawai negeri sipil seperti pegawai kecamatan, kelurahan, dan guru. priyayi dibedakan dari rakyat biasa karena memiliki gelar kehormatan yang terdiri dari pelbagai tingkat menurut hirarki hak dan kewajiban. Gelar-gelar itu berfungsi sebagai identifikasi dalam masyarakat. Biasanya golongan priyayi mempunyai suatu ilmu pengetahuan sebagai ciri khasnya .

    Demikian hasil pengelompokan golongan golongan masyarakat lasem berdasarkan konsep santri abangan priyayi yang dikemukakan oleh Clifford Geertz dalam bukunya yang berjudul The Religion of Java.

     

    SIMPULAN

    Dalam struktur masyarakat lasem dengan masyarakat mojokuto ternyata memilik kesamaan struktur. Hal tersebut dapat terlihat jika kita menggunakan konsep yang telah Geertz tawarkan dalam bukunya yang berjudul The Religion of Java. Dalam buku tersebut Geertz membagi masyarakat menjadi 3varian. Golongan pertama adalah Santri dimana golongan tersebut terdiri dari para kyai serta pengikutnya yang taat agama. Golongan kedua adalah golongan abangan dimana golongan tersebut terdiri dari masyarakat pedesaan yang terdiri dari petani, nelayan, dan lain lain yang masih percaya terhadap hal hal dan kekuatan ghaib. Sedangkan golongan terakhir adalah golongan priyayi dimana golongan tersebut terdiri dari para bangsawan tempo dulu, serta oknum pegawa negeri sipil. Dari uraian pembahasan di atas kita dapat melihat struktur masyarakat jawa berdasarkan konsep yang ditawarkan oleh Geertz.

     

    DAFTAR PUSTAKA

    1. https://muslimpoliticians.blogspot.sg/2013/06/trikotomi-masyarakat-jawa-abangan.html
    2. Jurnal Kebudayaan dan Agama Jawa dalam Perspektif Clifford Geertz oleh Nasrudin, Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya

    TRIKONOMI MASYARAKAT LASEM

     

    Categories: Antropologi

    11 thoughts on “TRIKOTOMI MASYARAKAT LASEM

    Tinggalkan Balasan ke lia suprapti Batalkan balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

    * Kode Akses Komentar:

    * Tuliskan kode akses komentar diatas:

    Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.