Analisis Sistem Pertukaran (Resiprositas) Masyarakat Pesisir Karangsari Kelurahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang

BAB I

PENDAHULUAN

 

  1. Latar Belakang

Secara geografis, masyarakat nelayan adalah masyarakat yang hidup, tumbuh dan berkembang di kawasan  pesisir, yakni suatu kawasan transisi antara wilayah darat dan laut (Kusnadi, 2009). Menurut Imron (2003) dalam Mulyadi (2005), nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat nelayan adalah, masyarakat yang hidup di daerah pesisir serta menggantungkan hidupnya kepada alam (laut) untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Kabupaten Batang yang terletak di wilayah pantai utara sudah tentu sebagian daerahnya adalah daerah pesisir, dan sudah hamper dipastikan ada beberapa desa maupun wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah pantai seperti di desa Karangsari Kelurahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang.

Desa Karangsari terletak di wilayah paling Utara Kabupaten Batang, tepatnya di daerah garis pantai laut Jawa. Masyarakat desa karangsasri sangat erat sekali kaitannya dengan laut karena mereka hidup dekat sekali dengan laut. Mayoritas masyarakat desa Karangsari bekerja sebagai nelayan, ataupun bekerja di pabrik pengolahan ikan. Laut adalah sumber kehidupan bagi mereka karena laut adalah pemberi makan mereka dan laut bagi mereka adalah harta karun yang tidak pernah habis. Laut adalah urat nadi mereka dan laut adalah kehidupan mereka. Desa karangsasri dihuni oleh kurang lebih 1100 kepala keluarga, yang bertemmpat tinggal memanjang di daerah bibir pantai laut Jawa. Masyarak desa nelayan karangsari selain mengandalkan kebutuhan dari sector perikanan dan kelautan, mereka juga mempunyai cara lain yaitu dengan tradisi-tradisi nyumbang, rewang, sambatan. Tradisi tersebut merupakan sebuah strategi pertahanan hidup untuk memenuhi kebutuhan pokok mereka, tradisi pertukaran resiprocity itu biasanya masih sering sekali ditemu dalam upacara-upacara adat seperti pernikahan dan pembangunan rumah.

Resiprositas sendiri mengandalkan keikhlasan dan memandang dari sisi prestis sebagai kunci sebuah pertukaran tersebut. Jadi pada resiprositas tidak diharuskan bahan yang akan dipertukarkan memiliki nilai yang sama. Seperti halnya pada tradisi Rewang, Nyumbang, dan Sambatan yang terdapat di Desa Karangsari Kelurahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang.

  1. Rumusan Masalah
  1. Apakah yang dimaksud resiprositas ?
  2. Bagaimana pola pertukaran dari tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang ?
  3. Bagaimana bentuk resiprositas dari tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang ?
  1. Tujuan
  1. Mengetahui apa itu resiprositas
  2. Mengetahui Pola pertukaran dari tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang
  3. Mengetahui bentuk resiprositas dari tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang

 

 

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

  1. Pengertian Resiprositas

Pengertian Resiprositas Secara sederhana adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Beberapa ahli telah mengulas dan mengaplikasikan konsep resiprositas dari Polanyi yang menjadi perhatian mereka. Polanyi (1968) memberi batasan resiprositas sebagai perpindahan barang atau jasa secara timbal balik dari kelompok-kelompok yang berhubungan secara simetris. Tanpa adanya hubungan yang bersifat simetris antara kelompok atau individu, maka kelompok-kelompok atau individu-individu tersebut cenderung tidak menukarkan barang atau saja yang mereka miliki. Karakteristik lain yang menjadi syarat kelompok atau individu dapat melakukan aktivitas resiprositas adalah adanya hubungan personal diantara mereka. Dapat kita lihat dengan demikian ada syarat yang harus ada agar resiprositas dapat berjalan ditengah-tengah lingkungan masyarakat.

Pentingnya syarat adanya hubungan personal bagi aktivitas resiprositas adalah berkaitan dengan motif-motif dari pelaku, yaitu harapan untuk mendapatkan prestis sosial seperti penghargaan, kemuliaan, kewibawaan, popularitas, sanjungan, dan berkah yang ditunjukkan tidak hanya kepada pelaku yang melakukan kerja sama resiprositas tetapi juga lingkungan di mana mereka berada. Resiprositas didukung dengan struktur masyarakat yang egaliter yaitu masyarakat yang ditandai oleh rendahnya tingkat stratifikasi sosial, sedangkan kekuatan politik relatif teredistribusi merata di kalangan warganya. Hal ini memberi kemudahan bagi warganya untuk menempatkan diri dalam kategori sosial yang sama ketika mengadakan kontak resiprositas.

Proses pertukaran resiprositas lebih panjang daripada jual beli. Proses ini ada yang realatif pendek dan ada yang relatif panjang. Pendek kalau proses tukar menukar barang dan jasa dilakukan dalam jangka waktu tidak lama dari satu tahun, misal tolong-menolong petani dalam mengerjakan tanah. Sedangkan proses resiprositas yang panjang, jangka waktunya lebih dari satu tahun misalnya sumbang-menyumbang dalam perkawinan. Proses resiprositas dapat berlangsung sepanjang hidup seorang individu dalam masyarakat. Adanya resiprositas juga didukung oleh struktur masyarakat yang egaliter atau sederajat.

 

  1. Pola Pertukaran Tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang Masyarakat Desa Karangsari Keluarahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang

Dalam kegiatan ataupun dalam upacara adat di masyarakat Desa Karangsari Kelurahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang, terdapat beberapa tradisi. Beberapa diantaranya adalah tradisi sambatann, rewang, dan nyumbang. Rewang adalah kegiatan membantu tetangga ketika tetangganya melaksanakan hajat atau acara keluarga seperti pernikahan, sunatan (Khitanan), dan slametan. Biasanya tetangga mempunyai kesadaran sosial untuk membantu orang yang memiliki hajat. Tradisi ini dilakukan dengan cara tetangga dating membantu mempersiapkan kebutuhan pesta yang akan diselenggarakan terutama dalam soal mempersiapkan makanan untuk para tamu. Tradisi yang juga ada dan hidup pada masyarakat pesisir adalah sambatan, sambatan biasanya ada dalam rangkaian upacara pembangunan rumah. Tradisi sambatan ini dilakukan dengan membantu salah satu orang yang akan mendirikan rumah. Selain membantu secara fisik, biasanya juga ada bantuan secara materiil dengan memberikan berbagai macam kebutuhan pembangunan rumah seperti semen, pasir, batu bata, dan sebagainya.

Tradisi lain yang ada pada masyarakat Desa Karangsari adalah nyumbang, Dalam frame kajian Antropologi Ekonomi, fenomena nyumbang bisa dimasukkan dalam kategori sistem pertukaran jenis resiprositas. Dalam tradisi nyumbang seperti ilustrasi diatas, seseorang mempunyai “kewajiban” untuk membantu sesamanya ketika membutuhkan bantuan, dalam konteks ini adalah ketika terjadi hajatan di kampung. Seseorang di undang untuk menghadiri hajatan tersebut seraya menyerahkan sumbangannya yang besar kecilnya berbeda satu sama lain. Di lain waktu, ketika sang penyumbang giliran menyelenggarakan sebuah hajatan, maka orang yang di awal tadi disumbang mumpunyai kewajiban yang mengikat, yaitu membalas sumbangan dengan nilai yang kurang lebih sama. Memang tidak terdapat sanksi tegas ketika ini dilanggar, tetapi sanksi sosial cukup kuat mengikat warga sehingga memaksa mau tidak mau tetap melestarikan tradisi saling menyumbang ini.

 

  1. Bentuk Resiprositas dari Tradisi Sambatan, Rewang, dan Nyumbang di Desa Karangsari Kelurahan Karangasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang

Tradisi Sambatan, Rewang, dan Nyumbang di Desa Karangsari Kelurahan karagasem Utara Kecamatan Batang Kabupaten Batang, dalam disiplin ilmu Antropologi Ekonomi dapat dikategorikan sebagai kegiatan Resiprokal umum, karena karakteristik resiprositas umum sangat lekat sekali dalam tradisi tersebut. Dalam resiprositas umum individu atau kelompok memberikan memberikan barang atau jasa kepada individu atau kelompok lain tanpa menentukan batas waktu mengembalikan. Dalam pertukaran ini masing-masing pihak percaya bahwa mereka akan saling memberi dan percaya bahwa barang atau jasa yang diberikan akan dibalas entah kapan waktunya, tidak dapat dipastikan. sampai saat ini masih terjaga dan dilestarikan karena menganggap budaya tersebut dianggap bisa mempererat persaudaraan dan hubungan sosial didalam masyarakat. Melalui tradisi Rewang masyarakat juga berusaha mengembangkan nilai guyup, rukun, dan selaras. Disamping itu dengan adanya tradisi Rewang, masyarakat diharapkan saling melengkapi, saling membantu satu dengan yang lain

Koentjaraningrat (1974) menjelaskan bahwa hubungan resiprositas sangat kuat di pedesaan Jawa. Di pedesaan Jawa, resiprositas didasari atau dilandasi oleh perasaan saling membutuhkan karena mereka menganggap bahwa manusia sebagai makhluk sosial, tidak bisa hidup sendiri dan membutuhkan manusia yang lain. Namun dewasa ini seiring perkembangan era, dan munculnya era globalisasi tradisi tersebut sudah jarang sekali terlihat mengingat peran masyarakat dalam tradisi sambatan, rewang, dan nyumbang, sudah mulai bergeser dengan adanya catering dan event Organizer dalam acara upacara tradisi seperti pada upacara pernikahan. Tradisi rewang telah dikomodifikasi oleh beberapa pemilik modal untuk memperoleh keuntungan, sehingga nilai-nilai yang dianggap luhur oleh masyarakat seperti guyup, ruku, gotong royong mulai bergeser dan mulai terkikis. Sehingga akan timbul kekhawatiran bahwa tradisi tersebut cepatv maupun lambat akan hilang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

KESIMPULAN

 

Resiprositas adalah pertukaran timbal balik antar individu atau antar kelompok. Batasan tersebut tidak mengungkapkan karakteristik dari pelaku pertukaran. Menurut Polanyi, rasa timbal balik (resiprokal) sangat besar yang difalisitasi oleh bentuk simetri institusional, ciri utama organisasi orang-orang yang tidak terpelajar. Rewang, Sambatan, Nyumbang adalah kegiatan membantu tetangga ketika tetangganya melaksanakan hajat atau acara keluarga seperti pernikahan, sunatan (Khitanan), dan slametan. Tradisi tersebut sama-sama merupakan bentuk resipristas umum hanya saja yang menjadi pembeda adalah pada saat apa tradisi tersebut dilakukan. Tradisi tersebut di era global dewasa ini semakin terkikis sehingga nilai-nilai yang dianggap luhur oleh dikhawtirkan akan hilang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

Sairin, Sjafri, dkk. 2002. Pengantar Antropologi Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Kusnadi. 2000. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung

 

Hudayana. 1991. Konsep Resiprositas dalam Antropologi Ekonomi request : same or different? Journal of Culture, Literature, and Linguistics. No.3

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: