Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai “Mendidik Diri Jadi Indonesia: Memanusiakan Lian Di Depan Kita”, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia, pada semester 3 yang lalu, berikut materinya:
1. Kasus memberi dua koin dengan sejuta manfaat
Pada hari sabtu tanggal 26 November 2016 saya jalan-jalan ke Pasar Pagi Kota Tegal yang letaknya di tegah pusat kota dekat dengan Alun-alun Kota Tegal, saya jalan-jalan bersama teman SMA saya yang bernama Pragustina, tujuan saya ke Pasar Pagi karena saya ingin membeli kado untuk teman saya yang sedang berulang tahun, saya memilih membeli di Pasar Pagi karena harganya lebih murah dan dapat di tawar, pilihan barangnya juga banyak, Pasar Pagi merupakan Pasar terbesar dan terkenal di Kota Tegal sehingga tidak heran jika suasananya selalu ramai pada setiap harinya, saya pergi ke Pasar Pagi pukul 10.00 wib, di perjalanan saya terkejut karena mendengar alunan musik yang keras yaitu alunan musik tradisional Jawa Barat Angklung, musik itu berasal dari pinggiran lalu lintas, jadi ada pengamen yang menggunakan alat musik Angklung untuk menarik perhatian masyarakat supaya dapat memberikan sumbangan seikhlasnya. Pengamen Angklung tersebut terdiri kurang lebih 5 orang dengan 1 biduan yang menari dan membawa cepon untuk memintai sumbangan kepada pengendara yang berhenti di lalu lintas tersebut.
cara pengamen tersebut mulai memainkan musiknya yaitu menunggu lampu lalu lintas berwarna merah, dimana semua pengendara yang lewat di jalan tersebut akan berhenti menunggu lampu hijau, setelah lampu merah menyala semua rombongan pengamen langsung berdiri di tepi jalan dengan memainkan alat musik tersebut, satu biduan berjoget menghampiri pengendara yang berhenti untuk memintai sumbangan seikhlasnya. Setelah lampu hijau menyala semua rombongan pengamen termasuk biduannya langsung menepi di pinggiran jalan sehingga arus lalu lintas tertib dan tidak mengganggu jalannya arus lalu lintas di sekitar jalan tersebut. tentunya pemandangan tersebut jarang saya temui di kota-kota lain. Waktu saya berhenti di lalu lintas tersebut saya memberikan dua koin karena yang tersisa di dalem tas kecil saya hanya dua koin saja lainnya uang besar yang belum di pecah. Tetapi saya ikhlas dalam memberikan uang tersebut, dan semoga dapat bermanfaat. Pengendara yang lain juga lumayan banyak yang memberikan sumbangannya. Mereka bahkan memberi dengan wajah tersenyum. Menurut saya selama tidak mengganggu jalannya arus lalu lintas sah-sah saja rombongan tersebut mengamen di tepi lalu lintas, karena saya tahu mereka butuh uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, dengan mengamen menggunakan alat musik Angklung menjadikan masyarakat tidak melupakan alat musik tradisional tersebut, bahkan anak-anak dapat menambah informasi baru mengenai alat musik Angklung khususnya bagi anak-anak seusia 3-5 tahun. Karena sudah jarang masyarakat yang dalam hajatan atau acara-acara besar melibatkan hiburan Angklung. Jadi menurut saya dengan adanya pengamen Angklung tersebut menjadikan alat musik Angklung tidak menjadi punah, karena masyarakat tentunya masih dapat melihat dan mendengar aluanan Angklung tersebut di setiap harinya jika bepergian melewati jalan tersebut.
Saya mengkaitkan kasus ini dengan Konsep Kelakuan
Pola kelakuan dibagi menjadi dua yaitu pola kelakuan lahiriah dan pola kelakuan batiniah. Dari kasus yang saya ambil termasuk ke dalam pola kelakuan batiniah karena dalam melakukan suatu tindakan dengan mengkaitkan batin kita, cara-cara pengungkapannya yang terkandung dalam batin kita, seperti cara berpikir, cara berkemauan, dan cara mengungkapkan perasaan. Pola kelakuan batiniah tidak dapat dikenali secara langsung tidak seperti pola kelakuan lahiriah. Ungkapan berpola yang paling penting untuk memperkenalkan isi hati antara lain: 1. Bahasa 2. Isyarat 3. Tata tubuh. Dalam kasus yang saya ambil untuk menarik perhatian pengendara, supaya memberikan uang dengan cara si biduan angklung menari di depan, ungkapan berpola tersebut termasuk ke dalam tata tubuh. Di mana seluruh gerakan dimaksudkan untuk mengekspresikan tujuan atau makna tertentu yang akan di sampaikan kepada pengendara yang melihatnya. Saya harap semua pengendara juga ikut memberikan sebagian uangnya untuk pengamen angklung tersebut walaupun uang yang diberikan tidak harus banyak, bukannya tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah, Allah S.W.T berjanji akan membalas kebaikan kita walau sebesar dzarrah (biji). Maka dari itu berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.
2. Kasus memberi manfaat kepada orang lain yang lebih berhak
Pada waktu saya ingin pulang ke rumah yang di Tegal, saya langsung menuju ke Stasiun Poncol untuk membeli tiket, saya berangkat sekitar pukul 15.00 wib, sesampainya di sana ternyata jurusan ke Tegal sudah terjual habis, saya bingung rasanya ingin menangis di tempat karena kasir tiketnya mengatakan jurusan tegal yang kosong adanya nanti jam 05.00 wib, disitu saya terdiam dan rasanya ingin menangis karena saya pulang sendirian tidak bersama teman, lalu tiba-tiba dari belakang ada yang menepuk pundak Saya dia anak seumuran Saya lalu mengajak untuk pulang bersama memakai bus karena kebetulan dia juga ingin pulang ke Tegal. Saya sangat bersyukur karena Allah S.W.T memberi jalan untuk Saya dapat pulang ke rumah. Saya langsung mengikuti dia pergi, ternyata dia seorang Mahasiswa di UIN semester tiga namanya Uli, Untuk sampai ke terminal Saya dan Uli memakai bus transsemarang yang harganya tidak terlalu mahal, Saya dan Uli mendapat tempat duduk, sewaktu ketika ada ibu-ibu yang usianya sudah tua berdiri karena tidak mendapatkan tempat duduk. Saya langsung berdiri dan menyilahkan ibu-ibu tersebut untuk duduk di tempat duduk, ibu-ibu tersebut tersenyum dengan mengatakan terimaksih kepada Saya. Saya sangat senang dapat membantu walau dengan hal sepele tapi sangat bermanfaat untuknya, saya sadar ibu-ibu tersebut lebih membutuhkan tempat duduk daripada saya, jika saya berdiri berjam-jam bisa kuat tetapi jika ibu-ibu tersebut saya rasa tidak akan kuat karena usianya yang sudah tua. Sesampainya di terminal saya langsung membeli tiket busnya dan lagi-lagi saya masih beruntung karena masih ada 3 kursi yang kosong saya langsung membeli tiket tersebut dan duduk menunggu busnya datang. Dari situ Saya mendapat pelajaran berharga bahwa apabila kita membantu orang lain yang sedang kesusahan dengan rasa ikhlas maka suatu saat Allah S.WT akan memberikan jalan kepada kita entah dalam wujud yang seperti apa dan dalam keadaan yang bagaimana. Disitu saya benar-benar mengucapkan banyak syukur kepada Allah S.W.T karena telah memberikan jalan untuk Saya dapat pulang ke Tegal dengan selamat.
Saya mengkaitkan kasus ini dengan Konsep Kelakuan
Pola kelakuan adalah suatu cara bertingkah laku yang diciptakan untuk ditiru banyak manusia. Cara bertindak menjadi suatu pola bertindak yang tetap melalui proses pengulangan yang dilakukan banyak orang dalam waktu relatif lama sehingga terbentuk suatu kebiasaan. Ada dua macam pola kelakuan, yang pertama pola kelakuan lahiriah dan yang kedua pola kelakuan batiniah. Dari kasus tersebut saya terapkan ke dalam pola kelakuan batiniah, pola tersebut muncul karena adanya cara-cara pengungkapan apa yang terkandung dalam batin, seperti cara berpikir, cara berkemauan, dan cara mengungkapkan perasaan. Saya mempersilahkan ibu-ibu tersebut untuk duduk di tempat duduk karena saya berpikir tentunya ibu-ibu tersebut tidak akan kuat berdiri lama karena usianya yang sudah tua. Sehingga saya dapat merelakan tempat duduk saya untuk ibu-ibu tua tersebut karena saya tahu ibu-ibu tersebut lebih membutuhkan daripada saya. Sebagian ungkapan batiniah yang berpola tersebut bersifat pribadi, dan merupakan ciri khas seseorang, walaupun terdapat pula ungkapan batiniah yang bersifat sosial yang berarti diikuti umum. Suatu ungkapan batiniah bersifat sosial jika bentuk ungkapan itu merupakan suatu keharusan yang berlaku dan sudah menjadi kebiasaan bagi setiap anggota masyarakat. Saya berharap kelakuan saya dapat diikuti oleh anak muda jika berada di dalam posisi yang sama, diharapkan anak muda sekarang dapat lebih peka terhadap keadaan sekitar, karena jika perbuatan dilakukan secara berulang-ulang akan menjadi sebuah kebiasaan yang nantinya akan ditiru oleh banyak orang.
3. Kasus memasak lezat bersama Ibu
Pada hari jumat tanggal 25 November 2016, Saya dan Ibu pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk dimasak. Tadinya saya sangat susah jika disuruh bangun pagi apalagi di hari libur, tetapi karena adanya niat Saya untuk masak bersama Ibu, Saya dapat bangun pagi tanpa dibangunkan terlebih dulu. Setelah semua bahan didapat Saya dan Ibu langsung menuju dapur, sebelumnya saya ikut membersihkan dapur dan mencuci piring serta wadah-wadah lainnya untuk tempat bahan-bahan tersebut. bagian saya memotong cabe-cabean dan bawang-bawang, Ibu yang meracik bahan-bahannya karena saya belum bisa memasak seperti Ibu. ternyata masak bersama Ibu suatu hal yang menyenangkan, kita dapat bercanda barsama di sela-sela memasak. Ibu selalu mengingatkan saya perempuan harus bisa memasak, jangan males masak nanti kalo sudah berumah tangga siapa yang akan masak untuk suami dan anak-anaknya. Itu yang selalu ibu katakan kepada Saya. Kebetulan hari itu Ibu memasak banyak mulai dari sop, pecel ikan, telur balado sampai gorengan seperti tempe mendoan dan empuk-empuk tahu. Disitu saya mendapat banyak ilmu mengenai masak memasak. Bagaimana cara meracik bumbu perbandingan antara garam dengan bawang merah serta lada dan lain sebagainya. Bagi saya memasak itu susah-susah gampang karena kita juga harus menghafal semua bahan-bahan sesuai dengan apa yang kita masak. Apabila ada salah satu bahan yang tertinggal maka akan mempengaruhi rasa masakan, jadi Saya harus benar-benar memperhatikan Ibu meracik bumbu dengan benar. Setelah semua masakan matang, saya langsung memanggil Bapak dan adik untuk makan bersama, rasanya sangat bangga jika nanti saya dapat memasak untuk mereka. Ternyata makan dengan hasil masakan sendiri itu lebih bernilai daripada Saya hanya dapat menikmati saja. Setelah mendapat sedikit ilmu dari Ibu, Saya terapkan pada kehidupan Saya di kos kadang-kadang jika tidak terlalu banyak tugas saya sempatkan untuk masak-masak di kos. Walau awal pertama masak rasanya tidak seenak masakan Ibu padahal bahan-bahannya sudah benar tetapi ada kebanggaan tersendiri yang muncul dari dalam diri Saya. Tetap saja makan dengan masakan buatan sendiri itu lebih enak lebih menyenangkan daripada harus beli ke warung setiap hari.
Saya mengkaitkan kasus ini dengan Konsep Gender, Jenis Kelamin, dan Kodrat
Masih banyak masyarakat yang menilai bahwa perempuan kerjanya hanya di dapur, melayani suami, mengurus anak. Seperti halnya dengan Ibu saya yang masih menganggap bahwa perempuan harus bisa memasak karena jika sudah berumah tangga kita sebagai perempuan mau tidak mau harus memasak untuk suami setiap harinya. Tidak wajar jika suami memasak sendiri padahal memasak suatu pekerjaan yang dapat dilakukan oleh siapa saja, banyak laki-laki yang dapat memasak dengan enak buktinya Chef kini banyak yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi pandangan tersebut dibantah oleh sebagian masyarakat yang masih memegang teguh nilai-nilai yang sudah lama tertanam. Gender yaitu suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan karena dikonstruksikan secara sosial dan kultural, bisa berubah dari waktu, tempat, dan budaya yang berbeda, serta dapat di pertukarkan. Dengan adanya materi gender kini saya sudah dapat membedakan bahwa gender, seks dan jenis kelamin itu berbeda. Gender terjadi karena konstruksi sosial yang kemudian menjadi stereotipe yang disosialisasikan yang kemudian membudaya akhirnya membentuk keyakinan gender kemudian menjadi ideologi gender yang di langgengkan oleh masyarakat. Dari ideologi gender akan menimbulkan ketidakadilan gender karena di situ laki-laki lebih diutamakan daripada perempuan. Padahal semua yang ada pada laki-laki dan perempuan bukanlah kodrat tetapi konsep sosial. Jika kodrat sudah ketentuan dari Allah S.WT yang manusia tidak bisa merubahnya, tidak bisa dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan. Secara sosial peran laki-laki dan perempuan sama yang membedakan hanya fisiknya saja. Tetapi kini masyarakat lebih menilai bahwa perempuan tugasnya hanya mengurus suami dan anak, jika suami melakukan pekerjaannya sendiri maka dikatakan istri yang durhaka kepada suami jika anaknya yang mengurus suami maka dikatakan istri yang menelantarkan anak-anaknya, jadi tidak mudah untuk dapat menyetarakan peran antara laki-laki dan perempuan ke dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Kasus menenangkan tetangga dari kesalahpahaman
Pada saat Saya di rumah tiba-tiba terdengar suara rebut-ribut dari samping rumah tepatnya pada waktu siang hari. Saya langsung menghampiri asal suara itu berasal tiba-tiba Ibu RT dengan tetangga belakang yang hanya dihuni oleh Ibu dan anak laki-lakinya mereka ribut karena kesalahpahaman. Saya langsung menenangkan Ibu RT karena sudah lama saya anggap sebagai saudara sendiri. Awal cerita tetangga belakang rumah Ibu RT merasa tidak terima karena tembok samping rumahnya ada yang patah. Mereka mengira yang membuat tembok rumahnya rusak adalah keluarga Ibu RT padahal keluarga Ibu RT tidak pernah pergi atau jalan lewat depan rumahnya. Suasana memanas ketika menantu Ibu RT melempar buah timun suri ke depan rumah Ibu tersebut. Anak-anak dari Ibu RT mencegah sebisa mungkin supaya tidak terjadi tindak kriminal. Saya sangat takut sebenarnya dengan keadaan ribut-ribut seperti ini tetapi Saya terus berusaha untuk menenangkan hati Ibu RT. Tidak lama kemudian Pak RT langsung mengambil jalan tengah yaitu dengan memasrahkan uang kepada Ibu tersebut, tetapi Ibu tersebut tidak mau dia terus menerus mencaci keluarga Ibu RT, menurut salah satu anaknya keluarga Ibu tersebut dulunya sangat membenci keluarga Ibu RT jadi sudah dari dulu memendam rasa tidak suka kepada keluarga Ibu RT. Konflik mulai mereda setelah Pak RT memanggil orang yang bekerja sebagai pengukur tanah karena menurut keluarga ibu tersebut rumah keluarga Ibu RT sudah melampaui batas tanah milik rumahnya. Setelah Ibu tersebut mendengar Pak RT akan memanggil orang yang mengukur tanah dia mulai masuk ke dalam rumah, Ibu RT juga berhasil saya tenangkan beliau sudah berhenti menangis. Dan seketika keadaan menjadi sepi.
Saya mengkaitkan kasus ini dengan Konsep Dasar Integrasi Dan Konflik
Kesalahpahaman kadang kala dapat menimbulkan perpecahan atau konflik seperti pada kedua tetangga saya yang berkonflik karena kesalahpahaman. Adanya konflik dapat dipersatukan oleh intergasi sosial. Integrasi sosial berarti membuat masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang bulat. Konflik sering terjadi pada masyarakat majemuk di mana setiap masyarakatnya saling mengunggul-unggulkan budayanya sendiri. Kelompok-kelompok sosial dalam masyarakat biasanya berkonflik karena berebut sumber daya atau karena berbeda tujuan. Coser mendefinisikan konflik sebagai nilai-nilai atau tuntutan yang berkenaan dengan status kekuasaan, pengumpulan sumber materi atau kekayaan yang langka, di mana pihak-pihak yang berkonflik tidak hanya ditandai oleh perselisihan, tetapi juga berusaha untuk memojokkan, merugikan atau kalau perlu menghancurkan pihak lawan. Seperti pada kasus yang saya ambil konflik yang diakibatkan karena kesalahpahaman dengan adanya unsur balas dendam antar tetangga. Satu pihak ingin merugikan pihak lain supaya mendapat keuntungan sedangkan satu pihak mengalah karena sadar sebagai keluarga Pak RT harus mententramkan masyarakat walaupun
sebenarnya menurut pendapat saya keluarga Pak RT itu tidak bersalah. Dalam kasus ini termasuk kedalam teori konflik kita tahu bahwasanya dalam hidup bermasyarakat tentunya seringkali terjadi pertikaian atau konflik, masyarakat tanpa konflik adalah masyarakat mati seperti yang dikatakan Robert Lee, Mitchel. Sama halnya dengan kasus yang saya ambil hanya karena hal sepele tembok yang rusak sedikit karena kegores menimbulkan masalah-masalah lain seperti masalah tanah yang katanya rumah Pak RT mengambil luas lahan miliknya. Konflik tersebut dapat mereda karena adanya salah satu pihak yang mengalah yaitu keluarga Pak RT yang akhirnya mengalah dengan akan membawa tukang pengukur tanah supaya semuanya dapat terselesaikan dengan baik.
5. Kasus mengisi malam dengan ceramah keagamaan
Pada tanggal 30 desember 2016 tepatnya malam sabtu saya sedang duduk santai di ruang tamu. Tiba-tiba tetangga sebelah rumah ketuk pintu dan menyuruhku untuk menemaninya datang ke pengajian isra mi’raj di mushola dekat rumah. Saya langsung bergegas ganti pakaian daripada harus duduk-duduk di rumah. Sesampainya di mushola suasana sudah ramai, banyak ibu-ibu yng membawa anak mereka untuk mendengarkan ceramah dari Pa Kyai, ibu-ibu duduk di bawah dengan alas tikar yang sudah di sediakan oleh panita penyelenggara, sedangkan bapak-bapak duduk di kursi yang telah disediakan oleh panita pula. Sembari menunggu Pa Kyai datang semua pengunjung di sambut oleh alunan rebana dari remaja-remaja laki-laki yang sangat bagus karena lagu-lagu yang di tunjukkan mengikuti lagu-lagu zaman sekarang bukan saja lagu-lagu dari timur tengah saja melainkan lagu india (tum hi ho), lagu dangdut (sakitnya tuh disini) dan lagu-lagu tenar lainnya. Sekitar pukul 22.00 wib Pak Kyai sampai dengan di sambut olah alunan rebana yang menambah meriahnya acara tersebut. tidak mengulur-ulur waktu Pak Kyai langsung menyampaikan tausiyahnya, di situ saya dapat menambah wawasan mengenai ilmu-ilmu keagamaan, banyak ilmu yang di dapat setelah mendengarkan tausiyah Pak Kyai, seperti bagaimana kita dapat mencintai Nabi Muhammad khususnya bagi kaum perempuan yang sudah menikah, sifat-sifat Rasulullah yang sangat mulia dan lain sebagainya. Saya tidak merasa mengantuk sama sekali karena tausiyah yang di berikan sangat menarik dan tidak membosankan, dalam menyampaikan tausiyahnya di selingi dengan candaan kecil yang menambah semangat pengunjung untuk terus mengikuti tausiyahnya. Hingga penghujung acara, sekitar pukul 23.30 wib, semua pengunjung bersiap-siap untuk pulang termasuk saya, keluarga saya dan tetangga-tetangga rumah.
Saya mengkaitkan kasus ini dengan Konsep Dasar Sistem Sosial
Masyarakat di sekitar rumah saya mayoritas beragama Islam, di setiap Hari-Hari Besar Islam masyarakat di tempat tinggal saya akan merayakannya dengan cara Slametan dan juga Pengajian. Tentunya setiap masyarakat mempunyai nilai dan norma sendiri seperti halnya masyarakat di daerah saya yang selalu menyambut hari kelahiran Nabi Muhammad s.a.w di mushola secara bergilir. Jadi untuk merayakannya di bagi-bagi kadang berada di mushola yang dekat dengan rt 4 kadang di mushola dekat dengan rt 5. Masyarakat yang datang cukup banyak baik Ibu-Ibu, Bapak-Bapak ataupun Remaja-Remajanya. seperti yang dikatakan oleh (Nasikun, 1995) bahwa sistem sosial adalah suatu sistem tindakan, terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi di antara berbagai individu, yang tumbuh dan berkembang di atas standar penilaian umum yang disepakati bersama oleh para anggota masyarakat. Jadi dengan terselenggaranya acara Maulid Nabi Muhammad S.A.W tersebut karena adanya kesepakatan bersama antar masyarakat sehingga menjadi nilai-nilai keagamaan yang tertanam di benak masyarakat yang beragama Islam. Sehingga menurut saya sudah menjadi kebiasaan yang mana akan menjadi suatu kebudayaan masyarakat Islam dimana dalam merayakannya masyarakat diminta untuk iuran dari hasil iuran tersebut akan digunakan untuk membeli snack yang nantinya akan di bagikan untuk para pengunjung, dan untuk mengamplopi si Penceramah dan pengisi acara seperti Hadroh. Nilai sosial erat kaitannya dengan kebudayaan dan masyarakat. Setiap masyarakat atau setiap kebudayaan memiliki nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Notogegoro membedakan nilai menjadi tiga macam yaitu: 1. Nilai material 2. Nilai vital 3. Nilai kerohanian. Di dalam kasus saya termasuk ke dalam Nilai kerohanian dimana nilai tersebut berkaitan dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan kebutuhan rohani manusia, seperti nilai kebenaran, nilai keindahan, nilai moral dan nilai keagamaan. Saya sangat bersyukur karena di dalam lingkungan tempat tinggal saya masih tertanam nilai-nilai keagamaan dengan cara aktif dalam merayakan semua Hari-Hari Besar Islam bukan hanya itu saja masyarakat di tempat tinggal saya juga cenderung memilih Pengajian untuk mengisi acara seperti Perkawinan dan Sunatan. Walaupun kadang ada masyarakat yang kurang antusias jarang datang ke acara-acara kerohanian tetapi acara-acara tersebut tetap di selenggarakan sesuai dengan kalender Islam.
Daftar pustaka:
1. Handoyo, Eko, dkk. 2015. Studi Masyarakat Indonesia. Yogyakarta:Penerbit Ombak.