Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Ritus Dan Perubahan Sosial : Pemakaman Di Jawa, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Bentang Budaya Masyarakat Jawa, pada semester 2 yang lalu, berikut penjelasannya:
Dalam pembahasan Bab 3 “Ritus dan Perubahan Sosial: Pemakaman di Jawa” tulisan Clifford Geertz ini akan lebih ditekankan tentang hubungan masyarakat, kelompok, individu dan subjek dalam proses pemakaman di Jawa ini. Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang pemakaman yang ada di Jawa, akan dijelaskan terlebih dulu bagaimanakah kehidupan religius yang ada di Jawa. Menurut pandangan orang luar Jawa (dalam konteks ini penulis) mengemukakan bahwa tradisi religius Jawa, khususnya dari kaum petani, merupakan sebuah campuran unsur-unsur India, Islam, dan unsur-unsur pribumi. Mengapa tradisi religius Jawa bisa menjadi kompleks? Hal ini dimungkinkan karena Jawa mempunyai pelabuhan yang strategis pada masa ekspansi perdagangan, sehingga menjadi sasaran penyebaran agama dari pada misionaris, pendeta dan pedagang arab. Tradisi religius Jawa ini tercermin dalam berbagai ritual yang sering dilakukan. Dalam ritual tersebut, tercerminlah sebuah kompleksitas praktek keagamaan. Orang Jawa sendiri menganggab ritual yang ada di Jawa merupakan sebuah kesepakatan yang ada dalam masyarakat, yang harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama. Sedangkan bagi individu-individu Jawa tradisi yang ada secara implisit adalah aturan-aturan yang mengingat mereka. Tradisi tersebut mengandung sebuah nilai dan sanksi dari masyarakat bagi masyarakat yang melakukan penyimpangan.
Memang tidak ada hukuman yang tegas bagi para pelanggar tradisi ini. Namun, dikucilkan dari masyarakat merupakan hukuman yang harus dibayar bagi para pelanggarnya. Secara garis besarnya, tradisi religius yang ada di Jawa yang merupakan cerminan kompleksitas agama Jawa masih ada hingga sekarang ini. Dari fakta tersebut kita dapat melihat hubungan antara agama dan tradisi, dimana agama dan tradisi dapat berjalan beriringan dan mengalami asimilasi.
Pertumbuhan penduduk yang ada di Jawa, urbanisasi, penyebaran mata uang dan diferensiasi pekerjaan pada faktanya telah melunturkan ikatan-ikatan tradisional dan sruktur kemasyarakatan pada masyarakat petani Jawa. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, bahwa menurut prespektif kelompok yang ada dalam masyarakat tersebut tradisi merupakan kesepakatan bersama, yang mencerminkan tindakan sparatisme kedaerahan. Sehingga masyarakat lebih bersifat kedaerahan dan lebih cenderung rasis. Namun, sifat tersebut semakin luntur seiring dengan munculnya nasionalisme.
Setelah mengetahui bagaimanakah tradisi religius pada masyarakat Jawa, yang merupakan unsur penting dalam proses pemakaman Jawa, selanjutnya akan dijelaskan bagaimanakah hubungan religius jawa dan pemakaman di jawa. Tulisan ini menggunakan studi kasus pemakaman di Mojokuto, sebuah kota kecil yang ada di Jawa Timur. Menurut Malinowski dari segala sumber agama, mengemukakan bahwa kematian adalah suatu kritis yang sangat penting. Dalam kehidupan masyarakat Jawa, mati merupakan peristiwa alamiah yang harus dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini. Sedangkan, kematian sendiri bagi orang Jawa bukanlah peristiwa yang penuh dukacita, dan isak tangis. Air mata dalam kematian tidak disukai dalam peristiwa kematian orang Jawa. Kematian di Jawa tidak akan terlepas dari ritual pemakaman yang telah menjadi sebuah kewajiban. Dalam proses pemakaman akan tercermin kerjasama sosial antar anggota masyarakat. Ketika berita kematian disiarkan keseluruh wilayah, setiap orang harus meninggalkan apa yang sedang dikerjakannya dan pergi kerumah duka. Terdapat pembagian kerja secara gender dalam prosesi ini. Kaum wanita memasak untuk slametan dan para lelaki mempersiapkan tanah penguburan. Hal ini mencerminkan, bahwa peristiwa kematian yang ada di dalam masyarakat adalah bagian tradisi, bukan merupakan tanggung jawab individu, tetapi lebih kepada tanggung jawab masyarakat bersama.
Proses pemakaman di Jawa ini tidak terlepas dari tradisi dan religi masyarakat setempat. Proses pemkaman dipimpin oleh seorang modim sejenis ustad yang syarat dengan agama islam. Jenasah juga harus dimandikan karena kematian merupakan proses sacral sehingga jenazah harus disucikan terlebih dahulu sebelum kemudian di makamkan. Dalam tulisan ini diberikan contoh kasus, bagaimanakah agama berperan penting dalam proses pemakaman, yaitu ketika Modim tiba di rumah duka dan melihat poster-poster yang memperlihatkan politis Permai (anti islam). Setelah mengetahui bahwa yang bersangkutan adalah pengikut Permai, maka sang Modimpun tidak bersedia untuk memimpin upacara pemakaman tersebut. Pihak yang berduka tidak memahami bahwa menjadi anggota Permai harus melakukan proses pemakaman non-Islam. Setelah sang Modim menemui pejabat kelurahan dan pemakaman tersebut dikategorikan dalam waktu yang genting baru sang Modim dalam waktu yang cukup lama (dengan bujukan-bujukan) mau melakukan upacara pemakaman tersebut dengan penanggung jawab seorang santri. Dalam contoh peristiwa ini, menggambarkan bagaimana religi sangat berpengaruh dalam pemakaman. Bisa disebut juga, perang antar religi secara implisit tercermin dalam peristiwa ini.
Dalam melihat peristiwa kematian di Jawa yang berlanjut pada peristiwa pemakaman dan rentetan slametan tercermin hubungan antara masyarakat, kelompok, individu dan subjek itu sendiri. Orang yang telah meninggal mempunyai hubungan kasih sayang dengan beberapa orang ketika masih hidup. Itulah mengapa sebabnya “kematian” tidak hanya menjadi tanggung jawab beberapa individu saja namun lebih kepada beberapa kelompok masyarakat. Masyarakat satu kampung, dan beberapa dari kampung lain yang mempunyai hubungan darah, atau kerabat. Kematian dianggab sebagai sebuah peristiwa yang sakral bagi tiap individu, bagitu pula presepsi kelompok masyarakat sehingga jenazah harus dimandikan. Jawa, sebagai daerah dengan kompleksitas yang tinggi, tidak akan terlepas dari bentrokan tradisi atau religi. Suatu daerah mungkin mempunyai tradisi religius yang berbeda dengan yang lainnya. Sehingga diperlukan sebuah kesepakatan untuk menjalankan ritual pemakaman
Geertz. C . 1992. “ritus dan perubahan sosial: pemakaman di jawa” dalam c Geertz kebudayaan dan agama. Yogyakarta, 71-105