Gordon Childe (1892-1957) adalah ahli arkeologi dan sejarah kebudayaan Eropa dan Asia Barat yang beraliran Marxisme. Konsepnya mengenai peristiwa-peristiwa besar dalam evolusi kebudayaan sebenarnya merupakan suatu kerangka untuk memandang sejarah umat manusia secara universal. Uraian mengenai berbagai bagian serta detil kerangkanya itu tercantum dalam sejumlah karangannya. Tiga buah diantaranya, yang ditulisnya dengan suatu gaya bahasa yang sangat menarik dan yang karena itu telah membuat konsepnya menjadi terkenal, tidak hanya diantara kalangan ahli arkeologi, sejarah kebudayaan, dan antropologi, tetapi juga diantara kalangan para cendekiawan pada umumnya.

Menurut konsep Childe, pada kala-kala awal eksistensi manusia dimuka bumi, evolusi kebudayaan manusia didasarkan pada mata pencaharian berburu dan meramu berjalan sangat lambat, dan berlangsung beratus-ratus ribu tahun. Namun kemudian ada beberapa peristiwa besar yang terjadi dengan interval waktu yang makin singkat, yang menyebabkan makin cepat berlangsungnya evolusi kebudayaan lain disekitarnya itu oleh Childe disebut cultural revolutions. Istilah revolution tidak dimaksudnya sebagai suatu proses perubahan yang cepat dan mendadak, tetapi sebagai suatu peristiwa besar yang telah memberi suatu arah perkembangan yang lain dan suatu perubahan sosial yang sangat mendasar kepada proses perkembangan kebudayaan manusia.

Dengan demikian, cultural revolution menurut Childe pertama-tama dialami oleh manusia ditujuh tempat di muka bumi, adalah Neolithic Revolution. Dalam rangka peristiwa itu, yang di tujuh tempat di dunia itu terjadi dalam waktu yang tidak banyak berbeda, manusia di tempat-tempat itu secara terpisah menemukan kepandaian bercocok tanam. Dengan demikian bangsa-bangsa di tempat-tempat penemuan itu, dan kemudian juga bangsa-bangsa di daerah-daerah lain yang terkena pengaruh mereka, mulai berubah dari kehidupan dalam masyarakat yang didasarkan pada sistem mata pencaharian food gathering ke food producing. Dalam keadaan itu manusia mulai hidup menetap, dan dengan demikian mereka juga memiliki waktu senggang, sehingga dapat mengembangkan berbagai jenis kerajinan, pertukangan dan kesenian. Sementara itu jumlah manusia juga makin meningkat, seang dari bekas alat-alat prehistori zaman itu, yang tergali oleh para arkeolog masa kini, tampak bahwa ada suatu kemajuan dalam teknologi pembuatan alat-alat batu yang berukuran besar.

Menurut Childe, peristiwa revolusi kebudayaan yang terjadi kemudian adalah suatu perubahan kebudayaan yang sangat besar, yang mula-mula disebabkan karena makin mantapnya system pembagian kerja dalam masyarakat. System pembagian kerja yang makin terperinci itu menyebabkan berkembangnya konsepsi tentang “pekerjaan terpandang” dan “pekerjaan tidak terpandang”, dan dengan itu juga timbul system pelampiasan sosial. Ada golongan-golongan sosial yang dapat melepaskan diri dari pekerjaan bertani dan menjadi undagi (tukang), pengrajin, seniman, pedagang, tentara, pegawai, atau pendeta. Golongan-golongan sosial yang terdiri dari orang-orang seperti itu mengelompok di tempat-tempat tertentu; sehingga lambat laun terjadi pengelompokan-pengelompokan manusia yang dapat kita sebut “kota”. Penduduk kota kemudian mengkonsumsi atau mendistribusikan hasil pertanian yang diproduksi para petani di desa, sedang kehidupan kebudayaan di kota-kota menjadi sangat berbeda dengan kehidupan kebudayaan di desa-desa. Perubahan yang menyebabkan terjadinya masyarakat kota itu oleh Childe disebut urban revolution.

Peristiwa revolusi kebudayaan yang berikutnya adalah yang oleh Childe disebut revolution in human knowledge. Dengan adanya tulisan, maka pengetahuan manusia makin maju pesat karena hasil pemikiran para ahli pikir dapat dicatat dan dipergunakan sebagai landasan para ahli pikir generasi-generasi berikutnya untuk melanjutkan pemikiran itu. Dengan demikian, pengetahuan manusia makin lama bertimbun makin banyak, dan dapat dipergunakan untuk perbaikan dan kesejahteraan hidupnya, sehingga kebudayaannya juga makin lama makin maju dengan pesat.

Sebagai seorang penganut aliran Marxisme, Childe tentu menyebutkan bahwa revolusi kaum buruh akhirnya akan mengakibatkan munculnya masyarakat tanpa kelas, dalam hal mana ia tidak berbeda pendapat dengan, misalnya, F. Engels. Namun sebagai seorang ahli arkeologi yang berpandangan sejarah, ia berbeda dengan para ahli aliran evolusi unilinear karena ia tidak hanya mengakui adanya kekuatan evolusi saja, tetapi juga jalannya sejarah, yang menyebabkan adanya kebudayaan-kebudayaan yang mendapat pengaruh difusi dari kebudayaan-kebudayaan dimana terjadi peristiwa-peristiwa revolusi tadi, dan ada yan tidak mendapat pengaruh itu.

Kerangka White tentang Konsumsi Energi dalam Evolusi Kebudayaan

Leslie White (1900-1975), yang pernah menjadi mahasiswa Kroeber dan Lowie, adalah salah seorang ahli antropologi amerika yang menghidupkan kembali perhatian terhadap masalah evolusi kebudayaan di negara itu. Pemikirannya tentang konsumsi energy dalam evolusi kebudayaan sebenarnya sudah sejak tahun 1943 diperkenalkannya pada dunia antropologi dengan terbitnya karangannya Energy and the Evolution of Culture (1943). Dalam karangannya The Science of Culture (1944), pemikiran itu dikembangkannya lebih lanjut, dan dalam buku The Evolution of Culture karangannya yang sebenarnya dimaksudkannya sebagai buku pelajaran, konsepnya tentang proses evolusi kebudayaan diterapkan secara luas.

Menurut White, perkembangan kebudayaan manusia yang pada awalnya berlangsung lambat, tetapi kemudian maju dengan pesat itu disebabkan karena manusia selalu dapat menguasai berbagai macam sumber energy, yang makin lama makin banyak dan intensif. Penemuan-penemuan baru dalam penggunaan sumber-sumber energi yang baru itu oleh White dibandingkan dengan peristiwa menyolok yang terjadi dalam proses evolusi bentuk-bentuk hidup, yang oleh para ahli biologi disebut “mutasi”. Dengan demikian berbagai peristiwa penemuan sumber-sumber energy yang baru itu merupakan cultural mutations.

Kebudayaan yang terbaru, seperti penemuan cara-cara untuk menguasai energi angin, air, uap, listrik, dan atom, telah dan akan menyebabkan kemajuan yang sangat pesat dalam proses evolusi kebudayaan. Berdasarkan hal itu, menurut Leslie White kemajuan dari suatu kebudayaan tidak hanya dapat diukur secara relative dalam hubungannya dengan kebudayaan-kebudayaan lain, tetapi juga secara mutlak dan eksak, dengan merumuskan penggunaaan beberapa energy lain disamping energi manusia secara berasa-guna perkapita tiap tahun oleh suatu masyarakat atau kebudayaan.

Bahasan terhadap kerangka Gordon Childe dan konsepsi White yang antara lain dilakukan oleh J. H. Steward dalam karangan berjudul Evolution and Process (1953), mengajukan pendirian bahwa tingkat-tingkat evolusi sifatnya terlalu umum sehingga tidak memberi pengertian baru keada proses evolusi kebudayaan. Umum megetahui bahwa peristiwa-peristiwa seperti penemuan pertanian, gejala konsentrasi manusia dalam kota-kota yang padat, perkembangan ilmu pengetahuan dan revolusi industri, merupakan peristiwa-peristiwa yang maha penting dalam sejarah kebudayaan manusia. Namun konsep-konsep itu tidak member sumbangan kepada kemajuan metodologi antropologi. Juga kalau konsep Childe mengenai universal evolution dipakai sebagai alat untuk meneukan hukum-hukum evolusi masyarakat yang dapat menerangkan variable yang menyebabkan suatu keadaan baru atau suatu kemajuan, maka kemungkinan-kemungkinan itu juga sangat terbatas. Salah satu kaidah yang dpaat diabstraksikan dari metode Gordon Childe adalah bahwa semua kebudayaan berkembang dari bentuk-bentuk yang sederhana menjadi bentuk-bentuk yang kompleks.

Menurut Steward, metode Leslie White untuk mengukur penggunaan energy untuk keperluan hidup manusia memang merupakan hal yang sangat menarik, tetapi metode itu hanya dapat menerangkan mengapa suatu kebudayaan maju, dan belum dapat member jawaban atas pertanyaan mengapa suatu unsure kebudayaan berubah menjadi unsur lain. Namun, lepas dari benar atau tidaknya, teori-teori unilineal evolution misalnya masih berupaya menerangkan mengapa matriarkat menjadi patriarkat, atau mengapa animisme menjadi keprcayaan kepada dewa-dewa alam, terjadinya couvade, dan sebagainya. Kecuali itu kerangka evolusi Gordon Childe juga tidak banyak member keterangan mengenai perubahan kebudayaan-kebudayaan lain yang berada di luar tempat-tempat terjadinya peristiwa-peristiwa revolusi kebudayaan itu.