ANTROPOLOGI KESEHATAN “Perpektif Masyarakat terhadap Konsep Sehat dan Kesehatan”

Hai sahabat cakrawalars

Kita kembali bertemu lagi ya. Untuk kali ini saya akan berbagi ilmu dan pengetahuan kepa kalian. Postingan kali ini merupakan salah satu kajian dari ilmu Antropologi Kesehatan. Dimana dalam postingan kali ini, akan dijelaskan mengenai bagaimana masyarakat memaknai sehat dan kesehatan dari sebuah kehidupan.

  1. Contoh Berita/ Jurnal

Pandangan Budaya Masyarakat terhadap Kesehatan dan Keselamatan Anak (Bagian dari Hasil Penelitian Etnografi Kesehatan di Desa Gadingsari, Bantul, Yogyakarta)  

Abstrak

Artikel ini menggambarkan pandangan masyarakat desa Gadingsari, Bantul, Yogyakarta, tentang kesehatan dan keselamatan anak. Informasi yang menggambarkan hal tersebut diambil dari hasil penelitian tentang kesehatan ibu dan anak (KIA) di daerah tersebut menggunakan pendekatan etnografi tahun 2012. Adapun tujuan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor non-medis yang diduga melatarbelakangi kondisi KIA yang cukup baik, karena Indek Pembangunan Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Bantul cukup tinggi. Pengumpulan data melalui wawancara mendalam kepad­a sejumlah informan yang terdiri dari ibu  hamil atau ibu yang pernah hamil, dan atau sedang mempunyai bayi atau anak balita. Selain itu, juga wawancara kepada tokoh masyarakat,  dukun  bayi, dan beberapa warga masyarakat, petugas kesehatan terutama bidan desa. Informasi yang diperoleh dari penelitian ini menggambarkan bahwa keberadaan anak dalam keluarga mempunyai nilai bagi orang tua. Semula anak merupakan modal bagi  keluarga yang diharapkan dapat membantu secara ekonomi keluarga, dan berbakti pada orang tua denga­n merawat semasa di hari tuanya. Namun, seiring dengan perubahan dan perkembangan jaman, tidak hanya itu, anak diharapkan dapat sekolah hingga mencapai pendidikan yang tinggi  sehingga dapat menjunjung tinggi  martabat orang  tua dan meningkatkan status sosial keluarga. Oleh karena itu, orang tua akan selalu berupaya menjag­a kesehatan anak sebaik-baiknya. Jika anak sakit, tidak menunda untuk mengobatinya dengan mencari penyembuhan. Hanya saja ada kalanya orang tua minta pertolongan pada orang yang dianggap pintar atau dukun karen­a diyakini penyakit anaknya disebabkan gaib atau gangguan makhluk halus. Demikian pula upaya pencegah­an penyakit, bebagai ritual dan pantangan secara tradisi dilakukan. Seiring dengan hal itu, perlu pula upay­a-upaya perubahan orientasi nilai yang mengarah pada pengobatan secara medis melalui pendekatan budaya. Ada indikasi masyarakat dapat memilah mana penyakit yang dipercaya karena sawan dan penyakitnya dianggap sakit biasa seperti batuk, pilek, dan panas. Jika penyakitnya dianggap biasa maka orang tua akan membawa anaknya ke Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain.

Kata kunci: pandangan budaya, keselamatan, kesehatan, anak

(Kasnodiharja, Medika 2015, Tahun ke XLI, No. 12, p. 692–701)

Di balik keberadaan anak dalam keluarga, tampaknya tersimpan harapan-harapan orang tua terhadap anak yang mereka miliki  bila sudah dewasa nanti. Hasil wawancara terhadap beberapa informan mengambarkan bahwa tenaga anak di dalam keluarga me­man­g dibutuhkan. Semula, jika anak mereka wanita, hanya sebatas membantu pekerjaan rumah seperti membantu pekerjaan ibu, antar­a lain  memasak, mencuci piring dan mencuci pakaian, serta mengasuh anak/adik-adiknya yang masih kecil. Jika anak laki-laki maka membantu orang tuanya bertani di sawah sehingga mampu menghasilkan uang untuk membantu perekonomian keluarga, karena sebagian besar penduduk bekerja se­ba­gai petani. Selain itu, anak diharapkan da­pat berbakti pada orang tua untuk merawa­t kedua orang tuanya ketika sakit dan lain-lain.

Berdasarkan pada orientasi orang tua terhada­p anaknya, orang tua akan menjaga keberadaan anak dengan memperhatikan dan memelihara kesehatan anak sedemikian rupa. Untuk menjaga kesehatan anak, ada berbagai cara yang dilakukan oleh beberapa orang tua di daerah penelitian. Orang tua tidak akan menunda untuk mengobati anaknya jika sakit agar  segera sembuh.

Berbagai upaya penyembuhan penyakit pada anak tampaknya tergantung atau ber­dasarkan persepsi orang yang bersangkutan terhadap jenis penyakit atau gangguan sakit yang menerpa anaknya. Menurut jawaban dari beberapa informan, di masyarakat desa Gadingsari, ada berbagai penyakit yang diyakini disebabkan oleh hal gaib atau gangguan makhluk halus yang mereka sebut sawan. Sawan biasanya hanya menyerang bayi dan atau anak balita. Sawan dapat meng­akib­at­kan kematian, kecuali segera mendapat pertolongan dari dukun atau orang yang di­ang­ga­p pintar. Selain itu, untuk mencegah sawan hendaknya menaati larangan-larangan. Jika larangan-larangan tersebut dilanggar maka dipercaya anak akan sakit. Selain itu, bisa juga dengan menyelenggarakan ritual-ritual khusus secara tradisi atau adat.

Contoh konsep sakit yang dipercaya karen­a sawan. Dalam kehidupan masyarakat di daerah penelitian, ada konsep tentang saki­t atau penyakit yang disebut sawan. Menurut beberapa informan, sawan merupakan gejala sakit pada seorang anak akibat gangguan makhluk halus. Bahkan, sawan dipercaya dapat menyebabkan kematian.

Menurut salah seorang tokoh masyarakat di daerah penelitian yang terpilih sebagai inform­an, Sawan adalah “…….. penyakit yang biasa menyerang anak-anak di bawah umur atau balita. Jika anak terserang penyakit sawan maka ia akan menjadi sangat rewel. Ia akan selalu menangis, bahkan sampai biru lebam.

Menurut penjelasan yang disampaikan oleh beberapa informan, ada berbagai cara yang ditempuh oleh para orang tua di daerah penelitian jika anaknya terkena sawan, atau setidaknya menjaga anak mereka agar tidak terkenan sawan. Apabila anak mereka menderita sawan maka upaya yang dilakukan adalah mengadakan ritual khusus agar anaknya sembuh dari sakitnya. Ritual yang diselenggarakan tergantung jenis sawan yang diderita anak. Demikian pula untuk pencegahannya.

Berdasarkan versi dukun beranak dan menurut penjelasan yang disampaikan oleh informan ibu-ibu yang mempunyai bayi atau anak balita, jika disarikan penyakit sawan terbagi dalam beberapa macam dengan penyebab yang berbeda. Di antara penyebabnya mengarah pada hal-hal yang bersifat gaib dan masih dipercaya dalam kehidupan masyarakat setempat, yaitu:

–    Sawan wangke. Sawan jenis ini biasanya terjadi pada bayi dan atau anak balita setela­h dibawa oleh orang tuanya menghadiri orang meninggal (Jawa: sripah). Ciri-ciri bayi atau anak yang terkena sawan wangke adalah lemas, ngantuk, dan pusin­g. Oleh karena itu, ada semacam larangan dalam masyarakat setempat walau larangan tersebut tidak tertuli­s, bayi dan atau anak balita dilarang dibawa ke tempat orang meninggal atau sripa­h. Untuk mengobati atau menghilangkan sawan tersebut pada bayi atau anak balita cukup dengan minum jamu sripahan atau jamu sawan wangke.

–    Sawan  klengkeng. Jenis sawan ini terjadi pada bayi dan atau anak balita yang ditand­ai tiba-tiba rewel atau menangis tanpa henti, walaupun dalam keadaan kenyang. Kleng­keng bukan nama buah, namun sebuah istilah yang berasal dari kat­a dasar lengkeng atau klengkengan, yaitu si anak menangis terus menerus tanp­a mengeluarkan air mata. Menurut kepercayaan masyarakat, sawan kleng­keng bukan disebabkan penyakit denga­n gejala panas, misalnya flu atau pilek, melainkan dipercaya oleh karena hal-hal gaib, yaitu gangguan makhluk halus. Bayi atau balita yang terkena sawan selain menangis terus menerus (rewel), pan­dangan­nya tertuju pada sesuatu hal dan mata tidak berkedip, ekspresi wajah tam­pa­k ketakutan. Diyakini oleh masyarakat diganggu oleh makhluk halus berwujud anak-anak kecil yang bersemaya­m di rimbunnya pohon bambu di depan rumah mereka. Anak-anak kecil ter­seb­u­t sering diajak main pasar-pasaran, tentunya ini ada di alam bawah sadar sehingga waktu tidur RK mengigau dan menangis.

–    Sawan manten. Sawan jenis ini me­nyeran­g bayi dan anak balita. Sebabnya adalah bayi atau anak balita diajak oleh orang tuany­a ke tempat mantenan, yaitu pesta pernikahan. Untuk mengobati sawan jenis ini, dahi bayi atau anak yang terkena sawan cukup diolesi kunyahan kembang atau bunga bekas hiasan pasangan pengan­tin yang dihad­iri. Biasanya yang mengunyah orang tuany­a.

Menurut salah seorang informan, “……..ada cara untuk menangkal agar anak atau bayi tidak terkena sawan manten. Pada pesta pernikahan masyarakat, ada semacam pagar berbentuk anyaman yang terbuat dari janur, yaitu daun muda dari pohon kelapa. Janur tersebut juga sebagai hiasan yang dipasang memutar di sekeliling bagian depan rumah dan pintu-pintu masuk ke rumah yang disebut tarub. Janur tersebut ditumbuk, kemudian ditempelkan pada dahi bayi atau anak yang terkena sawan. Walaupun sawan jenis  ini dikatakan sering terjadi pada anak-anak dan ada kesan atau rasa was-was, anak-anak lebih baik tidak dibawa pada pesta pernikahan, namun dalam kenyataannya bebera­pa ibu membawa anaknya pada suatu pesta perkawinan. “

Namun, hasil pengamatan pada saat ada pesta perkawinan, kenyataan yang diperlihat­kan ibu-ibu membawa anaknya ke pesta per­kawin­­an tersebut bukan berarti kepercayaan terhadap akan terjadinya sawan manten di dalam kehidupan masyarakat desa Gading­sari sudah memudar. Ketika pesta usai, janur yang terpasang sebagai hiasan di sekitar rumah dan tempat duduk mempelai langsung habis (ludes) diambil oleh ibu-ibu yang membawa anak kecil.

Dari beberapa informan yang diwawancarai, diperoleh keterangan tambahan bahwa sebelum adanya Puskesmas, apabila seoran­g anak sakit maka orang tuanya akan memberi obat berupa ramuan yang dibuat sendiri ataupun yang  diperoleh oleh dukun. Akan tetapi, jika anak mereka belum kunjung sembuh meski sudah diobati menggunakan ramuan, mereka akan pergi ke fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas, dokte­r praktik, atau mantri kesehatan yang ada diwilayah desa, bahkan rumah sakit yang berlokasi di kota kabupaten Bantul.

Rupanya, orang tua atau suatu keluarga akan berbesar hati dan menjadi terpandang apabila dapat menyekolahkan anak-anak mereka setinggi mungkin hingga meraih gelar sarjana dan selanjutnya menduduki jabat­an di perkantoran atau jabatan lain yang  mengangkat status sosial keluarga. Untuk men­capai pendidikan yang tinggi, seorang anak harus sehat sehingga kesehatan anak ha­rus dijaga dan diperhatikan. Berbagai upa­y­a akan dilakukan oleh orang tua untuk menjaga anak dari gangguan berbagai  penyakit.

Kepercayaan mengenai penyebab penyakit pada anak telah membentuk sikap dan perilaku orang tua dalam upaya penyembuhan dan pencegahan penyakit, yang meliputi praktik-praktik tradisional ataupun modern. Lepas dari persepsi terhadap penyakit serta praktik-praktik penyembuhan ataupun pencegahan penyakit, nilai anak juga merupakan salah satu faktor yang menja­di dasar terhadap sikap dan perilaku orang tua dalam mencari penyembuhan dan pencegahan penyakit. Menurut Herimanto dan Winarno (2011), nilai adalah suatu kualita­s atau penghargaan terhadap sesuatu yang menjadi dasar penentu tingkah laku seseorang. Prasanti D M, (2013), menyatakan bahwa nilai anak sendiri berkaitan dengan cara pandang orang tua atas kehadiran anak dalam hidup mereka. Nilai anak begitu pen­tin­­­g karena nilai anak sendiri akan berpenga­ruh pada sikap orang tua, terutama ibu.

Sumber materi:

https://www.jurnalmedika.com/beranda/edisi/2016-02-15-08-28-10/edisi-no-02-vol-xlii-2016/969-artikel-penelitian/1986-pandangan-budaya-masyarakat-terhadap-kesehatan-dan-keselamatan-anak-bagian-dari-hasil-penelitian-etnografi-kesehatan-di-desa-gadingsari-bantul-yogyakarta-3

  1. Analisis Jurnal

Kesehatan merupakan suatu hal yang bisa dibilang unik. Memang kalau kita lihat secara umum, pandangan masyarakat akan kesehatan itu relatif sama, namun tidak sedikit pula masyarakat yang mempunyai perspektif berbeda-beda dalam memaknai apa itu konsep sehat, sehingga dengan adanya keragaman perspektif tersebut, menjadikan pengobatan terhadap suatu penyakitpun berbeda-beda cara dan pelaksanaannya.

Dalam hal ini, akan dipaparkan mengenai bagaimana pandangan atau perspektif akan kesehatan menurut masyarakat Desa Gadingsari, Bantul, Yogyakarta (dalam hal ini yaitu tentang kesehatan dan keselamatan anak). Dalam artikel tersebut dijelaskan mengenai bagaimana pandangan orang tua di Desa Gadingsari terhadap sakit yang diderita oleh anak kecil (balita). Secara umum, para orang tua di sana memaknai sakit yang diderita oleh anak-anak mereka yang masih balita adalah sakit sawan.  Sawan merupakan gejala sakit pada seorang anak akibat gangguan makhluk halus. Bahkan, sawan dipercaya dapat menyebabkan kematian. Beberapa informan juga menjelaskan bahwa, “Sawan adalah penyakit yang biasa menyerang anak-anak di bawah umur atau balita. Jika anak terserang penyakit sawan maka ia akan menjadi sangat rewel. Ia akan selalu menangis, bahkan sampai biru lebam.

Masyarakat di Desa Gadingsari mengenal ada berbagai jenis penyakit sawan yang diderita oleh anak-anak mereka. Tiap-tiap sakit sawan mempunyai penyebab dan cara pengobatan yang berbeda-beda. Diantara beberapa sakit sawan tersebut yaitu:

  1. Sawan wangke, merupakan sakit sawan yang biasanya terjadi pada bayi atau anak balita setela­h dibawa oleh orang tuanya menghadiri orang meninggal (Jawa: sripah). Ciri-ciri bayi atau anak yang terkena sawan wangke adalah lemas, ngantuk, dan pusing. Oleh karena itu, ada semacam larangan dalam masyarakat setempat walau larangan tersebut tidak tertuli­s, bayi dan atau anak balita dilarang dibawa ke tempat orang meninggal atau sripa­h. Untuk mengobati atau menghilangkan sawan tersebut pada bayi atau anak balita, cukup dengan minum jamu sripahan atau jamu sawan wangke.
  2. Sawan  klengkeng, merupakan sakit sawan yang terjadi pada bayi dan atau anak balita yang ditand­ai dengan tiba-tiba rewel atau menangis tanpa henti, walaupun dalam keadaan kenyang. Menurut kepercayaan masyarakat, sawan kleng­keng bukan disebabkan penyakit denga­n gejala panas, misalnya flu atau pilek, melainkan dipercaya oleh karena hal-hal gaib, yaitu gangguan makhluk halus. Anak-anak kecil ter­seb­u­t sering diajak main pasar-pasaran oleh makhluk halus tersebut, tentunya ini ada di alam bawah sadar sehingga waktu tidur anak-anak kecil ini mengigau dan menangis.
  3. Sawan manten, sawan jenis ini me­nyeran­g bayi dan anak balita. Sebabnya adalah bayi atau anak balita diajak oleh orang tuany­a ke tempat acara pernikahan (mantenan). Untuk mengobati sawan jenis ini, dahi bayi atau anak yang terkena sawan cukup diolesi kunyahan kembang atau bunga bekas hiasan pasangan pengan­tin yang dihad­iri. Biasanya yang mengunyah adalah orang tua bayi tersebut.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: