Tentang Michael Foucault, Anti Strukturalisme

Biografi Foucault
Michael Foucault adalah salah satu tokoh post modern yang lahir di Poiters pada tahun 1926. Ayah dan Kakek Foucault merupakan seorang ahli bedah. Tetapi ia menolak untuk mengikuti jejak ayahnya, dan ia lebih memilih mengambil studi filsafat.
Foucault diterima di Ecole Normale Superiure pada tahun 1944 di bawah bimbingan G. Canguilhelm, J. Hyppolite, dan G.Dumezil. lalu pada tahun 1948 ia mendapatkan lisensi dalam filsafat dan disusul lisensi dalam psikologi pada tahun 1950. Foucault kemudian bekerja di Ecole Normale Superiure dan menjadi anggota partai komunis di Perancis setelah perng dunia ke-II selesai.
Pada tahun 1954 ia menerbitkan buku berjudul Meladie Mentale et Personnalite (penyakit jiwa dan kepribadian). Selama periode 1954-1958 ia juga bekerja sebagai dosen di Universitas Uppsala (Swedia) pada bidang sastra dan budaya Prancis, dan pada tahun 1958 ia menjadi direktur kebudayaan Perancis di Warsawa. Pada tahun 1959 ia menjadi direktur juga di Hamburg sekaligus menyelesaikan buku Folie et Deraison. Historie de la Folie a I’age Classique’ (Kegilaan dan nir-rasio. Sejarah kegilaan dalam zaman klasik).

foucault (1)
Tahun 1963, disertasinya diedit dan dibukukan dengan judul Historie de la folie (sejarah kegilaan). Tetapi karya monumentalnya adalah Les mots et les choses. Une archeologie des sciences humanies (kata-kata dan benda-benda. Sebuah arkeologi tentang ilmu-ilmu manusia) yang terbit pada tahun 1966. Karya Foucault dipandang sebagai aras strukturalisme Perancis yang masyur. Ketika karyanya yang berjudul L’archeologie du savoir (arkelologi pengetahuan) terbit pada tahun 1969, karya itu disambut masyarakat dengan antusias.
Sepanjang periode 1960-1976, Foucault sibuk dengan karya ilmiah dan aktivitas mengajarnya. Tahun 1960-an ia mengajar di Tunisia, Montpellier, Clemond-Ferrand, dan Paris-Nanterre. Ia juga mendirikan universitas Paris-Vincennes. Lalu pada tahun 1969 ia dipilih sebagai profesor di College de France. Tahun 1975, ia menerbitkan buku Surveiller et punir. Naissance de la prison. (Menjaga dan menghukum. Lahirnya penjara). Salah satu laporan penelitian Foucault yang menarik minat umum adalah riwayat hidup seorang pembunuh yang dulunya hidup sederhana di sebuah desa pada abad 19. Riwayat itu ditulis sendiri oleh sang pembunuh, Pierre Riviere, yang kemudian didokumentasi Foucault dalam judul Moi, Pierre Riviere, ayant egorge ma mere, ma soeur et mon frere..(Aku, Pierre Riviere, setelah membunuh Ibu, Saudari, dan Saudaraku…) dan diterbitkan pada tahun 1973. Pada tahun 1976, Foucault kembali menerbitkan salah satu karya besarnya yang berjudul Histoire de la sexualite (sejarah seksualitas) yang dirancang hadir dalam enam episode, namun ia hanya merampungkan tiga, masing-masing La volonte de savoir (kemauan untuk mengetahui) pada 1976, disusul L’usage des plaisirs (penggunaan kenikmatan) pada 1982, menyusul Le souci de soi (keprihatinan untuk dirinya) di tahun 1984.
Popularitas Foucault tidak saja mencuat di Perancis atau di negara-negara yang menggunakan bahasa Perancis, tetapi juga mencapai negara dengan penduduk berbahasa Inggris. Ia beberapa kali menjadi dosen tamu di Amerika Serikat dan aktif dalam perluasan idenya melalui wawancara atau artikel. Beberapa bulan setelah terbitnya Le souci de soi (keprihatinan untuk dirinya) di tahun 1984, Michel Foucault meninggal dunia. Ia tutup usia pada umur 57 tahun. Meski tidak ada konfirmasi resmi, Michel Foucault diduga meninggal karena HIV AIDS.

Konsep Kekuasaan Foucault
Konsep kekuasaan Foucault sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Nietzsche. Ia melihat ada kesamaan pikiran Nietzsche tentang genealogi dengan pikirannya tentang arkeologi tapi ada unsur dalam genealogi Nietzsche yang belum nampak yaitu kuasa. Selanjutnya akan dipaparkan beberapa pandangan Foucault tentang kekuasaan berdasarkan beberapa karyanya.
Kekuasaan dan Ilmu Pengetahuan
Dalam karyanya The Order of Things, Archeology of Human Sciences, Foucault menunjukkan bahwa ada dua perubahan besar yang terjadi dalam bentuk umum pemikiran dan teorinya. Yang pertama terjadi pada pertengahan abad ketujuhbelas, yang kedua pada awal abad kesembilan belas. Setelah menganalisis diskursus ilmu pengetahuan abad 17 dan 18 seputar sejarah alam, teori uang dan nilai dan tata bahasa, Foucault mengambil kesimpulan bahwa pusat ilmu pengetahuan pada waktu ini adalah tabel. Orang hendak merepresentasikan realitas dalam tabel. Tabel adalah satu sistem tanda, satu bentuk taksonomi umum dan sistematis dari benda-benda. Dengan konsentrasi pada tabel, pengetahuan pada masa ini menjadi ahistoris.
Pada akhir abad ke18 (setelah revolusi Prancis) sampai pertengahan abad 20 (Perang Dunia II), konsentrasi wacana ilmiah pada masa ini adalah sejarah dan manusia sebagai subjeknya. Manusia dibebaskan dari segala alienasi dan bebas dari determinasi dari segala sesuatu. Manusia menjadi objek pengetahuan dan dengan demikian dia menjadi subjek dari kebebasan dan eksistensinya sendiri. Manusia menjadi pusat pemikiran. Hal ini terlihat dalam perkembangan ilmu-ilmu sosial dan psikologi.
Objek penelitian Foucault dalam karya ini adalah kondisi-kondisi dasar yang menyebabkan lahirnya satu diskursus. Di sini Foucault menunjukkan hubungan antara diskursus ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Diskursus ilmu pengetahuan yang hendak menemukan yang benar dan yang palsu pada dasarnya dimotori oleh kehendak untuk berkuasa. Ilmu pengetahuan dilaksanakan untuk menetapkan apa yang benar dan mengeliminasi apa yang dipandang palsu.
Di sini menjadi jelas bahwa kehendak untuk kebenaran adalah ungkapan dari kehendak untuk berkuasa. Tidak mungkin pengetahuan itu netral dan murni. Di sini selalu terjadi korelasi yaitu pengetahuan mengandung kuasa seperti juga kuasa mengandung pengetahuan. Penjelasan ilmiah yang satu berusaha menguasai dengan menyingkirkan penjelasan ilmu yang lain. Selain itu, ilmu pengetahuan yang terwujud dalam teknologi gampang digunakan untuk memaksakan sesuatu kepada masyarakat. Karena dalam zaman teknologi tinggi pun sebenarnya tetap ada pemaksanaan, maka kita tidak dapat berbicara tentang kemajuan peradaban. Yang terjadi hanyalah pergeseran instrumen yang dipakai untuk memaksa.
Kegilaan dan Peradaban
Foucault melihat praktek pengkaplingan yang memisah-misahkan orang-orang yang sakit dari orang sehat, yang normal dari yang tidak normal merupakan salah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain. Foucault menemukan bahwa pada zaman Renaissance, kegilaan dan penalaran memiliki relasi yang erat, keduanya tidak terpisah, sebab keduanya menggunakan bahasa yang sama. Masyarakat tampaknya tidak menolak gagasan-gagasan dan tindakan-tindakan brilian yang lahir dari orang-orang yang dicap gila. Kegilaan adalah kebebasan imaginasi, dan masih menjadi bagian dari kehidupan masyarakat dalam zaman renaissance.
Namun pada zaman setelahnya (1650-1800), dialog antara kegilaan dan penalaran mengalami pembungkaman.Keduanya dilaksanakan dalam bahasa yang berbeda, dan akhirnya bermuara pada penaklukan kegilaan oleh penalaran, perlahan kegilaan menjadi sesuatu yang asing dan disingkirkan dari kehidupan yang harus dijiwai kelogisan. Bersamaan dengan itu, kegilaan harus disingkirkan dari masyarakat yang normal. Kegilaan telah menjadi satu tema yang membuat masyarakat terpisah dan terpecah.
Apa yang terjadi dengan orang gila, berjalan beriringan dengan apa yang terjadi dengan para penjahat, orang-orang miskin dan gelandangan. Mereka semua mulai disingkirkan, dalam bentuk penjara, rumah sakit umum, rumah sakit jiwa dan ditertibkan oleh sosok polisi dan pengadilan. Semua lembaga ini adalah bentuk yang digunakan oleh penguasa untuk menerapkan kekuasaannya atas masyarakat. Pengangguran adalah satu persoalan sosial, demikian juga semua yang menjadi alasan pengangguran, seperti kegilaan atau sakit. Orang gila dikaitkan dengan orang miskin dan penganggur. Dengan ini, etika menjadi persoalan negara. Negara dibenarkan menerapkan hukuman atas pelanggaran moral. Hukuman mati yang dipertontonkan adalah satu bukti cara pandang seperti ini. Dengan ini sekaligus hendak ditunjukkan bahwa ada kekuasaan. Eksekusi adalah tontonan yang luar biasa dan bentuk pemakluman yang paling efektif dari adanya kekuasaan yang mengontrol.
Dengan demikian, kita dapat melihat inti dari teori Foucault di sini menunjukkan bahwa sakit mental hanya muncul sebagai sakit mental dalam satu kebudayaan yang mendefinisikannya sebagai demikian. Karena menyangkut definisi, maka di dalam sakit mental sebenarnya kekuasaan mendominasi. Kegilaan adalah yang berbeda dari yang biasa, dan karena yang biasa dicirikan oleh produktivitas, maka kegilaan adalah tidak adanya produktivitas. Penanganan kegilaan adalah satu bentuk aplikasi kekuasaan seseorang atau satu kelompok orang atas yang lain, bukan pertama-tama masalah pengetahuan psikologis.
Kekuasaan dan Seksualitas
Dominasi kekuasaan juga dapat dilihat dalam analisis atas tema seksualitas. Foucault melihat seksualitas sebagai pengalihan pemahaman tentang kekuasaan. Bagaimana seksualitas diwacanakan adalah ungkapan dari kekuasaan. Pembicaraan yang terbuka tentang seks menurut Foucault, adalah demi mengatur dan mencatat jumlah kelahiran. Masalah penduduk adalah masalah sosial, dan masalah ini berhubungan dengan seksualitas. Karena itu, kekuasaan berusaha mempelajari dan mengintervensi pembicaraan tentang seks demi pengaturan pertumbuhan penduduk. Seksualitas menjadi masalah publik.
Para pelaku sodomi, onani, nekrofilia, homo seksual, masokis, sadistis dan sebagainya ditetapkan sebagai orang-orang yang berperilaku menyimpang. Foucault menunjukkan hubungan antara seksualitas dengan kekuasaan itu dalam pengakuan dosa dalam agama Kristen. Di sini sebuah rahasia dibongkar, dan bersamaan dengan ini posisi dia yang mengetahui rahasia itu menjadi sangat kuat. Yang menjadi pendengar pengakuan dosa itu adalah para ilmuwan, secara khusus psikiater. Dalam posisi seperti ini, psikiater menjadi penentu apa yang dianggap normal dan apa yang dipandang sebagai patologis dalam perilaku seksual.
Dengan menunjukkan hubungan antara seksualitas dan kekuasaan, Foucault menggarisbawahi tesis dasarnya bahwa kekuasaan ada di mana-mana. Intervensi kekuasaan ke dalam seksualitas terjadi melalui disiplin tubuh dan ilmu tubuh, dan melalui politik populasi yang meregulasi kelahiran. Kekuasaan mulai mengadministrasi tubuh dan mengatur kehidupan privat orang. Sejalan dengan itu, resistensi terhadap kekuasaan itu pun ada di mana-mana.
Disiplin dan Hukuman
Pada abad ke-17 dan 18, disiplin adalah sarana untuk mendidik tubuh. Praktik disiplin diharapkan melahirkan tubuh-tubuh yang patuh. Hal ini tidak hanya terjadi di penjara, tetapi juga dalam bidang pendidikan, tempat kerja, militer dan sebagainya Masyarakat selanjutnya berkembang menurut disiplin militer. Foucault beranggapan bahwa di era monarkial tiap proses penghukuman kriminal baru dianggap serius apabila telah melibatkan elemen penyikasaan tubuh dalam pelaksanaannya.
Pelaksanaan disiplin amat berhubungan dengan kuasa yang mengontrol. Foucault menguraikan bahwa fenomena disiplin tubuh selalu dikontrol oleh dua instrumen disiplin yang diterapkan dari disiplin militer dalam masyarakat. Pertama, melalui observasi hirarkis atau kemampuan aparatus untuk mengawasi semua yang berada di bawahnya dengan satu kriteria tunggal. Panopticon yang terungkap dalam menara sebagai pusat penjara adalah bentuk fisik dari instrumen ini. Dengan adanya panopticon ini kekuasaan sipir menjadi sangat besar sebab para tawanan berusaha menahan diri mereka sendiri. Mereka takut dipantau. Kehadiran struktur itu sendiri sudah merupakan satu mekanisme kekuasaan dan disiplin yang luar biasa.
Instrumen kedua adalah menormalkan penilaian moral dan menghukum para pelanggar moral. Dalam hal ini kekurangan disamakan dengan kejahatan. Selain dipenjarakan, orang-orang yang menyimpang dipertontonkan. Maksudnya adalah menunjukkan kepada masyarakat betapa dekatnya manusia dengan binatang, dan manusia lain akan diperlakukan secara yang sama apabila mereka keluar dari batas-batas yang dipandang waras oleh masyarakat. Dalam keseluruhan penanganan atas penyimpangan-penyimpangan ini, psikiater atau aparat sebenarnya tidak berperan sebagai ilmuwan, tetapi sebagai kekuasaan yang mengadili.
Foucault membayangkan menara pengawas dalam panoptisme selain dioperasikan oleh petugas, dapat dipergunakan oleh banyak individu dengan pelbagai kepentingan. Ia dapat menjadi tempat seorang filsuf yang haus pengetahuan akan manusia menjadi museum manusia. Ia bahkan menjadi tempat bagi mereka yang tergolong mempunyai sedikit penyimpangan seksual memperoleh kenikmatan dengan mengintip orang-orang. Dalam panoptisme inilah Foucault memperlihatkan adanya kekuasaan yang teselubung dalam pelbagai institusi dan lembaga.

Kritik Terhadap Teori Foucault
Seperti kebanyakan ahli postmodernisme lainya Foucault tidak mengakui adanya kebenaran mutlak yang ada hanyalah kebenaran relatif atau kebenaran kelompok yaitu sesuatu yang menurut kelompok atau orang-orang di sekitarnya benar itulah yang dianggap sebagai kebenaran. Teori diskursus Foucault yang memaparkan bahwa setiap bahasa, kata-kata, dan teori dipaparkan berdasarkan apa yang bisa melanggengkan kekuasaan. Foucault mengganggap bahwa manusia hanya dijadikan sebagai obyek kekuasaan tanpa mereka sadar sebenarnya mereka harus mengambil peran dalam suatu kekuasaan tersebut karena mereka sebenarnya memiliki kekuasaan masing-masing.
Ada beberapa kritik yang ditujukan kepada teori yang dikemukakan oleh Foucault ini yaitu teori Faoucault cenderung akan membentuk seseorang yang mempunyai sikap skeptis terhadap kenyetaan-kenyataan yang ada dalam masyarakat. Pada dasarnya seseorang yang menganut kebenaran relatif akan lebih mudah untuk bersikap skeptis terhadapa realita yang terjadi dalam masyarakat. Dalam suatu waktu seseorang tersebut bisa menjadi sangat mendukung suatu hal yang terjadi tapi dalam suatu waktu yang lain orang tersebut bisa menjadi sangat menentang hal yang sama.
Hal itu terjadi karena seseorang tersebut mendasarkan sikapnya bukan kepada kebenaran yang sesungguhnya melainkan pada kebenaran yang relatif jadi sangat mungkin seseorang akan bersikap menurut kepentingannya masing-masing, ketika kepentingan seseorang tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia mendukung suatu hal maka ia akan menyatakan dukungannya tetapi jika kepentingan seseorang tersebut akan lebih terakomodasi dengan ia menentang suatu hal maka ia akan menyatakan menentang hal tersebut meskipun hal tersebut sebenarnya bertentangan dengan yang semestinya terjadi dalam masyarakat. Teori Foucault memungkin kan seseorang untuk bersikap seperti uraian tersebut. Seseorang akan lebih mudah bersikap skeptis padahal seseorang yang bersikap skeptis adalah seseorang yang tidak berpendirian tetap dan pandai memanfaatkan situasi bahkan cenderung licik. Hal ini akan berbahaya bagi keteraturan dan ketertiban kehidupan bermasyarakat.
Kritik berikutnya terhadap teori Foucault adalah dalam teorinya Foucault dapat disimpulkan bahwa Foucault menganggap semua bahasa, kata-kata, dan teori dirumuskan hanya untuk kepentingan kekuasaan semata sehingga Foucault tidak mengakui bahwa ilmu pengetahuan itu merupakan sesuatu fakta yang benar melainkan menurut Foucault ilmu pengetahuan dicetuskan hanya untuk kepentingan kekuasaan. Di satu sisi teori Foucault ini benar manakala kita tidak bisa sepenuhnya percaya apa yang telah dicetuskan penguasa dalam bahasa, kata-kata dan teorinya agar kita bisa tetap menjadi warga negara yang kritis pada kebijakan pemerintah demi kemajuan negara, namun di sisi lain teori Faoucault ini membuat seseorang terus berprasangaka bahwa semua bahas, kata-kata, teori yang dicetuskan pemegang kekuasaan hanya digunakan untuk kepentingan kekuasaanya padahal tidak semuanya demikian.
Sebagai contoh dalam teorinya tentang kekuasaan dan seksualitas Foucault berpendapat bahwa pelaku sodomi, onani, dan sebagainya yang sekarang dianggap menyimpang bukan lah seseorang yang menyimpang. Pelabelan seseorang yang mempunyai perilaku seks yang menyimpang menurut Foucault hanya untuk kepentingan kekuasaan dalam hal ini psikiater yang mendengarkan pengakuan dosa si pelaku penyimpangan seksual jadi Foucault menganggap hal yang paling pribadi pun tetap dicampuri kekuasaan. Teori Foucault tersebut akan membuka peluang kepada seseorang untuk berperilaku bebas dan mengabaikan adanya teori-teori tentang ilmu pengetahuan yang seharusnya diperhatikan seseorang tersebut demi kebaikannya dirinya sendiri. Jika seseorang melakukan penyimpangan seksual yang pada kenyataannya memang membahayakan kesehatan dirinya maka seseorang tersebut akan mengabaikannya karena teori Foucault ini. Hal tersebut akan sangat berabahaya bagi kesehatan dan kelangsungan hidup orang itu.

Menghidupakan Kembali Teori Foucault
Michel Foucault adalah seorang filsuf yang merupakan murid dari Wilhelm Friedrick Nietszche karena itu pemikiran-pemikiran Foucault hampir sama dari pemikiran-prmikiran yang dicetuskan oleh Nietszche. Untuk menghidupkan kembali teori Foucault perlu ditilik kembali tentang teori diskursus Foucault berkesimpulan bahwa bahasa, kata-kata, dan teori dipaparkan berdasarkan apa yang bisa melanggengkan kekuasaan. Teori Foucault dapat dihidupkan kembali dalam masyarakat tetapi tentunya tidak bisa serta merta langsung diterapkan tanpa adalah pemilahan-pemilahan mana yang seharusnya dan mana yang tidak seharusnya dihidupkan kembali dalam kehidupan masyarakat.
Teori Foucault dapat diterapkan dalam masyarakat selama teori tersebut mampu menjadikan masyarakat tersebut kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi di sekitarnya seperti apa yang menjadi kebijakan pemerintah yang diterapkan bagi masyarakat atau segala hal yang diperuntukkan untuk membuat masayarakat semakin maju dan berkembang. Teori Foucault yang menganggap semua teori hanya diperuntukan sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan mendorong kita untuk kritis dan senantiasa berprasangka terhadap kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan strategis yang diterapkan pemerintah kepada masyarakat sehingga kita dapat menjalankan fungsi kontrol kepada pemerintah melalui sikap kritis tersebut.
Jika kita tidak mempunyai sikap kritis atas kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemerintah maka akan sangat berbahaya bagi kehidupan masyarakat manakala memang benar kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan tersebut diperuntukan sebagai upaya untuk melanggengkan kekuasaan seperti yang telah dirumuskan Foucault dalam teorinya. Jadi teori Foucault dapat diterapkan sepanjang teori tersebut mampu menumbuhkan sikap kritis dan peduli dalam masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan pemerintah yang menyangkut baik buruknya kehidupan masyarakat itu sendiri. Namun, teori Foucault tidak dapat diterapkan manakala dengan diterapkanya teori tersebut membuat masyarakat justru bertindak liar dan tidak dapat dikendalikan.
Teori Foucault yang memungkinkan seseorang berprasangka bahwa semua teori dirumuskan untuk melanggengkan kekuasaan dapat membuat seseorang tersebut mempunyai prasangka yang berlebihan sehingga ia akan men “generalisasi’ kan bahwa semua kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diterapkan pemerintah sebagai wujud upaya pemerintah melanggengkan kekuasaannya. Hal ini akan membentuk sikap apatis dan acuh tak acuh yang akan mendorong seseorang tersebut berlaku seenaknya sendiri dan seringkali melanggar aturan-aturan yang sebenarnya diperuntukan demi kebaikan masyarakat.
Dalam tingkat yang lebih parah sikap apatis dan acuh tak acuh ini bukan hanya akan mendorong seseorang untuk berlaku melanggar aturan melainkan juga melahirkan sikap memberontak dan tidak patuh kepada pemerintah. Seseorang yang di dalam pikirannya tertanam bahwasanya semua kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diterapkan pemerintah merupakan suatu upaya pemerintah untuk melanggengkan kekuasaannya awalnya akan bersikap acuh tak acuh dan apatis terhadap segala hal yang dputusakan pemerintah. Dalam jangka waktu yang lama jika hal ini terjadi terus menerus maka akan terakumulasikan dan akan mendorong seseorang tersebut untu melawan dan memberontak kepada pemerintah yang mana akan menganggu stabilitas keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
Untuk itu dalam upaya menghidupkan kembali teori Foucault perlu dilakukan pemilahan-pemilahan agar nantinya tidak menimbulkan kekacauan dalam masyarakat. Teori Foucault dapat diterapkan selama teori tersebut dapat membuat seseorang menjadi kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat, namun jika penerapan teori Foucault membuat seseorang menjadi apatis dan acuh atak acuh terhadap keadaan masyarakat hendaknya teori Foucault cukup menjadi pengetahuan saja dan tidak tidak diterapkan dalam masyarakat.

Kesimpulan
Michel Foucault adalah seorang tokoh post modern yang lahir di Poiters pada tahun 1926 yang merupakan murid Nietszche. Foucault terkenal dengan teori diskursus yang menyatakan bahwa semua bahasa, kata-kata, dan teori-teori yang dicetuskan merupakan alat untuk melanggengkan kekuasaan. Menurut Foucault kekuasaan ada dalam semua aspek kehidupan manusia bahkan dalam hal yang sangat pribadi pun manusia tetap tidak memiliki wewenang untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk.
Seperti hal nya teori yang lain, teori Foucault juga menuai pro dan kontra selalu ada baik dan buruk dalam setiap teori yang dicetuskan. Teori Foucault dapat dihidupkan kembali dalam masyarakat namun tidak bisa serta merta diterapkan melainkan dengan adanya tindakan memilah kapan seharusnya teori tersebut diterapkan dan kapan teori tersebut tidak seharusnya diterapkan. Teori Foucault dapat diterapkan selama teori tersebut dapat membuat seseorang menjadi kritis dan peduli terhadap apa yang terjadi dalam masyarakat, namun jika penerapan teori Foucault membuat seseorang menjadi apatis dan acuh atak acuh terhadap keadaan masyarakat hendaknya teori Foucault cukup menjadi pengetahuan saja dan tidak tidak diterapkan dalam masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: