Peneliti Etik, Peneliti Emik, Tineliti Etik, Tineliti Emik Dalam Buku “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali”

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Peneliti Etik, Peneliti Emik, Tineliti Etik, Tineliti Emik Dalam Buku “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali”, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Kajian Etnografi, pada semester 3, berikut materinya:

Dari buku yang berjudul “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali” saya dapat mengidentifikasi:
Peneliti Etik:
– Etnografer sebelum melakukan penelitiannya ke Bali dia sudah melakukan penelitian di daerah-daerah lain yang ada di Indonesia seperti di Maroko dia memberi informasi bahwa di Maroko masyarakatnya lebih ramah lebih welcome kepada etnografer, dibandingkan di bali masyarakatnya lebih cuek bahkan penduduknya terus bekerja, mengobrol, membuat sesajen-sesajen, melamun, menyunggi keranjang dan lain sebagainya.
– Etnografer sebelum melakukan penelitiannya sudah membaca buku karya Jane belo yang disebut “Perangai orang Bali” di situ di gambarkan bali adalah sebuah tempat studi yang baik mitologi, seni, ritus, organisasi sosial, pola-pola pengasuhan anak, bentuk-bentuk hukum, bahkan gaya-gaya trans.

– Etnografer memandang bahwa masyarakat Bali sama persis dengan masyarakat Inggris dalam hal menghasilkan lelucon-lelucon yang menjemukan, banyolan-banyolan yang menegangkan, dan omong-omong kotor yang dangkal.
Peneliti Emik:
– Etnografer dalam melakukan penelitiannya masuk ke dalam sebuah keluarga luas, keluarga tersebut termasuk salah satu dari empat golongan besar yang ada di desa tersebut.
– Etnografer melihat adanya sabung ayam secara besar-besaran yang di selenggarakan di alun-alun dimana hasil uang dari sabung ayam tersebut di sumbangkan untuk sebuah sekolah baru.
– Sabung ayam biasanya diadakan di desa terpencil karena jika diadakan di tempat umum jago-jago milik masyarakat akan di sita akan ada penggrebekan karena sesungguhuhnya sabung ayam tersebut tidak di perbolehkan oleh pemerintah.
– Sang etnografer ikut menonton pertandingan sabung ayam di sekitar ring. Di tengah-tengah pertandingan tiba-tiba adanya penggrebekan yang dilakukan oleh polisis-polisi semua masyarakat berlari menyembunyikan dirinya sendiri ada yang bersembunyi di bawah panggung-panggung, bersembunyi di balik tikar-tikar dan ada juga yang bersembunyi di atas pohon kelapa.
– Etnografer selama melakukan penelitian di Bali melihat secara langsung sabung ayam seperti menyaksikan tenung, irigasi, kasta dan perkawinan.
– Etnografer melihat kebiasaan masyarakat bali yang sangat menyayangi jago-jago miliknya, hampir semua waktu dihabiskan bersama jago-jago tersebut. bukan hanya merawat ataupun memberi makan saja tetapi jago tersebut juga diajak bicara.
– Etnografer menggambarkan bagaimana cara jago tersebut di mandikan oleh masyarakat Bali. Untuk memandikan jago terdapat upacara dengan air suam-suam kuku, jamu-jamuan, bunga, dan bawang, bulunya di sikat lalu di rapikan, tajinya di asah dan kaki-kakinya di pijat.
– Etnografer menggambarkan adanya adat tentang taji-taji yang beraneka ragam. Taji tersebut di asah hanya pada saat gerhana bulan dan ketika bulan tidak penuh, taji tersebut di jaga agar tidak di lihat oleh perempuan-perempuan. Taji itu di pegang, baik dalam pemakaian maupun di luar pemakaiannya dengan kombinasi macam-macam yang sama anehnya dan di pegang dengan perasaan yang ditujukan masyarakat Bali kearah ritual-ritual pada umumnya.
– Etnografer mengidentifikasi di dalam masyarakat Bali ada tiga bentuk untuk melakukan taruhan. Pertama pertarungan kecil kedua pertarungan menengah dan yang ketiga pertarungan besar.
Tineliti Etik:
– Masyarakat di desa tersebut melihat gerak gerik dari etnografer dan masyarakat tersebut sudah mengetahui siapa dan apa yang akan dilakukan oleh etnografer.
– Masyarakat Bali dalam memandang setiap perilaku yang dianggap sebagai tingkah laku mirip hewan atau binatang tidak diperbolehkan dilakukan manusia contohnya seperti bayi tidak boleh merangkak karena merangkak merupakan tingkah laku binatang atau hewan.
– Masyarakat Bali memandang bahwa laki-laki dewasa wajib membawa jagonya untuk bertarung untuk memperbaiki moralitas rakyat, pandangan tersebut sudah ada sejak zaman-zaman klasik.
– Masyarakat Bali berpandangan dengan mengikuti pertaruhan sabung ayam maka adanya prestise tersendiri.
– Masyarakat Bali sangat memprioritaskan sabung ayam karena berpandangan bahwa zaman dahulu ada pahlawan-pahlawan kebudayaan Bali yaitu pangeran yang di juluki sang penyabung ayam dimana pangeran tersebut dalam membangkitkan nafsunya dengan cara sabung ayam.
Tineliti Emik:
– Masyarakat Bali dalam mengadakan sabung ayam harus ada kurban darah dengan mantra-mantra dan pujian-pujian yang layak kepada roh-roh jahat. Tidak ada perayaan pura sampai sabung ayam ini diadakan. Kalau hal tersebut di abaikan akan terjadi bencana seperti penyakit, kegagalan panen, letusan gunung berapi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: