Perilaku Masyarakat di sekitar Hutan Mangrove Pantai Alam Indah Kota Tegal

PENDAHULUAN

Hutan mangrove terdiri atas berbagai kelompok tumbuhan seperti pohon,  semak,  palmae, dan paku-pakuan yang beradaptasi terhadap habitat yang masih dipengaruhi oleh  pasang  surut  air laut (Sugianto, 1995). Sekarang ini di Pulau Jawa hanya tinggal  sekitar 49.900 ha dari hutan mangrove dan hanya 7.700 ha berada  di  sebalah  Timur (Chong,  et  al. 1990). Hutan Mangrove adalah hutan yang biasa tumbuh di atas rawa-rawa, berair payau, serta terletak pada garis pantai yang dipengaruhi pasang surut air laut. Secara khusus, hutan ini biasanya terbentuk di tempat-tempat yang menjadi area pengendapan atau pelumpuran bahan-bahan organik. Ekosistem hutan bakau cenderung bersifat khas. Karena merupakan area pengendapan lumpur dan berhubungan langsung dengan pasang surut air laut, maka hanya sedikit jenis tumbuhan yang dapat bertahan hidup. Jenis-jenis tumbuhan tersebut biasanya bersifat khas karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi yang panjang.

Ekosistem mangrove bukan lahan yang tidak memiliki nilai guna, tetapi merupakan ekosistem yang produktif, mempunyai nilai guna disetiap tumbuhannya, memiliki fungsi ekonomi, serta fungsi ekologi. Selain itu hutan mangrove juga tempat berkembangbiaknya ikan-ikan. Sehingga hutan mangrove memiliki fungsi penting bagi masyarakat di sekitar kawasan pesisir.

Sebagian masyarakat ada yang kurang mengerti manfaat hutan mangrove sehingga mereka menebang seenaknya untuk dijadikan sebagai tambak, pemukiman, dan industri. Dampak dari adanya penebangan liar mengakibatkan ikan-ikan yang sedang berkembangbiak mati. Selain itu adanya abrasi pantai yang tidak bisa dihindari menyebabkan terjadinya erosi pantai.

Hutan mangrove yang ada di Pantai Alam Indah selain dapat mengurangi terjadinya abrasi air laut, selain itu juga dapat menambah perekonomian warga. Karena dengan adanya hutan mangrove, pemerintah menjadikannya sebagai tempat wisata. Selain itu, perilaku warga dalam menjaga kelestarian hutan mangrove sangat baik. Mereka menjaga kelestarian hutan mangrove agar tetap tumbuh subur. Karena hutan mangrove dapat membantu perekonomian masyarakat sekitar yang berjualan disekitar hutan mangrove.

Sejak tahun 2012, masyarakat mulai ramai berkunjung ke hutan mangrove di Pantai Alam Indah. Mereka berkunjung untuk mengambil gambar dan menghilangkan rasa penasaran. Masyarakat yang tinggal disekitar hutan mangrove pun mempunyai kebiasaan baru yaitu berjualan di depan pintu loket kawasan hutan mangrove. Antara pintu loket Pantai Alam Indah dan pintu loket hutan mangrove berbeda sehingga jika ingin masuk ke hutan mangrove harus membayar lagi. Dana yang diambil dari loket masuk kawasan hutan mangrove digunakan untuk membersihkan sampah karena terdapat sampah-sampah plastik atau sisa makanan yang ada di sekitar hutan mangrove tersebut.            `

Rumusan masalah:

  1. Bagaimana perilaku masyarakat sekitar terhadap adanya hutan mangrove?
  2. Bagaimana tindakan pemerintah Kota Tegal terhadap adanya hutan mangrove?

PEMBAHASAN

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).

Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon-pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga : Avicennie, Sonneratia, Rhyzophora, Bruguiera, Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).

Hutan mangrove yang luasnya sekitar 1 ha yang ditanami tanaman pelindung seperti Cemara laut, Bakau, Mangga, Widara Laut, Waru, dan Mahoni. Selain banyak dikunjungi wisatawan untuk menikmati sejuknya udara segar kawasan ini juga sering dijadikan sebagai lokasi pengambilan foto. Pada tahun 2001 hutan mangrove ini mulai dibangun semula ide untuk mengurangi abrasi air laut serta menjaga ekosistem.

Masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan mangrove ikut serta menjaga kelestarian hutan mangrove. Perilaku masyarakat sekitar yang dulunya tidak peduli terhadap lingkungan kini semenjak adanya hutan mangrove menjadi peduli terhadap lingkungan. Misalnya setiap 2 minggu sekali ada beberapa masyarakat yang memotong rumput di dalam hutan mangrove. Jalanan di dalam kawasan hutan mangrove menggunakan paving. sehingga ada juga yang masyarakat yang menyapu dan membersihkan sampah di sebelah paving.

Setelah adanya hutan mangrove di kawasan Pantai Alam Indah, masyarakat sekitar juga ada yang berjualan di depan pintu masuk. Mereka menjual makanan untuk wisatawan yang berkunjung di hutan mangrove. Perilaku masyarakat sekitar yang berjualan dapat menambah penghasilan. Tidak hanya itu saja, ada juga masyarakat yang menjadi tukang parkir di kawasan hutan mangrove. Karena wisatawan yang berkunjung banyak sehingga ada masyarakat yang inisiatif menjadi tukang parkir. Wisatawan memilih untuk parkir di dekat hutan mangrove dari pada di tempat parkir yang telah disediakan pihak Pantai Alam Indah. Dengan tarif parkir sepeda motor Rp 2.000,00 dan mobil Rp 3.000,00.

Menurut hasil wawancara yang saya lakukan dengan wisatawan yang bernama Ali, ia mengatakan bahwa hutan mangrove untuk mempertahankan ekosistem dan mengurangi pemanasan global. Sebaiknya hutan mangrove ini diperluas lagi agar pengunjungnya semakin banyak. Selain itu menurut Zaki yang merupakan fotografer dari pengunjung, ia mengatakan bahwa hutannya masih bagus masih keliatan alami dan cocok buat lokasi foto. Ia merasa senang karena selain dapat merasakan sejuknya udara segar kawasan ini juga sering dijadikan sebagai lokasi pengambilan foto para pelanggannya. Menurut Bapak Warto sebagai  Ketua Paguyuban Pencinta Lingkungan Hidup, beliau mengatakan bahwa manfaat hutan bakau untuk mengurangi polusi udara, abrasi air laut, mengurangi rasa panas, memberi suasana sejuk di tepi pantai. Menurutnya hutan bakau tersebut sebaiknya diperluas lagi selain menciptakan lingkungan yang bersih, asri, dan nyaman juga dapat menarik pengunjung lebih banyak lagi.

Sebagai tanaman pesisir, mangrove memiliki banyak sekali manfaat. Selain sebagai benteng alam terhadap abrasi dan intrusi air laut, tanaman ini juga bisa dimanfaatkan sebagai panganan, pewarna alam, dan bahan baku tekstil. Mengingat pentingnya tanaman tersebut, program Merajut Sabuk Hijau Pantai Kota Tegal ini melakukan pada pengembalian ekosistem pesisir dengan penanaman 12.000 tanaman mangrove yang terdiri dari jenis cemara laut, api-api, dan ketapang. Selain itu, dilakukan pula pembibitan terhadap 20.000 tanaman mangrove yang nantinya bisa terus digunakan untuk mengembalikan hutan mangrove di pesisir Kota Tegal sepanjang 7,5 kilometer. Pembibitan tersebut juga diarahkan penyediaan bibit bagi lembaga lain atau kota lain yang ingin melakukan penanaman mangrove. Menurut Ketua Paguyuban Penyelamat Lingkungan yaitu Bapak Riyanto, beliau mengatakan bahwa kondisi pesisir Kota Tegal membutuhkan penanganan maksimal akibat adanya abrasi dan kerusakan ekosistem hutan mangrove.

Sementara itu, Manajer CSR Bank BRI, Bapak Eko Prasetyo mengatakan bahwa dukungan BRI terhadap pengembalian ekosistem pesisir muncul dari rasa prihatin terhadap berkurangnya tanaman mangrove di pesisir yang mengancam komunitas pantai. Manusia, hewan, lingkungan dan perekonomian menjadi berkurag karena hilangnya benteng alam tersebut. Oleh karena itu, melalui program CSR nya, BRI selalu aktif mendukung adanya kegiatan pengembalian ekosistem hutan mangrove itu. “Program ini tidak akan berhenti di Tegal tetapi akan berlanjut ke Indramayu dan Brebes,” katanya.

Di tempat yang sama, Walikota Kota Tegal, Bapak Ikmal Jaya, menegaskan keinginannya untuk menghijaukan Kota Tegal. Beliau mengatakan bahwa, kalau Kota Tegal bisa hijau maka Tegal bisa bersaing dengan kota lain. Penghijauan tidak hanya pada wilayah pesisir dengan mangrove tetapi juga di tengah kota akan dilakukan penanaman pohon.

Pemerintah Kota Tegal meresmikan hutan mangrove sebagai tempat wisata sekitar tahun 2012 dan semenjak itu pendapat daerah meningkat karena banyak wisatawan yang berkunjung ke kawasan hutan mangove. Dulu masyarakat kurang tertarik dengan Pantai Alam Indah setelah adanya hutan mangrove wisatawan dari berbagai daerah bertanganan untuk menghilangkan rasa penasaran dan berfoto. Kini pemerintah Kota Tegal menjaga kelestarian hutan mangrove di Pantai Alam Indah agar dapat mengurangi abrasi dan tetap menjaga ekosistem.

PENUTUP

Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).

Hutan mangrove di kawasan Pantai Alam Indah yang luasnya sekitar 1 ha yang ditanami tanaman pelindung seperti Cemara laut, Bakau, Mangga, Widara Laut, Waru, dan Mahoni. Sebagai tanaman pesisir, mangrove memiliki banyak sekali manfaat. Selain sebagai benteng alam terhadap abrasi dan intrusi air laut, tanaman ini juga bisa dimanfaatkan sebagai panganan, pewarna alam, dan bahan baku tekstil. Selain banyak dikunjungi wisatawan untuk menikmati sejuknya udara segar kawasan ini juga sering dijadikan sebagai lokasi pengambilan foto.

Setelah adanya hutan mangrove di kawasan Pantai Alam Indah, masyarakat sekitar juga ada yang berjualan di depan pintu masuk. Mereka menjual makanan untuk wisatawan yang berkunjung di hutan mangrove. Perilaku masyarakat sekitar yang berjualan dapat menambah penghasilan. Tidak hanya itu saja, ada juga masyarakat yang menjadi tukang parkir di kawasan hutan mangrove. Karena wisatawan yang berkunjung banyak sehingga ada masyarakat yang inisiatif menjadi tukang parkir. Wisatawan memilih untuk parkir di dekat hutan mangrove dari pada di tempat parkir yang telah disediakan pihak Pantai Alam Indah.

Bapak Ikmal Jaya sebagai Walikota Kota Tegal, menegaskan keinginannya untuk menghijaukan Kota Tegal. Beliau mengatakan bahwa, kalau Kota Tegal bisa hijau maka Tegal bisa bersaing dengan kota lain. Penghijauan tidak hanya pada wilayah pesisir dengan mangrove tetapi juga di tengah kota akan dilakukan penanaman pohon.

Sebaiknya hutan mangrove di kawasan Pantai Alam Indah diperluas lagi. Selain menciptakan lingkungan yang bersih, asri, dan nyaman juga dapat menarik pengunjung lebih banyak lagi. Kebersihan dari hutan mangrove sebaiknya tetap dijaga agar bersih dari sampah-sampah. Selian itu pengunjung juga sebaiknya membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan oleh pengelola hutan mangrove tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

  • Artikel Seni dan Budaya Iringi Penanaman 12000 Mangrove di Tegal.
  • Kusmana, C. 2002.Ekologi Mangrove. Bogor: Fakultas Kehutanan – IPB

Bogor.

  • Sulistiyowati, Hari. 2009. “BIODIVERSITAS MANGROVE DI CAGAR

ALAM PULAU SEMPU”. Jurnal Sainstek, Vol 8 No. 1, Juni 2009.

Kawasan-Sabuk-Hijau

17 thoughts on “Perilaku Masyarakat di sekitar Hutan Mangrove Pantai Alam Indah Kota Tegal”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: