IPS atau IPA ???

IPA-vs-IPS

Dalam sistem pendidikan di Indonesia, siswa sekolah menegah atas (SMA) diperkenalkan dengan system penjurursan. Sistem ini bertujuan agar siswa lebih memfokuskan kajian keilmuan yang akan dipelajarinya. Penjurusan akan dilakukan ketika siswa berada di kelas 2 SMA. Ada 3 jurusan yang ditawarkan oleh sebagian besar SMA di Indonesia yaitu jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) bagi siswa yang tertarik untuk mempelajari ilmu-ilmu alam seperti Fisika, Kimia dan Biologi, jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial bagi siswa yang tertarik dengan kajian sosial seperti Ekonomi, Sejarah, Geografi, Sosiologi dan jurusan Bahasa untuk siswa yang tertarik mempelajari bahasa Indonesia dan bahasa asing.

Penjurusan bertujuan agar memudahkan siswa dalam memilih focus kajian keilmuannya ketika berada di perguruan tinggi nantinya. Akan tetapi ada fenomena ganjil yang muncul akibat sistem penjurusan ini, dimana jurusan IPA menjadi lebih superior dan bergengsi dari 2 jurusan yang lain. Miskonsepsi ini sudah menjadi stigma atau ideologi yang tertanam dalam pikiran masyarakat selama bertahun-tahun dan dari generasi ke generasi. Sehingga presepsi yang salah ini tidak hanya berasal dari siswa tetapi juga dari orang tua dan beberapa guru tertentu. Penyebab terjadinya miskonsepsi seperti ini bermacam-macam mulai dari standar soal dan tingkat kesulitas yang berbeda jauh antara IPA, IPS dan Bahasa; kemampuan guru anatar jurusan yang berbeda sampai prestisi yang diberikan jurusan tertentu terhadap eksistensi orang tua siswa dalam masyrakat. Sehingga terbentuk pemahaman di masyarakat bahwa anak-anak yang masuk jurusan IPA adalah mereka yang bisa menguasai keilmuan manapun dan tergolong cerdas.

Yang terjadi di lapangan selama proses penjurusan berlangsung adalah standar yang diberikan terhadap ketiga jurusan tersebut berbeda-beda. Siswa tidak pernah dimintai pendapatnya untuk memilih jurusan yang menjadi minatnya, sehingga yang terjadi adalah siswa dengan nilai yang baik ditempatkan di jurusan IPA dan yang tidak masuk kategori tersebut harus terpaksa masuk jurusan IPS dan Bahasa.

Kemudian yang muncul adalah pandangan yang keliru antara ketiga jurusan ini. Anak-anak yang berada di jurusan IPA dinilai lebih rajin belajar, pintar dalam perhitungan, pekerja keras, tidak mudah bergaul karena waktunya dihabiskan untuk belajar dan menyelesaikan soal. Sedangkan yang berada di jurusan IPS adalah anak-anak yang malas belajar, karena soal-soalnya dapat diselesaikan dengan cara menebak atau menghafal, dan lebih suka bermain dari pada belajar. Metode dalam proses pembelajaran yang diberikan guru juga menjadi penyebab terjadinya miskonsepsi pada kalangan siswa. Soal-soal evalusi yang diberikan kepada siswa jurusan IPS lebih banyak menuntut mereka untuk menghafal tanpa mengetahui inti dari konsep yang mereka pelajari. Sehingga hal ini juga mempengaruhi sistem belajar anak-anak jurusan IPS.

Benyamin S. Bloom dengan taksonomi ranah belajarnya menyebutkan bahwa dalam ranah kognitif siswa dikatakan berhasil dalam kemampuan intelektualnya jika melewati beberapa tahap yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis,sintesis, dan penilaian. Sehingga jika diliahat dari proses pembelajaran yang ada selama ini baik di ketiga jurusan tersebut, maka siswa baru pada tahap pengetahuan. Karena dalam proses pembelajaran, siswa hanya mampu menghafal atau menyelesaikan persamaan rumus , tanpa tahu bagaimana konsep dan memahami inti dari materi yang sedang di pelajarinya tersebut.

Sistem pendidikan di Indonesia yang terkait masalah penjurusan pada tingkat SMA ,perlu sedikit diperbaiki. Tiap jurusan harus mempunyai standarnya masing-masing dalam menerima siswa, sehingga yang terjadi bukannya siswa yang tidak masuk jurusan IPA lalu terpaksa masuk IPS atau Bahasa. Dalam prosesnya siswa juga harus dilibatkan dalam memilih jurusan yang menjadi minatnya . Soal-soal evalusi yang diberikan baik dari sekolah maupun dari pusat harus sesuai tingkat kesukaran dengan masing-masing jurusan sehingga tidak lagi ada anggapan bahwa siswa jurusan IPA dapat menyelesaikan semua soal pada semua jurusan. Soal evalusi pada matapelajaran IPS masih terkesan masih bersifat positifistik karena tes objektif yang diberikan adalah objektif sederhana tanpa memerlukan analisis dalam penyelesaiannya.

Pada hakikatnya penjurusan dilakukan bukan untuk membandingkan ilmu yang satu lebih baik dan lebih berguna dari ilmu lain. Setiap cabang ilmu pengetahuan mempunyai landasan berpikir dan konsep yang berbeda karena tidak berada dalam satu jalur yang sama. Setiap ilmu pengetahuan dapat berintegrasi dengan ilmu lain untuk menjelaskan fenomena yang ada di alam semesta, pemisahan antara alam dan sosial hanyalah penyederhanaan label untuk melihat suatu fenomena dengan sudut pandang tertentu.

 

3 comments

  1. Saya setujuuuu :ultah

  2. benar kak, seringkali terdapat stereotipe antar IPA dan IPS yang terkadang tidak benar adanya

  3. Info yang menarik kaka,
    memang pengkotak-kotakan dan pelabelan dalam dunia pendidikan masih sulit dilepaskan dari pola pikir masyarakat kita saat ini,
    Semangat buat nulis kaka

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: