Jika musim ujian tiba, rutinitas yang tak pernah terlewatkan tentunya adalah belajar ya. Belajarpun banyak macamnya, mulai dari menghafal, hanya cukup membaca, atau harus dibacakan orang lain. Menghafal mungkin adalah jurus jitu bagi seseorang untuk membabat habis soal ujian, tapi mari kita tanya, sudahkah memahami apa yang dihafalkan itu?
Understanding the lesson. Belajar itu memahami, bukan sekadar menghafal. Belajar apapun itu. Okelah jika kita menghafal semuanya bahkan setiap kata, tapi pemahaman adalah yang terpenting.
Menurut Dr. Yusuf Al Qaradhawi dalam bukunya Fiqih Prioritas, ilmu yang hakiki ialah ilmu yang betul-betul kita pahami dan kita cerna dalam otak kita. Itulah yang diinginkan oleh Islam kepada kita. Terlebih pemahaman pada ajaran agama, sebagaimana firman Allah SWT dalam Qs. At-Taubah:122 yang artinya,
“Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
Dalam hadis Abu Musa yang dimuat didalam Shahihain dikatakan,
“Perumpamaan Allah mengutusku dengan petunjuk dan ilmu pengetahuan adalah seperti hujan lebat yang menyirami tanah. Di antara tanah itu ada yang gembur yang bisa menerima air kemudian menumbuhkan rerumputan yang sangat lebat. Ada pula tanah cadas yang dapat menyimpan air sehingga airnya dapat dimanfaatkan oleh manusia. Mereka minum memberi minum pada binatang ternak dan bercocok tanam dengannya. Ada pula tanah yang sangat cadas dan tidak dapat menerima air, tidak dapat mnumbuhkan tanaman. Begitulah perumpamaan orang yang memahami ajaran agama Allah dan memanfaatkan ajaran yang aku diutus untuk menyampaikannya. Dia memahami kemudian mengajarkannya. Begitu pulalah orang yang tidak mau mengangkat kepalanya dan tidak menerima petunjuk Allah yang aku diutus untuk menyampaikannya”
Hadis ini mengumpamakan apa yang dibawa oleh Nabi berupa petunjuk dan ilmu pengetahuan itu, laksana air hujan yang menghidupkan tanah yang mati, bagaikan ilmu agama yang menghidupkan hati yang telah mati. Orang yang menerima ajaran agama pun bermacam-macam, sebagaimana beraneka ragamnya tanah yang menerima air hujan.
Pertama, tingkatan orang yang paling tinggi adalah orang yang memahami ilmu pengetahuan, memanfaatkannya, kemudian mengajarkannya. Ia bagaikan tanah yang subur dan bersih, yang airnya dapat diminum serta menumbuhkan berbagai tanaman diatasnya
Kedua, tingkatan orang yang dibawahnya adalah orang yang mempunyai hati yang dapat menyimpan, tetapi ia tidak mempunyai pemahaman yang baik dan mendalam pada akal pikirannya sehingga tidak dapat membuat kesimpulan hukum yang dapat dimanfaatkan oleh orang lain. Mereka addalah orang-orang yang hafal. Bila ada orang yang datang memerelukan ilmu pengetahuan yang dimilikinya, di dapat memberikan manfaat hafalan itu kepada orang lain. Kelompok orang seperti ini diumpamakan seperti tanah cadas yang mampu menampung air sehingga datang orang yang meminum airnya atau memberi minum kepada binatang ternaknya, atau menyirami tanaman mereka, atau menyirami tanaman mereka.
Ketiga, ialah orang-orang yang tidak memiliki pemahaman dan juga tidak ahli menghafal, tidak punya ilmu dan tidak punya amal. Mereka bagai tanah cadas yang tidak dapat menampung air dan tidak dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
Hadis tersebut menunjukkan bahwa manusia yang tinggi derajatnya disisi Allah dan Rasul-Nya adalah orang yang memahami dan mengerti, disusul orang yang menghafal. Disitulah letak kelebihan orang yang paham atas orang yang menghafal, dan letak kelebihan fuqaha atas para huffazh.
Bukan maksudnya hafalan sama sekali tak berarti dan tak bernilai. Hafalan tetap penting sebagai gudang data dan ilmu pengetahuan untuk kemudian dimanfaatkan. Menghafal bukan tujuan, tapi sarana untuk mencapai tujuan. Apa itu? Memahami. Mungkin banyak yang memberi perhatian lebih tinggi kepada hafalan daripada pemahaman. Tak bisa dipungkiri, ini banyak sekali terjadi di lingkungan pendidikan kita. Masih ingat pelajaran-pelajaran habis ujian kemarin? Masih? Berarti Anda sudah pada taraf memahami, masuk ke long term memory, jadi tak mudah hilang dari ingatan. Kalau sudah lupa, itu berarti belajar kita selama ini terhenti pada proses menghafal saja.
Baiklah, beberapa tips belajar dibawah ini tak ada salahnya dilakukan agar belajar bukan hanya menghafal,
1. Berdoa sebelum belajar
Mintalah izin kepada Sang Pemilik Ilmu. Niatkan semua untuk ibadah dan mendapat ridho-Nya. Berwudhu sebelum belajar juga dianjurkan agar kita dalam keadaan suci saat belajar.
2. Berhenti pada Setiap Bab
Tentukan target bacaan setiap hari, usahakan untuk berhenti pada setiap bab. Hal ini untuk menyegarkan kembali ingatan kita tentang bab yang baru saja dipelajari. Dan hal terpentingnya adalah menuliskan kembali ide-ide pokok dalam bab tersebut. Sedikitnya, kita bisa menuliskan satu paragraf tentang substansi bab tersebut.
3. Diskusi
Kini kita mempunyai paragraf-paragraf ide pokok dari bahan yang dipelajari. Selanjutnya adalah mendiskusikan buku yang kita baca itu. Selain menguji sejauh mana pemahaman kita terhadap buku tersebut, kita juga bisa berbagi pengetahuan dengan orang lain.
4. Tulis dan Publikasikan
Hasil diskusi dengan ditambah paragraf-paragraf ide pokok yang kita punya dikombinasi dan dikompilasikan dalam sebuah tulisan. Setelah itu publikasikan tulisan tersebut melalui blog pribadi, mading, atau apapun yang memungkinkan. Sewaktu-waktu jika kita lupa atau sama-samar terhadap isi buku tersebut, tulisan ini dapat menyegarkan ingatan kita. Tulisan tersebut adalah garis besar bukunya. Membacanya berarti sama dengan membaca buku yang dimaksud.
Jadi tunggu apa lagi? yang masih menghafal saja mari dipahami yang dihafal itu, yang sudah hafal dan sudah paham semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan yang belum hafal apalagi memahami, mari belajar lagi. Karena sungguh ilmu yang telah kita punya sekarang ini tak berarti apa-apa dibandingkan ilmu Allah yang jika dituliskan, tinta sebanyak air laut pun tak akan cukup.
( Dr. Yusuf Al Qaradhawi dalam Fiqh Prioritas, Hartono dalam segiempat.com)
Oleh: Risma Nur Anissa
Sumber : https://www.muslimdaily.net/artikel/agar-belajar-tak-sekadar-menghafal.html