SOSIOLOGI GENDER “Perbedaan Pola Asuh dalam Struktur Keluarga”

Hai sahabat cakrawalars

Selamat datang di halaman kami. Kali ini kami akan menyuguhkan materi yang sangat menarik untuk anda, para pencari pengetahuan. Di sini akan kami uraikan materi Sosiologi Gender, yakni tentang Perbedaan Pola Asuh dalam Struktur Keluarga.

Berikut materinya…

Sering kali seseorang itu merasa bahwa dalam proses pertumbuhannya mengalami perbedaan perlakuan oleh orang tua mereka. Sering terjadi pula bahwa seseorang itu merasa bahwa antara dirinya dengan saudaranya mendapatkan perlakuan yang berbeda oleh orang tuanya.

Orang tua memperlakukan anak-anaknya sesuai dengan pemahaman mereka akan pola asuh terhadap anak-anak. Jadi untuk hal ini, orang tua tidak bisa mutlak disalahkan, karena mereka melakukan sesuatu yang mereka ketahui, dan pengetahuan serta pola pikir mereka sering kali berbeda jauh dari pengetahuan dan pola pikir kita.  Jika orang tua memperlakukan demikian terhadap anaknya, maka pemahaman orang tua akan perlakuan terhadap anak juga memang demikian.

Maka dari itu, orang tua harus mengetahui bagaimana cara-cara mengasuh anak yang baik. Jangan sampai antara anak sendiri dibeda-bedakan dalam kesehariannya. Namun demikian orang tua memang cenderung membedakan perlakuan antara anak laki-laki dan anak perempuan. Secara umum, para orang tua memandang bahwa anak laki-laki mempunayi kedudukan yang lebih dibandingkan dengan anak perempuan. Sehingga dalam keseharian, para orang tua cenderung lebih mengutamakan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan.

Dalam hal ini akan saya ceritakan menganai bagaimana perbedaan pola asuh antara  kakek-nenek saya dalam mengasuhayah dan ibu saya, dan juga bagaimana cara ayah dan ibu saya dalam mengasuh saya dan adik saya (anak laki-laki dan perempuan). Akan kah terdapat kesamaaan atau perbedaan pola asuh antara kakek dan nenek saya dalam mengasuh ayah dan ibu saya dengan pola asuh ayah dan ibu saya mengasuh anak-anaknya.

Langsung saja ke topik utama pembicaraan, yakni terkait dengan perbedaan pola asuh. Di sini setidaknya akan saya paparkan lima point atau indikator yang menjadi pembeda antara bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh kakek-nenek saya terhadap ayah dan ibu saya beserta bagaimana pola asuh yang diterapkan oleh ayah-ibu saya kepada saya dan adik saya. Lima point tersebut yakni tentang bagaimana pola asuh mereka ketika anak masih dalam kandungan, bagaimana pola asuh mereka ketika anak masih kecil, bagaimana pola asuh mereka dalam menanamkan nilai-nilai agama terhadap anaknya, bagaimana pola asuh mereka ketka anak-anak mereka sudah menginjak usia dewasa, serta bagaimana pandangan mereka akan pendidikan anak-anaknya. Untuk lebih jelasnya akan disampaikan dalam pembahasan di bawah ini.

  1. Pola Asuh Ketika Anak Masih dalam Kandungan

Dalam pola asuh ini, tidak ada perlakuan khusus ketika nenek saya mengandung ayah saya, bak ketika mengandung anak laki-laki maupun anak perempuan. Perlakuan nenek cenderung sama ketika hamil anak laki-laki ataupun anak perempuan. Mungkin dikarenakan sifat masyarakat dulu yang masih sederhana, dan yang mereka fikirkan hanyalah tentang bagaimana menjaga agar kandungan tersebut tetap sehat dan selamat ketika                                                        melahirkan. Karena masih tradisional dan teknologi belum canggih seperti sekarang ini, jadinya orang tua saat itu belum bisa melihat apakah anak yang dikandungnya itu laki-laki ataupun perempuan. Akibatnya belum ada perlakuan khusus ketika seseorang sedang hamil, meskipun saat itu sudah ada dukun bayi atau dukun beranak yag mampu merasakan apakah janin tersebut laki-laki atau perempuan.

Untuk orang tua ibu saya juga sama seperti orang tua ayah. Ketika sedang hamil tidak ada perlakuan khusus atas janin yang dikandungnya, namun kakek saya sangat berhati-hati ketika nenek sedang hamil ibu. Kakek selalu menjaga dirinya agar tidak menyakiti orang lain, bahkan hewan sekalipun. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar kehamilan nenek saya tidak bermasalah dan bayi yang dikandungnya dapat selamat hingga lahir di dunia.

Sedangkan untuk ayah dan ibu saya berbeda perlakuan dengan kakek-nenk saya, ketika ibu hamil, ia selalu membaca alqur’an surat maryam sehabis shalat fardlunya karena beliau sangat menginginkan anak pertama perempuan, namun ketika beliau sudah mengetahui bahwa anak yang dikandungnya laki-laki (hasil USG), maka beliau tidak lagi membaca qur’an surat maryam lagi, melainkan surat yusuf. Perilaku ibu ketika hamil tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah upaya beliau untuk menjaga kandungannya serta mendoakan agar putera-puteri yang dikandungnya menjadi anak yang sholeh-sholekhah ketika telah lahir di dunia.

  1. Pola Asuh Ketika Anak Masih Kecil

Tidak ada perlakuan berbeda di sini, baik anak laki-laki dan perempuan. Hampir semua diperlakukan dengan sama oleh kakek-nenek saya. Bahkan tidak jarang adik perempuan ayah saya memakai baju ayah, begitupun sebaliknya. Ayah saya kadang juga memakai baju adik perempuannya. Semua itu karena belum adanya pemahaman orang tua ayah akan gender, sehingga dalam keseharian tidak ada pembedaan perlakuan  antara anak laki-laki dan anak perempuan.

Berbeda dengan kehidupan ayah saya ketika kecil, dimana ketika ibu kecil kakek-nenek saya telah memberikan perlakuan yang berbeda antara anak laki-laki dan anak perempuannya. Ketika putera-puteri kakek-nenek saya kecil, terdapat perbedaan perlakuan dalam memberikan mainan, dimana untuk anak laki-lakinya kakek saya dulu memberikan mainan berupa mobil-mobilan dari kayu. Berbeda dengan anak laki-lakinya, kakek-nenek saya dulu sering memberikan mainan kepada anak perempuannya, termasuk ibu saya berupa boneka-bonekaan ataupun pasar-pasaran.

Hal serupa juga diterapkan orang tua saya kepada saya dan adik saya (anak laki-laki dan anak perempuannya). Dimana ayah-ibu saya membedakan perlakuannya kepada kami (anak-anaknya) ketika masih kecil. Ibu saya dulu sering membelikan pakaian kepada saya dengan warna-warna yang tidak terlalu mencolok, sedangkan ketika membelikan pakaian kepada adik saya (anak perempuannya), ibu saya memilih warna-warna mencolok atau warna-warna terang. Untuk saya (anak laki-lakinya), ibu membelikan pakaian warna biru ataupun abu-abu, sedangkan untuk adik saya (anak perempuan) dibelikan pakaian dengan warna kuning ataupun merah muda. Bahkan pakaian saya waktu kecil hingga sekarang masih ada beberapa yang tersimpan rapi di almari saya.

  1. Pola Asuh dalam Penanaman Nilai-Nilai Agama

Karena di desa ayah saya dulu masih sangat tradisional dan belum terdapat banyak orang yang ahli dalam hal agama, perlakuan kakek-nenek saya terkait nilai-nilai agama kepada anaknya tidak begitu besar. Orang tua ayah saya cenderung menyamakan perlakuannya terhadap anak laki-laki dan anak perempuannya terkait dengan penanaman nilai-nilai agama. Misalkan saja dengan menyuruh anak-anaknya (baik anak laki-laki ataupun perempuan) untuk pergi mengaji di masjid.

Untuk pola asuh dalam keluarga ibu saya terkait dengan penanaman nilai-nilai agama nampaknya agak berbeda  dengan keluarga ayah saya. Misalkan saja anak laki-laki dan anak perempuannya itu diperintahkan untuk pergi mengaji di masjid, namun itu untuk mengaji yang sore hari, sedangkan ketika mengaji di masjid pada malam hari yang diperbolehkan hanyalah anak laki-lakinya, sedangkan anak perempuan harus mengaji di rumah bersama dengan ayah, tidak diperkenankan untuk mengaji di mushola.

Berbeda lagi  dengan pola asuh orang tua saya kepada putera-puteri mereka terkait dengan penanaman nilai-nilai agama. Kedua orang tua saya berpandangan bahwa nilai-nilai agama itu sangat penting untuk anak laki-laki maupun untuk anak perempuan. Jadi dalam hal penanamn nilai-nilai agama, kedua orang tua saya tidak pernah membedakan perlakuannya terhadap anak laki-laki maupun anak perempuannya. Mereka juga berpandangan bahwa baik anak laki-laki maupun anak perempuan harus diberikan dasar-dasar nilai agama yang kuat sehingga bisa mereka jadikan pedoman kelak ketika mereka dewasa.

  1. Pola Asuh Ketika Anak Menginjak Usia Dewasa

karena pada saat itu orang tua ayah tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan tinggi, maka ketika menginjak usia dewasa, anak-anaknya disuruh untuk membantu pekerjaan rumah. Di sini terdapat pembagian kerja antara anak laki-laki dan anak perempuan. Untuk anak laki-laki, oleh kakek-nenek saya disuruh untuk membantu pekerjaan yang agak berat di luar rumah, misalkan membantu di kebun, sedangkan ntuk anak perempuannya disuruh untuk membantu pekerjaan yang berada di dalam rumah yang sifatnya ringan, misalnya menyapu ataupun membersihkan lingkungan rumah.

Untuk pola asuh orang tua ibu saya juga hampir mirip dengan apa yang diajarkan oleh orang tua ayah saya, dimana anak laki-laki disuruh untuk mengerjakan pekerjaan yang sifatnya agak berat dan berada di luar rumah, sedangkan untuk anak perempuan disuruh membantu pekerjaan di dalam rumah yang sifatnya ringan.

Berbeda dengan keduanya, untuk pola asuh yang diterapkan oleh orang tua saya kepada saya nampaknya agak berbeda. Kalau kakek-nenek dari ayah dan ibu saya lebih menekankan putera-puteri dewasanya untuk membantu pekerjaan mereka, untuk ayah dan ibu saya tidak demikian. Ketika anak menginjak dewasa, ayah dan ibu saya tidak pernah menyuruh kami untuk membantu mereka mengerjakan pekarjaan rumah maupun pekerjaan lain, misalkan kami (putera-puterinya) ikut membantu, itu adalah kemauan dari kami sendiri tanpa ada suruhan atau tekanan dari orang tua kami. Ayah dan ibu saya lebih menekankan pada penanaman nilai-nilai hidup yang baik yang cocok untuk dipakai anak laki-laki dan anak perempuan dalam menjalani kehidupan di masa dewasa. Penanaman nilai-nilai kehidupan ini juga dibedakan antara anak laki-laki dengan anak perempuan. Untuk anak laki-laki, dididik untuk menjadi seorang yang mempunyai rasa tanggung jawab, mempunyai keahlian dan harus   mempunyai jiwa kepemimpinan. Apalagi saya (anak laki-laki) sebagai anak pertama, jadi jiwa kepemimpinan dan rasa tanggung jawab sangat diperhatikan oleh orang tua saya, agar nantinya mampu membimbing adik-adik saya. Sedangkan untuk anak perempuan, dididik untuk menjadi orang yang mandiri, orang yang terampil dalam mengerjakan segala tugas, orang yang bisa memasak dan mampu mengerjakan pekerjaan rumah. Sering kali ibu saya mencontohkan kepada adik perempuan saya tentang bagimana cara-cara memasak, tentang bagimana cara merapikan rumah, dan lain sebagainya. Hal itu dilakukan oleh ibu saya dalam rangka membekali adik perempuan saya agar kelak menjadi perempuan yang mandiri dan cekatan.

  1. Pola Asuh Mengenai Pandangan Orang Tua Akan Pendidikan Anak

Dalam hal pendidikan, kakek-nenk saya belum mempunyai prinsip akan pendidikan anak-anaknya, yang terpenting bagi mereka adalah putera-puterinya mengerti akan sopan santun dan perilaku hidup yang baik. Sehingga dalam hal pendidikan, ayah saya tidak terlalu banyak mendapatkannya, karena orang tua ayah kurang memerhatikan soal pendidikan anaknya.

 Hampir sama seperti ayah saya, orang tua ibu saya juga cenderung tidak memerhatikan pendidikan anak-anaknya. Baik anak laki-laki maupun perempuan, semuanya sama. Mungkin hal ini karena pengaruh kondisi sosial, karena ibu saya dulu tinggal dalam lingkungan yang masih tradisional yang masih asri dengan budaya-budaya klasiknya dan jauh dari kehidupan yang modern.

Berbeda dengan keduanya, ayah dan ibu saya sangat memerhatikan pendidikan putera-puteri mereka, namun demikian mereka lebih cenderung kepada pendidikan puteranya dibandingkan pendidikan puterinya. Mungkin karena anak laki-laki yang lahir pertama, makanya orang tua saya sangat mengedepankan pendidikan anak pertamanya (saya), sehingga dalam mendidik anak laki-lakinya orang tua saya sangat maximal. Jam istirahat dan jam belajar sangat diperhatikan betul oleh mereka.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: