Relativitas Budaya
Relativisme budaya adalah tidak adanya kriteria untuk menentukan tinggi dan rendahnya, maju dan mundurnya suatu budaya. Berdasarkan konsep relativisme budaya, semua budaya sama baik dan luhurnya, sama hebat dan sama agungnya. Pada dasarnya penilaian budaya harus dilakukan berdasarkan cara pandang budaya itu sendiri. Budaya sebaiknya jangan dinilai dengan menggunakan tolak ukur dari budaya lain, karena tidak akan ada kesesuaian antara yang dinilai dengan alat penilaiannya. Sebagai contoh, tolak ukur kedewasaan bagi suku bangsa Nias adalah keberhasilan seorang laki-laki melakukan lompat batu. Hal itu hanya dapat dinilai dari sudut pandang budaya suku bangsa Nias, tidak oleh budaya suku bangsa lain.
Setiap kebudayaan memiliki peradaban. Peradaban memiliki beberapa makna, yaitu hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa dan kebudayaan suatu suku bangsa serta kemajuan lahir batin (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001 : 6). Peradaban sama dengan kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai budaya. Dalam hal ini berlaku prinsip relativisme budaya.
Peradaban adalah bagian dari kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai sopan santun dan budi bahasa. Dalam hal ini juga berlaku prinsip relativisme budaya. Peradaban adalah bagian dari kebudayaan, apabila peradaban dimaknai sebagai kemajuan yang berhubungan dengan teknologi suatu budaya. Dalam hal ini tidak berlaku prinsip relativisme budaya. Bangsa-bangsa di dunia memiliki peradaban yang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah, ada yang maju dan ada yang belum maju, tergantung pada perkembangan teknologi budayanya.
Fokus sentral dalam relativisme budaya adalah bahwa dalam suatu lingkungan budaya tertentu, beberapa unsur kebudayaan adalah benar karena unsur-unsur itu sesuai dengan lingkungan tersebut, sedangkan unsur-unsur lain salah karena unsur tersebut mungkin sangat bertentangan dengan bagian-bagian kebudayaan lain. Dengan kata lain, suatu kebudayaan adalah perpaduan dan berbagai unsur dari kebudayaan haruslah benar-benar serasi apabila unsur-unsur itu diharapkan berfungsi secara efisien untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Ketahanan Budaya
Ketahanan budaya bangsa, pada hakikatnya sejalan dengan ketahanan nasional dalam lingkup khusus, yaitu budaya dan kebudayaan nasional. Meskipun demikian, keadaan yang berbudaya dan berkepribadian hanya dapat berkembang di dalam suasana yang kondusif. Esensi ketahanan adalah kondisi dinamik untuk membangun keadaan yang kondusif menyangkut seluruh budaya kolektivitas, perilaku sosial, taat pada kemandirian, bertanggung jawab, komunikatif dll, sehingga tahan terhadap segala macam tantangan bangsa dan meminimalisasi budaya individualitas.
Inovasi dan Asimilasi Budaya
Inovasi atau pembaharuan yaitu suatu proses pembaharuan dan penggunaan sumber- sumber alam, energi, dan modal, pengaturan baru dari tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan adanya sistem produksi menghasilkan produk-produk baru. Dengan demikian inovasi itu mengenai pembaharuan kebudayaan yang khusus mengenai unsur teknologi dan ekonomi. Proses inovasi tentu sangat erat kaitannya dengan penemuan baru dalam teknologi. Suatu penemuan biasanya juga merupakan suatu proses sosial yang panjang dan melalui dua tahap khusus, yaitu discovery dan invention.
Discovery adalah suatu penemuan dari unsur kebudayaan yang baru, baik berupa suatu alat baru, suatu ide baru, yang diciptakan oleh seorang individu, atau suatu rangkaian dari beberapa individu dalam masyarakat yang bersangkutan. Discovery baru menjadi invention bila masyarakat sudah mengakui, menerima, dan menerapkan penemuan baru itu. Proses dari discovery hingga ke invention sering memerlukan tidak hanya seorang individu, yaitu penciptanya saja, tetapi suatu rangkaian yang terdiri dari beberapa orang pencipta.
Berbagai inovasi menurut Koentjaraningrat menyebabkan masyarakat menyadari bahwa kebudayaan mereka sendiri selalu memiliki kekurangan sehingga untuk menutupi kebutuhannya manusia selalu mengadakan inovasi. Sebagian besar inovasi yang terdapat dalam kehidupan masyarakat adalah hasil dari pengaruh atau masuknya unsur-unsur kebudayaan asing dalam kebudayaan suatu masyarakat sehingga tidak bisa disangkal bahwa hubungan antarbudaya memainkan peranan yang cukup penting bagi keragaman budaya di Indonesia.
Pembauran atau asimilasi merupakan proses perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang asli atau lama tidak tampak lagi. Menurut Koentjaraningrat, pembauran adalah suatu proses sosial yang terjadi pada berbagai golongan manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda. Setelah mereka bergaul dengan intensif, sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan masing-masing berubah menjadi unsur kebudayaan campuran. Proses pembauran baru dapat berlangsung jika ada persyaratan tertentu yang mendukung berlangsungnya proses tersebut.
Faktor Pendorong Asimilasi :
1. Toleransi, yaitu saling menghargai dan membiarkan perbedaan di antara setiap pendukung kebudayaan yang saling meleng kapi sehingga mereka akan saling membutuhkan.
2. Simpati, yaitu kontak yang dilakukan dengan masyarakat lainnya didasari oleh rasa saling menghargai dan menghormati.
3. Adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di dalam masyarakat.
4. Adanya perkawinan campuran (amalgamasi).
5. Adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat dalam setiap kebudayaan menyebabkan masyarakat pendukungnya merasa lebih dekat satu dengan yang lainnya.
Daftar Pustaka
Supriyanto. 2009. Antropologi Kontekstual : Untuk SMA dan MA Program Bahasa Kelas XII. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Sutardi, Tedi. 2009. Antropologi Mengungkap Keragaman Budaya : Untuk SMA dan MA Program Bahasa Kelas XI. Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pemdidikan Nasional
blog.unnes.ac.id/anisaauliaazmi