Profil Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga

Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga (DISOSPORA) Kota Semarang beralamat di Jalan Pemuda Nomor 148 Semarang. DISOSPORA berdasarkan dari Peraturan Daerah Kota Semarang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kota Semarang dan Peraturan Walikota Semarang Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Penjabaran Tugas dan fungsi Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga Kota Semarang.

Kedudukan Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga Kota Semarang :

  • Dinas Sosial, Pemuda dan Olahraga adalah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah.
  • Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga dipimpin oleh seorang kepala dinas yang berkedudukan dibawah dan bertanggungjawab kepada walikota melalui sekretaris daerah.

Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga mempunyai tugas melaksanakan urusan pemerintahan daerah di bidang sosial pemuda dan olahraga berdasarkan asas otonomi dan pembantuan.

Fungsi Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga Kota Semarang dalam melaksanakan sebagaimana tugas Dinas Sosial Pemuda dan Olahraga Kota Semarang adalah :

  1. Perumusan kebijakan teknis dibidang potensi dan sumber kesejahteraan sosial, penyanndang masalah kesejahteraan sosial, kepemudaan, pembinaan olahraga, serta sarana prasarana kemitraan.
  2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang potensi dan sumber kesejahteraan sosial, penyanndang masalah kesejahteraan sosial, kepemudaan, pembinaan olahraga, serta sarana prasarana kemitraan.
  3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang potensi dan sumber kesejahteraan sosial, penyanndang masalah kesejahteraan sosial, kepemudaan, pembinaan olahraga, serta sarana prasarana kemitraan.
  4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh walikota sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Visi & Misi PMKS Kota Semarang

VISI

Visi dari Dinas Sosial,Pemuda dan Olahraga Kota Semarang sebagai berikut :

“TERWUJUDNYA KESEJAHTERAAN SOSIAL MASYARAKAT, KEPEMUDAAN DAN    KEOLAHRAGAAN YANG BERDAYA SAING”

Visi ini mengandung pengertian sebagai berikut :

Kesejahteraan Sosial ini mengandung arti bahwa pembangunan bidang kesejahteraan sosial yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat ditujukan untuk mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang masuk ke dalam kategori PMKS menjadi berkesejahteraan. Kondisi dimaksud sesuai dengan undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapa hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melakukan fungsi sosialnya.

M I S I

Berdasarkan Visi tersebut di atas maka, Dinas Sosial,Pemuda dan Olah raga Kota Semarang mempunyai Misi sebagai berikut :

Misi I

Meningkatnya profesionalisme pelayanan dan rehabilitasi sosial guna pemenuhan hak dasar bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial.

Tujuan :

Terwujudnya pelayanan dan rehabilitasi sosial yang berkualtas guna pemenuhan hak dasar bagi penyandang masalah kesejahteaan sosial yang sistematis, berkelanjutan dan bermartabat melelui pelayanan panti dan non panti secara terpadu.

Sasaran :

Meningkatnya penanganan, pelayanan dan rehabilitasi PMKS 20%

Kebijakan Strategis :

Memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi keluarga miskin.

  1. Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial pengambangan kebijakan tentang akses sarana dan prasarana publik bagi penyandang cacat dan lanjut usia :
  • Pelayanan psikososial bagi PMKS di trauma centre termasuk bagi korban bencana.
  • Pembentukan pusat informasi penyandang cacat dan trauma center.
  • Peningkatan kualitas pelayananan sarana dan prasarana rehabilitasi kesejahtraan sosial bagi PMKS.
  • Penyusunan kebijakan pelayanan dan rehabilitasi social bagi PMKS. Penanganan masalah-masalah strategis yang menyangkut tanggap cepat darurat dan kejadian luar biasa.
  • Pembinaan lingkungan sosial.
  • Bimbingan lanjut bagi PMKS purna bina
  1. Pembinaan anak terlantar :
  • Pembangunan sarana dan prasarana tempat penampungan anak terlantar.
  • Pelatihan keterampilan dan praktek belajar kerja bagi anak terlantar.
  • Penyusunan data dan analisis permasalahan anak terlantar.
  • Pengembangan bakat dan keterampilan anak terlantar.
  • Peningkatan keterampilan tenaga pembinaan anak terlantar.
  • Pembangunan Pusat Rehabilitasi Sosial
  1. Pembinaan Para penyandang cacat dan trauma :
  • Pendataan penyandang cacat dan penyakit kejiwaan
  • Pembangunan sarana dan prasarana perawatan para penyandang cacat dan trauma
  • Pendidikan dan pelatihan bagi penyandang cacat eks trauma
  • Pendayagunaan para penytandang cacat eks trauma
  • Peningkatan keterampilan tenaga pelatih dan pendidik
  1. Pembinaan Panti asuhan / panti jompo :
  • Pembangunan sarana dan prasarana panti asuhan/jompo
  • Rehabilitasi sedang/berat bangunan panti asuhan/ jompo
  • Operasional dan pemeliharaan sarana dan prasarana panti asuhan/ jompo
  • Peningkatan keterampilan tenaga pendidik
  1. Pembinaan eks penyandang penyakit sosial :
  • Pendidikan dan pelatihan keterampilan berusaha bagi eks penyandang penyakit sosial.
  • Pembangunan pusat bimbingan/ konseling bagi eks penyandang penyakit sosial
  • Pemantauan kemajuan perubahan sikap mental eks penyandang penyakit sosial
  • Pemberdayaan eks penyandang penyakit sosial.

 

Misi II

Meningkatnya perlindungan dan jaminan sosial bagi PMKS

Tujuan :

Terpenuhinya perlindungan dan jaminan sosial bagi PMKS.

Sasaran :

Penduduk yang bekerja di sector informal berpenghasilan rendah yang tidak tercakup dalam sistem asuransi formal sejumlah 1000 orang untuk mendapatkan ASKESOS

Kebijakan Strategis :

Jaminan sosial yang diberikan dalam bentuk asuransi kesejahteraan sosial dan bantuan langsung berkelanjutan

Program :

Bantuan dan jaminan kesejahteraan sosial

Rincian kegiatan pada masing-masing program :

Bantuan Kesejahteraan sosial.

Peningkatan petugas pelaksana pengelolaan jaminan kesejahteraan Sosial

Fasilitasi pemberian bantuan dan jaminan / Asuransi Kesejahteraan Sosial

Misi III

Mengembangkan potensi serta peran aktif masyarakat, keluarga, organisasi/lembaga sosial, dunia usaha guna mendukung pembangunan kesejahteraan sosial serta meningkatkan dan melestarikan nilai-nilai kepahlawanan, keperintisan, dan kesetiakawanan sosial untuk menjamin keberlanjutan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pemberdayaan kesejahteraan sosial.

Tujuan :

Terwujudnya peran aktif masyarakat dalam menangani permasalahan sosial

Terjaminnya penghargaan bagi pejuang, perintis kemerdekaan, dan kelurga pahlawan.

Sasaran :

Meningkatnya peran serta organisasi sosial di bidang UKS sebesar 20%

Meningkatnya kesejahtraan sosial bagi para pejuang, perintis kemerdekaan dan kelurga pahlawan yang mendapatkan santunan kesejahteraan sebesar 20%.

Kebijakan Strategis :

Meningkatnya profesionalisme SDM kesejahteraan sosial berbasis pekerjaan sosial dalam penanganan masalah dan potensi kesejahteraan sosial.

Memantapkan manajemen penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam hal perencanaan, pelaksanaan, pemantuan, evaluasi, dan pelaporan serta koordinasi dengan pemangku kepentingan

Meningkatkan kepedulian terhadap kesejahteraan sosial bagi para pejuang, perintis kemerdekaan dan keluarga pahlawan.

Program :

Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial    :

  • Pemberdayaan kelembagaan kesejahteraan sosial
  • Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha
  • Peningktan jejaring kerjasama pelaku-pelaku usaha kesejahteraan sosial masyarakat.
  • Peningkatan kualitas SDM kesejahteraan sosial masyarakat.
  • Operasional Panti Khusus Among Jiwo
  • Penyantunan bagi lanjut usia potensial luar panti
  • Pemberdayaan dan Pengmbangan Karang Taruna
  • Fasilitasi Terhadap Organisasi Sosial.
  • Pemberdayaan dan Pengmbangan pekerja sosial masyarakat
  • Penumbuhan dan pengembangan lembaga konsultsi kesejahteraan keluarga
  • Pembinaan dan pengembangan kelompok usaha bersama (KUBE)
  • Pembinaan dan pengembangan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
  • Pembinaan dan pengembangan kesetiakawanan sosial serta pelestarian nilai-nilai kepahlawanan

Cakupan Pekerjaan di bidang sosial

  • Penyandang masalah kesejahtraan sosial (PMKS), menangani :
  • Anak Balita Terlantar (ABT)
  • Anak Terlantar (AT)
  • Anak yang menjadi korban Tindak kekerasan/ Diperlukan Salah (AKTK)
  • Anak Nakal (N)
  • Anak Jalanan (AJ)
  • Anak Cacat (AC): Cacat Mental Resterdasi (Tuna Grahita) dan Cacat Fisik dan Mental (Cacat Ganda)
  • Wanita Rawan Sosial Ekonomi (WRSE)
  • Wanita Yang Menjadi koraban tindak kekerasan / diperlakuakn salah (LUKTK)
  • Lanjut Usia Terlantar (LUT)
  • Lanjut Usia yang menjadi tindak kekerasan / diperlakukan salah (LUKTK)
  • Penyandang Cacat (PENCA)
  • Penyandang cacat bekas penyakit kronis (PCBK)
  • Penyandang HIV/AIDS
  • Tuna susila (TS)
  • Pengemis (PG)
  • Gelandangan (GL)
  • Bekas Narapidana (BNP)
  • Korban penylahgunaan NAPZA (KPN)
  • Pekerja Migran Bermasalah (PM)
  • Keluarga Fakir Miskin (KFM)
  • Keluarga Berumah Tak Layak Huni (KBTLH)
  • Keluarga yang bermasalah sosial Psikologi (KBSP)
  • Keluarga Rentan
  • Komunitas Adat Terpencil (KAT)
  • Korban Bencana Alam (KBA)
  • Korban bencana sosial (KBS)

Program :

Pemberdayaan fakir miskin, komunitas adat terpencil dan PMKS
Pelayanan dan rehabilitasi kesejahteraan sosial
Pembinaan anak terlantar / anak jalanan
Pembinaan para penyandang cacat dan trauma (difable)
Pembinaan panti asuhan / panti jompo
Pembinaan eks penyandang penyakit sosial (WTS)

Rehabilitasi pecandu narkoba dan HIV/AIDS

  1. Penanganan PMKS pada anak jalanan

Angka keberadaan anak jalanan di Kota Semarang yang cukup tinggi menjadi salah satu permasalahan sosial di dalam masyarakat. Pemerintah Kota Semarang bukannya tanpa usaha dalam mengentaskan anak jalanan di kota Semarang. Salah satu upaya pemerintah kota Semarang yaitu pemberian modal usaha. Contoh pemberian modal usaha tersebut diberikan pada orangtua anak jalanan warga Gunung Brintik, Kelurahan Randusari, Kecamatan Semarang Selatan sebesar Rp 750.000,00 per orang. Pemkot berharap uang tersebut digunakan untuk modal usaha agar orangtua anak jalanan dapat keluar dari masalah kemiskinan. Usaha tersebut tidak mudah, karena harus memerlukan waktu, kesabaran, komitmen, dan pendampingan yang intensif dari pemerintah.

Kebutuhan anak jalanan pada dasarnya sama dengan kebutuhan individu atau anak-anak pada umumnya. Kebutuhan yang paling mendesak dipenuhi adalah kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan pangan, sandang, papan serta kesehatan. Serta kebutuhan akan hak pendidikan, termasuk dukungan lain, seperti transportasi.

Penyebab selanjutnya yaitu faktor keretakan keluarga. Faktor ini muncul sebagai kelanjutan dari adanya faktor kemiskinan dalam suatu keluarga. Tidak tercukupinya kebutuhan ekonomi dalam satu keluarga, rentan akan tindak kekerasan dalam rumah tangga, yang pada akhirnya berujung pada keretakan keluarga. Hal ini akan memperparah kondisi psikologis anak, apabila orangtua tidak dapat memahami kebutuhan anak-anaknya. Faktor tersebut akan memicu anak untuk turun ke jalanan, untuk mendapatkan apa yang menjadi keinginan dan kebutuhannya selama ini.

Langkah yang harus ditempuh Dinsospora Kota Semarang adalah aktif membina anak jalanan, di antaranya dengan menyeleksi yang mana yang masih layak dibina keluarganya dan yang harus dibina pemerintah melalui panti asuhan. Pemerintah daerah bekerja sama dengan LSM yang bergerak di bidang pendidikan untuk membina anak jalanan secara terus-menerus. Pihak keamanan mengadakan razia secara berkesinambungan agar anak jalanan merasa jera dan takut untuk berbuat macam-macam di jalanan. Usaha tersebut perlu didukung adanya spesifikasi sumber daya manusia yang memadai dalam penanganan anak jalanan, dari pembinaan sampai dengan pengentasan anak jalanan menjadi mandiri. Saat ini belum ada perda khusus yang mengatur anak jalanan di kota Semarang, sehingga upaya penanganan anak jalanan di tingkat kota/kabupaten belum mendapatkan arah yang tepat dan efektif.

Penanganan anak jalanan di Kota Semarang selama ini difokuskan pada pembinaan dan pelatihan. Terkait dengan Sapta Program yang dicanangkan oleh Walikota Semarang yang bertujuan Semarang bebas kemiskinan dan bebas pengangguran, Dinsospora khususnya Bidang PMKS memiliki program sesuai dengan visi dan misi walikota, salah satu di antaranya Program Semarang Bebas PGOT (pengemis, gelandangan, dan orang terlantar), WTS, dan anak jalanan. Salah satu wujud program tersebut terkait dengan penanganan anak jalanan adalah dilakukannya patroli, tujuannya adalah mengingatkan pada anak jalanan untuk tidak di jalan pada jam sekolah.

Anak jalanan yang telah didata kemudian dibina di panti. Bersama dengan RPSA, tim Bidang PMKS melakukan bimbingan mental, mengidentifikasikan kebutuhan dan keahlian yang dimiliki oleh anak jalanan, sehingga dapat tersalurkan keahlian dan bakat anak jalanan tersebut. Pelatihan didampingi oleh beberapa instansi yang mendukung, misal dari Dinas Pendidikan untuk mensosialisasikan program Paket C, Dinas Perindustrian untuk mensosialisasikan kursus menjahit dan tataboga yang nantinya hasil produksi dari menjahit atau tataboga dapat dijual.

Penyebab masih tingginya anak jalanan di kota Semarang adalah masih sulitnya anak jalanan untuk merubah mindset-nya sendiri. Ini merupakan pekerjaan yang tidak mudah bagi Bidang PMKS untuk mengupayakan anak jalanan untuk tidak kembali di jalan. Mudahnya anak jalanan untuk mendapatkan penghasilan sendiri dengan cara mengamen, meminta-minta, membersihkan kaca kendaraan, anak jalanan tersebut akan sulit untuk menerima peraturan yang cukup mengekang dirinya apabila ia dibina di suatu panti. Masyarakat juga dituntut turut andil dalam penanganan anak jalanan, karena masih ada beberapa masyarakat yang memberi uang kepada anak jalanan, padahal seharusnya dilarang.

Selain faktor tersebut, faktor yang menjadi pendukung masih banyaknya anak jalanan di kota Semarang adalah Bidang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) Dinsospora kota Semarang itu sendiri, yang di mana sumber daya manusia yang terdapat di bidang tersebut masih sangat kurang. Jumlah anak jalanan di kota Semarang yang lebih dari 200 anak, hanya sebagian kecil yang dapat ditangani. Bidang PMKS berperan sebagai fasilitator dan melakukan pendampingan pada setiap program untuk anak jalanan. Terbatasnya sumber daya manusia yang berada di Dinsospora disertai dengan jumlah anggaran yang terbatas, mempengaruhi kinerja pada Bidang PMKS sehingga produktivitasnya belum maksimal.

Kualitas layanan pada bidang PMKS terkait dengan pelayanan untuk anak jalanan tergolong belum maksimal. Hal ini dikarenakan faktor SDM yang berada di Dinsospora yang masih terbatas, sehingga belum efektif didayagunakan untuk melayani kepentingan pengguna jasa. Selain itu, layanan yang diberikan merupakan kegiatan yang sudah ditetapkan dalam anggaran sebelumnya, sehingga penjangkauan seluruh anak jalanan di kota Semarang belum maksimal.

Selama ini Bidang PMKS melakukan kegiatan pembersihan jalan dari anak jalanan dengan cara berpatroli di jalan protokol Semarang. Kemudian setelah anak jalanan dikumpulkan, mereka dibina, diberi pelatihan dan keterampilan yang mereka inginkan, serta diberi fasilitas untuk memulai usaha mereka sendiri. Tentunya Dinsospora dibantu oleh RPSA (rumah perlindungan singgah anak) dalam menangani penyandang masalah kesejahteraan sosia, termasuk anak jalanan. Anak jalanan yang dibantu secara materiil oleh Dinsospora diseleksi setelah ia mengikuti pelatihan dan keterampilan yang diadakan bertahap.

Menurut Sutrisno, Kepala Bidang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Dinsospora Kota Semarang, produktivitas dilihat dari rampungnya kegiatan. Hal ini dikarenakan peran Dinsospora hanya melaksanakan kegiatan yang telah diajukan pada anggaran sebelumnya. Primasary, Kasi Bidang Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial menambahkan, produktivitas Bidang PMKS menangani anak jalanan sudah baik. Melihat cakupan pekerjaan Bidang PMKS yang luas dan tidak menangani anak jalanan saja, serta kondisi jalanan kota Semarang yang tertib, bersih, dan aman, hal itu sudah melebih target capaian kerja.

Kendala yang dihadapi dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimal, yaitu jumlah sumber daya manusia yang menguasai tentang masalah sosial sangat kurang. Di samping itu, masalah sosial yang ditangani oleh Dinsospora Kota Semarang tidak hanya terbatas pada anak jalanan saja, tetapi juga menangani PGOT (pengemis, gelandangan, dan orang terlantar), tuna wisma, WTS, dsb. Masalah-masalah tersebut belum ditangani oleh tenaga-tenaga sosial yang spesifik dari Dinsospora.

2) Kualitas layanan

Layanan yang diberikan oleh Bidang PMKS Dinsospora Semarang kepada anak jalanan berupa pembinaan mental, pelatihan keterampilan, dan bantuan modal usaha. Setelah patroli dilakukan oleh tim Bidang PMKS di jalan-jalan protokol Semarang, anak jalanan kemudian diberi bimbingan pelatihan yang dibantu oleh LSM anak jalanan, yaitu RPSA. Layanan yang diberikan oleh Dinsospora mengalami kendala, yaitu datangnya dari obyek yang dilayani, anak jalanan. Hal itu dikarenakan mobilitas anak jalanan yang tinggi, menyebabkan layanan yang diberikan Dinsospora tidak mencapai pada sasarannya.

Anak jalanan tidak sepenuhnya mau dibina dan diberi keterampilan, dan keinginan anak jalanan tersebut selalu berubah-ubah. Hal ini diungkapkan oleh Kabid dan Kasi Bidang PMKS yang menyebutkan bahwa anak-anak yang dibina seringkali tidak sama orang yang harusnya dibina setiap kali bimbingan. Padahal bimbingan tersebut harus bertahap dengan orang yang sama.

Kendala dalam pemberian layanan yaitu terbatasnya SDM dari pemerintah yang ada. Jumlah anak jalanan yang ditangani tidak sebanding dengan jumlah tenaga sosial dari pemerintah. Padahal bimbingan tersebut harusnya menyeluruh, dilakukan dari anak jalanan diseleksi sampai dengan anak jalanan tersebut mandiri di kehidupan masyarakat. Anggaran untuk pengentasan anak jalanan juga kurang. Hal ini diungkapkan oleh kepala RPSA, ia menjelaskan bahwa setiap tahun anggaran untuk menangani anak jalanan yang diberikan kepada yayasannya dari Dinsospora semakin menurun.

Dinsospora Kota Semarang khususnya bidang PMKS, mendapatkan anggaran dari Dinas Sosial Provinsi yang berasal dari APBD, yang sudah dianggarkan sebelumnya. Kemudian dari pihak Dinsospora Kota Semarang melimpahkan wewenang pada RPSA yang ditunjuk, untuk menyusun proposal kegiatan yang melibatkan anak jalanan. Proposal tersebut harus dilengkapi data-data administratif dari RT, RW, dan kelurahan yang ditempati anak jalanan tersebut. Anggaran tersebut digunakan untuk pembinaan keterampilan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak jalanan. Akan tetapi, peran Dinsospora Kota Semarang hanya terbatas sebagai stimulan kegiatan saja. Pembimbingan, pelatihan, hingga pengentasan anak jalanan agar mandiri dilepaskan sepenuhnya oleh RPSA.

Tantangan terbesar dari responsivitas Dinsospora terhadap penanganan anak jalanan yaitu sikap atau mindset anak jalanan yang hidup bebas dan tidak mau terikat. Dinsospora memiliki visi akan terwujudnya kesejahteraan sosial masyarakat, dalam menghadapi tantangan ini Dinsospora perlu meningkatkan usahanya dengan mengubah mindset anak jalanan, agar mau untuk dibina dan terwujud kesejahteraan dirinya. Selain kendala tersebut, kendala terbatasnya tenaga sosial lapangan dalam pembimbingan turut andil pada buruknya responsivitas pemerintah dalam penanganan anak jalanan Target yang diharapkan dari Bidang PMKS adalah meningkatnya kesejahteraan anak jalanan, diharapkan anak jalanan tidak turun ke jalan kembali dan bisa mandiri. Kepala Bidang PMKS menekankan bahwa partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan, karena pada kenyataannya masih banyak masyarakat yang kasihan melihat anak jalanan dan memberi uang di jalanan. Padahal kebiasaan tersebut akan mengakibatkan anak jalanan tidak bisa lepas dari jalanan.

Akan tetapi, kendala lain yang dihadapi adalah tingkat kesejahteraan tersebut berbeda-beda persepsinya antara satu individu dengan individu lain. Kendala tersebut menyebabkan usaha-usaha dari Dinsospora Kota Semarang untuk menangani anak jalanan hanya di permukaan saja, tidak menyentuh kondisi setelah anak jalanan diberi bantuan itu. Target capaian hanya sebatas selesainya kegiatan, dan tidak menangani bagaimana anak tersebut mandiri sepenuhnya.

Pertanggungjawaban dilakukan melalui laporan dari bawah ke pimpinan puncak setiap bulan yang berupa laporan bulanan. Laporan ini dibuat secara tertulis dan harus diserahkan kepada Dinsospora untuk diperiksa.

Pertanggungjawabannya adalah sesuai dengan tupoksi masing-masing. Pertanggungjawaban berupa hasil yang dilaporkan kepada Dinsospora. Bentuk pertanggungjawaban vertikal dari Bidang PMKS yaitu membuat laporan pertanggungjawaban tugas-tugas mereka dan diberikan ke Dinsosporan untuk diperiksa lalu diteruskan ke Pemkot. Dinsospora juga mempertanggungjawabkan kepada Komisi C DPRD Kota Semarang. sedangkan secara horisontal tidak perlu adanya laporan.

  • Faktor pendorong

Faktor pendorong kinerja penanganan anak jalanan yaitu adanya Keputusan Wali Kota No. 462/133 Tanggal 2 Mei 2002. Memang belum ada perda atau PP khusus yang mendasari penanganan anak jalanan, namun usaha pemda kota Semarang yaitu membuat keputusan tersebut yang berisi tentang Pembentukan Tim Koordinasi Penanggulangan Tuna Sosial Kota Semarang. Tim ini diantaranya bertugas melakukan penertiban dan pemberdayaan anak jalanan di Kota Semarang. Selain itu, adanya dukungan dana anggaran dari pemkot dan pemprov juga menjadi salah satu faktor pendukung kinerja penanganan anak jalanan. Walaupun dinilai dana anggaran tidak mencukupi proses penanganan anak jalanan, akan tetapi hal itu lebih baik daripada tidak mendapat perhatian dari pemkot maupun pemprov itu sendiri.

  • Faktor penghambat

Kurangnya sumber daya manusia menjadi kendala terbesar dalam penanganan anak jalanan. Idealnya, ada tenaga sosial yang mendampingi anak jalanan tersebut selama sehari dua jam dan seminggu penuh. Akan tetapi, kinerja Dinsos juga mengalami kendala yaitu datangnya dari anak jalanan itu sendiri. Keinginan anak jalanan yang selalu berubah-ubah menyebabkan program yang dicanangkan untuk mereka tidak maksimal, terbukti di RPSA terdapat alat-alat keterampilan untuk usaha tidak digunakan. Sehingga modal-modal ini menjadi sia-sia. Partisipasi masyarakat juga menjadi kendala pada penanganan anak jalanan ini. Kesadaran masyarakat dinilai rendah dalam menghadapi dan menyikapi keberadaan anak jalanan. Masih banyak masyarakat yang memberi uang kepada anak jalanan, padahal tindakan tersebut akan membuat anak jalanan semakin tidak mau dan berusaha mandiri.

DAFTAR PUSTAKA

Dinsospora Kota Semarang Bidang PMKS. (Online).

https://pantisosialsmg.com/statis-1-profil.html. diakses pada 27 April 2015)

 

Rizal Ikhsan. (Online) https://disospora-pmks.blogspot.com/2013/07/profil.html. (diakses pada 27 April 2015)