Penasaran dengan antropologi kesehatan? Yuk simak sedikit ulasan mengenai antropologi kesehatan. Antropologi kesehatan adalah sebagai ilmu yang membantu untuk mendekati masalah kesehatan dari perspektif kebudayaan. Menurut Foster (1986), antropologi kesehatan memiliki kedua dimensi yaitu dimensi teoritis dan dimensi praktis. Dimensi teoritis merupakan studi komprehensif tentang relasi timbal balik faktor biologi dengan budaya terkait dengan permasalahan kesehatan dan penyakit. Sedangkan dimensi praktis merupakan partisipasi profesional ahli antropologi dalam program perbaikan kesehatan masyarakat dan perubahan tingkah laku sehat yang lebih baik.[1]
Dalam antroplogi kesehatan telah dijelaskan mengenai konsep sehat, sakit, dan penyakit. Konsep sehat, sakit, dan penyakit yang dimiliki suatu masyarakat dibentuk oleh kebudayaan yang melatarbelakanginya. Misalnya di dalam suatu masyarakat ada yang menganggap bahwa orang tersebut sehat dilihat oleh orang lain ternyata orang tersebut mempunyai penyakit yang sedang dideritanya. Sehat adalah kondisi dimana seseorang dapat melakukan segala kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari tanpa adanya rasa mengeluh. Sakit adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat melakukan kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari karena ada yang dirasakan oleh tubuh atau jiwa yang disebabkan oleh gangguan fungsional, penyakit atau keturunan. Penyakit adalah suatu peralihan dari keadaan sehat ke suatu kondisi abnormal dari bagian tubuh atau jiwa.
Terdapat tiga konsep sakit yang ada di dalam antropologi kesehatan yaitu illness, disease, dan sickness. Illness adalah sakit dalam perspektif kultural biasanya dipengaruhi oleh kebudayaan-kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat. Disease adalah sakit dalam perspektif medis, gangguang fungsi biologis maupun psikis individu. Sedangkan sickness merupakan suatu kebudayaan bagaimana masyarakat melihat kita. Sakit sickness disini lebih ke arah personal sehingga yang mengetahui dirinya sakit hanya dirinya dan yang merasakan hanya dirinya sendiri.
Konsep sakit yang biasanya kita ketahui berbeda dengan konsep sakit “medis modern”. Sebagai masyarakat Jawa, sakit lebih terkait pada permasalahan fungsional-disfungsional dalam peran dan aktivitas sosial. Misalnya diare pada anak-anak di Jawa tidak dianggap sebagai penyakit yang membahayakan seperti konsep sakit “medis modern”. Sakit diare yang terjadi pada anak-anak ataupun balita biasanya dianggap akan bertambah kepandaiannya. Peralihan dari yang masih jalan dengan bantuan orang lain menjadi bisa jalan sendiri ataupun tumbuhnya gigi baru. Dengan kondisi yang demikian, menyebabkan masyarakat Jawa menganggap penyakit diare adalah penyakit biasa yang diderita pada anak-anak atau balita bahkan orang dewasa. Hal ini dikarenakan oleh kebudayaan masyarakat Jawa yang melatarbelakanginya.
Sedangkan contoh penyakit lain yang dianggap di Indonesia adalah penyakit biasa dan dianggap oleh masyarakat barat adalah penyakit yang serius yaitu influenza. Influenza yang sering menyerang masyarakat dianggap penyakit yang biasa dan pasti akan sembuh dengan sendirinya. Banyak masyarakat kita yang menganggap penyakit influenza adalah penyakit yang musiman dan tidak memerlukan perawatan khusus sehingga tidak mengganggu aktivitas maupun pekerjaan seperti biasanya. Pada musim penghujan biasanya masyarakat Indonesia sering terjangkit penyakit influenza. Berbeda dengan masyarakat barat yang menganggap influenza adalah penyakit yang serius dan memerlukan perawatan khusus sampai sembuh sehingga dapat melaksanakan aktivitas maupun pekerjaan seperti biasanya.
Antropologi kesehatan juga menjelaskan bagaimana sistem medis yang ada di masyarakat. Sistem medis dianggap sebagai strategi adaptasi sosial-budaya. Penyakit, dengan rasa sakit dan penderitaannya, merupakan kondisi manusia yang dapat diramalkan; dan merupakan gejala biologis maupun kebudayaan yang bersifat universal. Sakit yang terjadi pada hewan biasanya mereka menjauhi atau meninggalkan si penderita. Namun sakit yang terjadi pada manusia lebih sering berusaha untuk menyembuhkan si sakit.[2]
Dalam usahanya untuk menanggulangi penyakit, manusia telah mengembangkan “suatu kompleks luas dari pengetahuan, kepercayaan, teknik, peran, norma-norma, nilai-nilai, ideologi, sikap adat-istiadat, upacara-upacara dan lambang-lambang yang saling berkaitan dan membentuk suatu sistem yang saling menguatkan dan saling membantu” (Saunders 1945: 7). Secara singkat, kita memandang setiap sistem medis sebagai mencakup semua kepercayaan tentang usaha meningkatkan kesehatan dan tindakan serta pengetahuan ilmiah maupun keterampilan anggota-anggota kelompok yang mendukung sistem tersebut.[3]
Antropologi kesehatan mempelajari teori penyakit dan sistem perawatan kesehatan. Suatu sistem teori penyakit meliputi kepercayaan-kepercayaan mengenai ciri-ciri sehat, sebab-sebab sakit, serta pengobatan dan teknik-teknik penyembuhan lain yang digunakan oleh para dokter. Suatu sistem teori penyakit merupakan suatu sistem ide konseptual, suatu konstruk intelektual, bagian dari orientasi kognitif anggota-anggota kelompok tersebut. Suatu sistem perawatan kesehatan memperhatikan cara-cara yang dilakukan oleh berbagai masyarakat untuk merawat orang sakit dan untuk memanfaatkan “pengetahuan” tentang penyakit untuk menolong si pasien. Suatu sistem perawatan kesehatan adalah suatu pranata sosial yang melibatkan interaksi antar sejumlah orang, sedikitnya pasien dan penyembuh.[4]
Beberapa unsur universal dalam sistem-sistem medis yang terdapat di antropologi kesehatan yang pertama sistem medis adalah bagian integral dari kebudayaan-kebudayaan. Artinya, sistem medis tidak dapat dimengerti menggunakan medis saja tetapi juga harus melihat pola-pola kebudayaan sehingga sistem medis dapat dipahami. Yang kedua, penyakit ditentukan oleh kebudayaan. Penyakit yang dimiliki suatu masyarakat dibentuk oleh kebudayaan yang melatarbelakanginya. Sehingga penyakit yang sama dalam masyarakat yang berbeda memiliki perbedaan karena kebudayaannya berbeda. Yang ketiga, semua sistem-sistem medis memiliki segi-segi pencegahan dan pengobatan. Semua sistem medis yang ada di masyarakat berbedapun memiliki pencegahan dan pengobatannya masing-masing baik penyakit yang disebabkan oleh natural maupun penyakit yang disebabkan oleh supranatural. Yang keempat, sistem medis memiliki sejumlah fungsi. Sistem medis memiliki beberapa fungsi, salah satunya fungsi yang penting bagi kesejahteraan kebudayaan, di mana mereka menjadi bagian darinya yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat.
Antropologi kesehatan mempelajari etnomedisin yang merupakan sistem pengobatan dari berbagai masyarakat. Di dalam etnomedisin terdapat etiologi penyakit yaitu sistem-sistem medis personalistik dan sistem-sistem medis naturalistik. Suatu sistem personalistik adalah suatu sistem di mana penyakit (illness) disebabkan oleh intervensi dari suatu agen yang aktif, yang dapat berupa makhluk supranatural (makhluk gaib atau dewa), makhluk yang bukan manusia (seperti hantu, roh leluhur, atau roh jahat) maupun makhluk manusia (tukang sihir atau tukang tenung). Dalam sistem-sistem naturalistik, penyakit (illness) dijelaskan dengan istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi. Sistem-sistem naturalistik, di atas segalanya, mengakui adanya suatu model keseimbangan, sehat terjadi karena unsur-unsur yang tetap dalam tubuh, seperti panas, dingin, cairan tubuh (humor atau dosha), yin dan yang, berada dalam keadaan seimbang menurut usia dan kondisi individu dalam lingkungan alamiah dan lingkungan sosialnya. Sistem-sistem etiologi personalistik dan naturalistik sudah tentu tidaklah eksklusif satu sama lainnya. Orang-orang yang menggunakan sebab personalistik untuk menjelaskan tentang terjadinya penyakit (illness) biasanya mengakui adanya faktor alam atau unsur kebetulan sebagai penyebab. Masyarakat yang merasakan bahwa beberapa penyakit merupakan akibat dari sihir atau mata jahat.[5]
Terdapat konsep-konsep sebab-akibat dalam sistem naturalistik. Sistem-sistem naturalistik menjelaskan tentang penyakit (illness) dalam istilah-istilah sistemik yang bukan pribadi, di sini agen yang aktif tidka menjalankan peranannya. Yang pertama, patologi humoral berdasarkan atas konsep “humor” (cairan) dalam tubuh manusia. Akarnya ditemukan dalam teori Yunani mengenai empat unsur (tanah, air, udara, dan api) yang telah dikenal sejak abad ke-6 s.M. Yang kedua, Pengobatan Ayurveda Menurut teori Ayurveda, alam semesta, terdiri dari empat unsur yang sama, seperti yang dikenal oleh orang Yunani (tanah, air, udara, dan api) ditambah unsur kelima, yaitu eter (ether). Yang ketiga, Pengobatan tradisional Cina. Pengobatan Cina kuno mulai menggunakan penjelasan naturalistik pada saat yang kira-kira sama ketika proses sedang berlangsung pula di Yunani dan di India. Seperti telah disebutkan, keseimbangan yang tepat antara yin dan yang dalam tubuh adalah penting untuk kesehatan. Penyakit-penyakit yang dianggap terjadi karena kekuatan-kekuatan luar (eksternal) adalah penyakit yang, sedangkan penyakit-penyakit yang diduga sebagai akibat dari kekuatan-kekuatan dalam (internal) adalh penyakit-penyakit yin. Namun yin dan yang senantiasa dipandang sebagai satu kesatuan yang dalam situasi apapun, yang menggabungkan unsur positif dan negatif. [6]
Terdapat unsur-unsur emosional dalam teori penyebab di dalam antropologi kesehatan. Kepercayaan yang tersebar luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah tepat untuk ditaruh di dalam salah satu dari dua kategori besar tersebut. Manfaat yang terbesar dari sistem klasifikasi personalistik-naturalistik adalah bahwa hal itu memungkinkan suatu reduksi dari sejumlah besar penyembuh, teknik-teknik pengobatan, peramalan, dan unsur-unsur medis lainnya, yang dideskripsikan bagi masyarakat umum dalam suatu tatanan yang teratur.
Di dalam antropologi kesehatan juga terdapat Etiologi-etiologi komprehensif dan terbatas. Etiologi-etiologi medis personalistik merupakan bagian dari sistem-sistem penjelasan yang lebih komprehensif, sedangkan etiologi-etiologi naturalistik sebagian terbesar terbatas pada masalah penyakit. Sistem-sistem personalistik, penyakit hanya merupakan suatu kasus khusus dalam penjelasan tentang segala kemalangan. Etiologi-etiologi yang naturalistik hanya terbatas pada penyakit-penyakit tertentu; mereka tidak ada hubungan dengan kekeringan, kegagalan perburuan, pertikaian tanah, atau gangguan-gangguan lain dalam kehidupan.[7]
Penyakit, religi dan magi apabila dihubungkan antara religi dan magi dengan sistem-sistem etiologi, tampak jelas bahwa kedua pihak berkorelasi dengan sistem-sistem personalistik dan kurang sekali berhubungan dengan sistem-sitem naturalistik. Dalam sistem naturalistik, prosedur pengobatan jarang bersifat ritual, dan unsru-unsur religi dan magi sedikit sekali berperan di dalamnya. Apabila unsur-unsur religi terdapat dalam pengobatan penyakit dalam sistem-sistem naturalistik, maka unsur-unsur tersebut secara konseptual berbeda dangan yang ada dalam sistem-sistem personalistik.[8]
Tingkatan-tingkatan penyebab merupakan hubungan sebab-akibat. Sistem-sistem personalistik adalah lebih kompleks, dalam arti bahwa dua tingkatan kausalitas atau lebih dapat dibedakan, dan dalam usaha penyembuhan, tingkatan-tingkatan ini harus diperhitungkan. [9]
Shaman dan pengobat lainnya merupakan hubungan sebab-akibat. Shaman, dengan cara berkomunikasi langsung dengan alam roh, dan dukun sihir, dengan kekuatan-kekuatan magisnya, merupakan jawaban logis terhadap kebutuhan akan konsep-konsep kausalitas ganda.[10]
Diagnosis oleh diri sendiri dalam masyarakat-masyarakat yang menganut etiologi naturalistik dilukiskan melalui apa yang dilakukan orang Tzintzuntzan, Meksiko. Apabila seorang individu merasa tidak sehat, ia akan mengingat kembali suatu pengalaman di malam sebelumnya, sehari sebelumnya, bahkan sebulan atau setahun sebelumnya, sampai peristiwa diketahui dan dianggap sebagai sesuatu yang telah menimbulkan gejala yang mengganggu kesehatannya.[11]
Pengobatan rakyat amerika dijelaskan di dalam etnomedisin antropologi kesehatan. Sistem medis rakyat Amerika, yang didefinisikan sebagai semua kepercayaan dan praktek yang bukan merupakan bagian dari kedokteran ilmiah yang kuno. Pengobatan rakyat Ero-Amerika nyatanya senantiasa lebih menonjolkan etiologi naturalistik; walaupun penyakit sering dijelaskan sebagai akibat dari hukuman Tuhan, hal yang menarik adalah frekuensi dari penggunaan alasan nonsupranatural dan nonmagis. Pengobatan tradisional rakyat kulit hitam Amerika merupakan pengobatan rakyat resmi yang sepenuhnya merupakan tradisi lisan. Kepercayaan terhadap supranatural, magi dan sihir memainkan peranan penting. Para penyembuh yang berhasil adalah mereka yang memiliki kekuatan ilmu gaib, sekaligus juga pengetahuan tentang ramuan tumbuh-tumbuhan. Pengobatan rakyat Amerika-Spanyol merupakan “sistem” yang lebih terintegrasi daripada dua yang lainnya, artinya, baik dalam teori maupun terapi, sebagian terbesar cocok dengan model kesehatan “keseimbangan”. Pengobatan rakyat Amerika-Spanyol berbeda dengan pengobatan rakyat kulit hitam maupun Ero-Amerika, karena lebih merupakan transplantasi langsung dari negeri asalnya terutama Meksiko, Cuba dan Puerto-Rico.[12]
Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pengobatan rakyat amerika dipandang sebagai etnomedisin. Etiologi dikotomi personalistik-naturalistik cocok bagi pengobatan rakyat Amerika maupun dalam sistem-sistem lainnya. Etiologi-etiologi personalistik mencakup kepercayaan yang luas terhadap ilmu sihir, mata jahat, dan penyakit akibat hukuman Tuhan atas dosa-dosa yang diperbuat. Etiologi-etiologi naturalistik meliputi kepercayaan bahwa dingin dalam berbagai cara menyebabkan penyakit, mungkin pula berbagai anak-anak yang umum, dan cedera akibat keseleo atau patah tulang (walaupun hal ini bisa pula akibat dari ilmu sihir).
Contoh kasus etnomedisin: Pengobatan tradisional Baduy
Dalam kaitannya dengan masalah kesehatan, setiap masyarakat di muka bumi ini secara budaya mempersepsikan dan mendefinisikannya secara berbedabeda. Menurut konsep masyarakat Baduy, seseorang dikatakan dalam keadaan sakit adalah apabila sesuatu yang dideritanya itu tidak dapat diobati sendiri dan orang itu tidak dapat beraktivitas sehari-hari seperti biasanya. Jika seseorang misalnya menderita batuk, gatal-gatal, masuk angin, atau pilek, belumlah dapat dikatakan sakit karena yang bersangkutan dikatakan masih dapat beraktivitas. Selain itu, seseorang dikatakan sakit, apabila keadaan itu dinyatakan oleh paraji (dukun) atau kokolot lembur (tetua kampung). Dari pengertian tentang “sakit” di atas, ada dua hal yang penting, yakni “jika tidak dapat sembuh sendiri” dan “dinyatakan sakit oleh paraji atau kokolot”. Pernyataan “jika tidak dapat sembuh sendiri” memiliki konsekuensi positif bahwa masyarakat Baduy selalu berusaha untuk mencari dan mengatasi gangguan ketidaknyamanan dalam dirinya.
Umumnya mereka memanfaatkan sumber daya alam sekitarnya, khususnya tanaman yang diyakini memiliki khasiat menghilangkan gangguan kesehatannya. Hal positif lainnya adalah masyarakat Baduy berusaha mempertahankan pengetahuan dan kearifan lokalnya untuk pengobatan penyakit. Sementara itu, dari pernyataan “dinyatakan sakit oleh paraji atau kokolot” juga memiliki konsekuensi positif bahwa masyarakat Baduy masih tetap mempertahankan keberadaan dan fungsi adat dan kelembagaan formalnya, khususnya yang berkaitan dengan masalah kesehatan. Istilah sakit dalam bahasa Baduy sering disebut dengan masalah kesehatan.
Istilah sakit dalam bahasa Baduy sering disebut dengan nyeri, sedangkan istilah penyakit digunakan panyakit. Orang yang sedang sakit disebut dengan istilah gering, sedangkan orang yang menderita atau mengidap penyakit dinamakan panyakitan. Orang yang membawa atau menularkan penyakit dalam bahasa Baduy disebut nepaan. Adapun orang yang sehat atau tidak sakit disebut jagjag, sedangkan orang yang membantu menyembuhkan penyakit disebut paraji dan dukun. Istilah sakit atau nyeri terdapat dalam beberapa kategori lagi, misalnya muriang, nyeri sirah, nyeri teu puguh, nyeri teu cagur, leuleus, asup angin, dan lileur untuk menyatakan kondisi badan yang panas, sakit kepala, tidak enak badan, kurang sehat, badan lemas, masuk angin, dan batuk-batuk. Sebaliknya, orang yang sehat atau jagjag juga terbagi dalam beberapa sebutan lagi, seperti sangat sehat atau segar bugar (jagjag waringkas) dan tangkas atau gesit (jalingeur).
Pengetahuan mengenai penyakit dan pengobatannya bagi masyarakat Baduy termasuk warisan tradisional yang diturunkan dari generasi ke generasi. Sejak kecil sebagian mereka telah diajarkan oleh orang tua mereka yang memiliki pengetahuan memanfaatkan tanaman-tanaman tertentu di sekitarnya untuk mengobati berbagai penyakit. Tanaman-tanaman tersebut banyak dan dapat diperoleh di hutan, sekitar ladang, atau sepanjang jalan menuju hutan atau ladang. Beberapa contoh tanaman yang biasa digunakan sehari-hari oleh masyarakat Baduy untuk mengobati penyakit ringan adalah: daun jambu biji untuk mengobati sakit perut, daun jampang pahit untuk mengobati luka, tanaman capeuk untuk menghilangkan pegal-pegal, daun harendong untuk mengobati sakit gigi, dan kulit pohon terep untuk menghilangkan gatal-gatal pada kulit.
Oleh karena itu, jika memerlukan tanaman untuk mengobati penyakit tertentu dengan menggunakan tumbuhan, biasanya masyarakat Baduy mencari di semak belukar sekitar kampung, ladang, atau di hutan. Permasalahan muncul ketika tanaman obat yang mendadak diperlukan tidak diperoleh di sekitar kampung, melainkan harus dicari di ladang atau di hutan. Padahal jarak antara pemukiman dan ladang atau hutan cukup jauh. Kalaupun dapat dicapai, kadang kala tanaman yang dimaksud tidak dijumpai, karena hutan semakin gundul akibat perluasan ladang. Salah satu langkah yang dapat diusulkan menjadi jalan keluar untuk menghadapi permasalahan tersebut adalah misalnya dengan membuat kebun apotek hidup. Kebun apotek hidup tersebut berupa lahan yang di dalamnya ditanami tumbuh-tumbuhan yang diyakini dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam penyakit. Kebun apotek tersebut sekurang-kurangnya dibuat di lingkungan pemukiman sehingga tanaman-tanaman berkhasiat obat mudah diperoleh karena tumbuh di lingkungan tempat tinggal. Jika terjadi keperluan mendadak untuk pertolongan kesehatan, tidak perlulah mencari tanaman obat jauh-jauh ke hutan. Manfaat lain kebun apotek hidup ini adalah kemungkinan dapat menurunkan pengetahuan dan kearifan lokal mengenai pengobatan tradisional berbasis tanaman ke generasi selanjutnya.
Pengobatan yang selama ini sudah memudar kembali dikenal dan diingat. Khazanah pengetahuan tentang obat dan pengobatan berbasis tanaman pun dengan demikian makin bertambah. Masyarakat tradisional setempat pun dapat mengobati penyakit dengan menggunakan tanaman berkhasiat obat tanpa melanggar pantangan adat.[13]
Setelah membaca sedikit ulasan mengenai antropologi kesehatan, sudah menjadi lebih mengetahui kan? Bagaimana asiknya mempelajari antropologi kesehatan. Kita juga dapat mengetahui bagaimana penyakit yang dilihat dari perspektif budaya dan penyakit yang dilihat dari perspektif medis. Sekian sedikit ulasan mengenai antropologi kesehatan. Semoga di lain waktu dapat dilanjutkan dengan pembahasan yang lebih dalam.
[1] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[2] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 41-42. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[3] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 44-45. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[4] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 45-46. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[5] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 63-65. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[6] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 67-76. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[7] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 80. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[8] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 81. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[9] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 82. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[10] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 83. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[11] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 83. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[12] Anderson, Foster. 2006. Antropologi Kesehatan hal 84-90. Jakarta : Universitas Indonesia (UI-Press).
[13] Permana, R. Cecep. Masyarakat Baduy dan Pengobatan Tradisional Berbasis Tanaman. Wacana, Vol. 11 No. 1 (April 2009): 81—94.
semangat nge-blog 😀
Terima kasih rim 😀
semangat menulisnya kak, saya tunggu postingan- postingan selanjutnya 🙂
Terima kasih rop 🙂
Sudah rapi yas, lanjutkan 😀
terima kasih oci 😀
Artikel yang menarik kaka, lanjutkan menulisnya 😀
terima kasih intan 🙂
sudah rapi tampilan blognya kak, semangat menulis ya kak 😀
Terima kasih ayoe 😀
tampilannya simple tapi menarik. fotonya bikin blognya ada manis-manisnya gituuuuu :p
Fotonya? ngejek nih novita 😛 makasih taaa 😀
artikelnya bermanfaat yas, semangat menulis artikel-artikel berikutnya 🙂
Terima kasih diah 😀
bagus blognya kakaa.. semangat berkarya lagi 🙂
terima kasih ika 🙂
Jadi tambah pengetahuan tentang antropologi kesehatan meskipun tidak mengambil makul tersebut.. lanjutkan buat artikelnya kaka
terima kasih uke 🙂
isinya sudah bagus, rapi juga… ditunggu postingannya 🙂
terima kasih ncoop 🙂
semangat mbak sekar
wuihhhhhhhhhhhhh bagus banget artikelnya adeknya foster dan anderson ya ??? lanjutkan kakak semangar
:2thumbup
artikelnya bermanfaat banget 🙂
makasih udah diajak belajar antropologi kesehatan kak 😀
waw menarik sekali teman