Atas Nama Pembangunan dan Kemajuan: Negara, Pasar dan Hutan

Konsep Teritorialisasi merupakan konsep yang digunakan untuk melihat proses bergesernya kekuasaan masyarakat siberut terhadap hutan. Vandergeest dan peluso teritorialisasi sebagai membagi wilayahnya menjadi zona – zona politik dan ekonomi yang kompleks dan saling bertumpang tindih mengatur kembali penduduk dalm unit – unit tertentu dan membuat aturan yang membatasi bagaimana dan oleh siapa wilayah itu dimanfaatkan.

Seiring mantapnya proses ini, pemerintah memberikan definisi khusus tentang masyarakat sekitar dan praktik – praktik yang berhubungan dengannya sebagai tidak tertib, tradisonal, dan memerlukan pembangunan. Negara menguatkan klaim untuk ikut campur tangan resmi melalui 4 hal : 1) penentuan status sebagian besar lahan sebagai hutan. 2) pembangunan perkebunan skala besar dan pemukiman transmigrasi dari daerah yang telah maju tetapi padat penduduknya ke daerah yang jaya sumber daya alam tetapi terbelakang. 3) pengaturan pemukiman migran spotan. 4) pemukiman kembali kelompok yang disebut sebagai masyarakat terasing ke desa yang dikelola secara tertib.

Rezim Kehutanan Orde Baru

UU No 5 tahun 1967 memberikan dampak kepada hubungan antara hutan dan penduduknya, undang – undang ini menetapkan tiga perempat dari luas lahan Indonesia sebagai hutan. Penetapan ini membuat penguasaan akan hutan bergeser. Hutan ditetapkan, dipetakan, dibatasi dan dikategorisasikan, proses ini disebut state simplification oleh james scott.

Orde baru meluncurkan kebijakan pembangunan yang lebih tepat diartikan sebagai pembangunan ekonomi dengan menggunakan dua strategi yaitu pertumbuhan yang menekankan aspek pengelolaan sumber daya alam dan pemerintah melaksanakan kebijakan untuk menfasilitasi swasta dan pertumbuhan ekonomi berorientasi ekspor yang sangat tergantung dari produksi barang – barang pabrik. Dua tahun pemberlakuan ini pemerintah memperluas eksploitasi sumber daya hutan dipulau diluar jawa dengan pembukaan besar – besaran area pengambilan kayu komersial.

Menteri pertanian pada tahun 1980 memberikan arahan kepada provinsi diluar jawa untuk membuat Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sebagaian masalah intersektoral. Melalui TGHK hutan diklasifikasikan menjadi 4 : 1) suaka alam, 2) hutan lindung, 3) hutan produksi dan produksi terbatas, 4) hutan produksi. Siberut tidak luput dari jangkauan kebijakan Negara dalam rangka melegitimasi penguasaan atas siberut Negara mengumumkan seluruh  area siberut adalah kawasan hutan Negara.

Daerah dataran siberut pemerintah menetapkan program pemukiman kembali dan memberikan konsesi  atas hutan kepada perusahaan kayu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan mengurangi kerusakan hutan karean system perladangan berpindah. Departemen kehutanan merasa bahwa pemberian hak penguasaan hutan dan program pemukiman adalah proyek yang paling tepat untuk mengurangi kerusakan hutan akibat perladangan berpindah sekaligus untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk siberut.

Ekspoitasi Kayu Siberut

Eksploitasi ini sudah berlangsung sejak abad ke 18 dan semasa belanda abad ke 20 namun tidak berlangsung lama. Usaha menciptakan kawasan huan Negara secara efektif dimulai dengan mengirimkan tim survey ahli kehutanan untuk mencari justifikasi ilmiah bagi pengelolaan hutan siberut. Hasil surveinya menjelaskan akibat dari ekosistem kepulauan aktivitas penebangan tidak dapat berkelanjutan untuk jangka waktu yang lama karena periode yang dibutuhkan untuk regenerasi tidak mencukupi. Kedua rimbawan tersebut memberikan rekomedasi bahwa hutan siberut bisa ditebang dengan beberapa syarat yaitu melakukan penebangan dengan system tebang pilih dana hanya pohon berdiameter lebih dari 50 cm yang berada dihutan yang telah masak. Teknik penebangan pohon disiberut adalah dengan sistem kabel membuat semak dan pohon muda terkena dampak penyeretan balok kayu tebangan oleh kabel sehingga kerusakan sangat tinggi, sedangkan penebangan hutan bakau membuat pantai dalam keadaan terbuka sehingga gelombanag laut menggerus tanah alluvial yang subur tanpa halangan.

Meskipun ada kekhawatiran mengenai dampak pembalakan ini ekosistem hutan tropis dataran rendah masih bertahan disebagian besar wilayah siberut terutama diperbukitan. Medan yang berbkit ini, tanah yang penuh dengan lumpur, curah hujan tinggi, kondisi perairan yang tidak ramah, dan mahalnya biaya pengangkutan kayu menyebabkan perusahaan kayu gagal mendapatkan keuntungan maksimal dari eksploitasi ini, menyebakan Beberapa perusahaan kayu tidak memanfaatkan konsesi secara penuh mereka mengoper konsesi ini pada perusahaan lain.

Reaksi Reaksi Terhadap Penebangan Hutan

Masyarakat siberut tidak banyak menaruh perhatian dengan kehadiran perusahaan kayu tersebut. Mereka tidak melihat kehadiran perusahaan akan berdampak negative pada lingkungan mereka karena mereka belum pernah memiliki pengalaman untuk berhadapan dengan perusahaan kayu sebelumnya sehingga mereka membiarkan perusahan kayu mengeksploitasi hutan mereka. Lambat laun proses pembalakan ini sampai pada ladang penduduk. Ternyata ada tumpang tindih antara area HPH dengan ladang penduduk akibat tidak jelasnya tata batas. Protes – protes mulai terdengar menyebutkan bahwa penduduk siberut kehilangan tanaman yang bernilai sosial, kultural,dan ekonomis. Selain itu LSM mengeluhkan adanya praktik perkawinan antara pekerja perusahaan dan anak mereka tanpa aturan adat, mahar perkawinan dan kejelasan status.

Perusahaan kayu jarang memberikan ganti rugi, perusahaan hanya memberikan uang dalam jumlah yang sangat kecil kepada kepala desa setiap bulan untuk menjamin keamanan pekerja yang melewati atau tinggal dikampung. Pemberiaan intensif kepada kepala desa memunculkan sikap cemburu para pemilik tanah yang pohonnya ditebangi. Kecemburuan ini dimanifestasikan dalam tindakan lokal dengan menolak kewajiban dan aturan yang dibuat desa.

Keterangan penduduk siberut tidak banyak mengindikasi bahwa ada protes terbuka terhadap penebangan kayu yang ada hanya perusahaan kayu tersebut mengelola hutan yang jarang mereka datangi berada jauh dari pemukiman sehingga perusahaan kayu tidak dianggap menggangu kehidupan sehari mereka. Bekas jalan pengangkutan dianggap sebagai keuntungan karena bisa menghubungkan antar kampong dan memperpendek jalur kearah ladang. Meskipun ada keluhan akan sulitnya tanah yang subur dibeberapa tempat bekas penebangan kayu mereka tidak dilarang untuk memanfaatkan hutan yang menjadi kohensi.

Penduduk berinteraksi dengan para pekerja dan mendapatkan penghasilan tambahan sebagai pekerja rumah tangga, membantu menyediakan kebutuhan para pekerja atau sekedar berteman. Kehadirannya memberikan ruang partisipasi penduduk meskipun sangat terbatas. Beberapa orang muda dan pejabat politik memiliki keuntungan politik dan ekonomi serta jaringan sosial dengan pekerja kayu atau pejabat rendahan memanfaatkan untuk koneksi mendapatkan proyek pribadi.

Bekerja di perusahaan kayu diakui sebagai kegiatan alternative bagi Beberapa orang karena terbatasnya lapangan pekerjaan. Bekerja diperusahaan lebih baik daripada menjadi anak buah kapal nelayan atau menjadi buru para pendatang. Bekerja di perusahaan merupakan cara mereka untuk menambah pengalaman atau menghilangkan kebosanan bekerja di kampung. Itupun mereka lakukan jika kebutuhan dasar untuk keluarga mereka sudah terpenuhi. Bekerja untuk orang lain dipilih dengan pertimbangan untuk mencapai keuntungan maksimal dan memperkecil resiko.

Adanya perusahaan juga mengendapkan pandangan bahwa komodifikasi produk hutan dalam diri orang siberut juga memiliki nilai ekonomisnya. Setelah menyaksikan secara langsung pekerja kayu tidak mengalami hal – hal buruk orang siberut mencoba – coba melakukan apa yang dilakukan para pekerja kayu tanpa melakukan upacara terlebih dahulu. Lambat laun orang siberut dapat memanfaatkan hutan dengan teknologi aru yang berbeda dengan pandangan lama.

Perusahaan kayu sebenarnya memiliki tanggung jawab untuk membantu penduduk sekitar melalui program pemberdayaan seperti pemberian fasilitas dan pelayanan dasar harusnya dipenuhi oleh pemerintah. Ketimpangan pembangunan inilah yang menjadi dasar tuntutan adanya otonomi yanag luas bagi orang mentawai. Masalah lingkungan ini mulai dilihat oleh aktivis peduli lingkungan. Kerusakan lingkungan dipulai siberut mendapat perhatian dari dunia internasional. Kedatangan mereka tidak hanya memberi pemahaman yang lebih rinci dan kompleks tentang interaksi hutan dan masyarakat siberut.para peneliti tersebut juga aktif mendukung usaha konservasi dan mengkampayekan moratorium penebangan hutan sekaligus usaha pmberian otonomi yanag luas kepada penduduk mentawai.

Penetrasi Pasar: Pasang Surut Hasil Hutan dan Pertanian

Meningkatnya kontrol Negara terhadap hutan membuat cara pandang orang siberut berbeda terhadap kehidupan sehari – hari mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik seperti yang diceritakan oleh pejabat setempat. Tanaman non kayu dan kayu dari hutan dilihat sebagati salah satu cara untuk mewujudkan tercukupinya kebutuhan dan hasrat – hasrat untuk meningkatkan standar hidup yang lebih tinggi.

Kelapa dan Rotan

Merupakan komoditas paling tua yang diperdagangkan orang siberut. Kelapa terdapat didaerah pesisir timur dan selatan yang berpasir sehingga sangat cocok bagi pertumbuhannya. Selain kelapa ada rotan komoditas utama perdagangan di siberut, rotan yang terkenal adalah rotan manau dan rotan yang paling kecil rotan pelage.

Dari hasil menjual tersebut, warga siberut mendapatkan barang – barang yang merekab tidak bisa produksi sendiri seperti gergaji dan membangun rumah dari beton. Pemerintah tidak pernah memberikan batas kuota, pengontrolan dilapangan mengenai aturan perizinan juga tidak pernah dilakukan, kalaupun pernaha pejabat pengontrol mudah disuap.

Pasang Surut Tanaman Komersial

Cengkeh

Tanaman ini bukanlah asli siberut tanaman ini dibawa dari Sumatra awalnya orang siberut tidak tertarik terhadap tanaman ini namun setelah ada pendatang yang sukses menanam ini maka mereka ikut – ikutan menanam. Harga cengkeh yang meninggi tahun 1970 direspon cepat oleh warga namun harga tersebut tidak bertahan lama tahun 1990 – an harga cengkeh jatuh. Pemerintah mengeluarkan kebijakan monopoli ekspor cengkeh yang berakibat pada pasokan dari petani ditekan. Dengan situasi seperti ini warga siberut mengabaikan tanaman cengkeh mereka.

Gaharu dan Nilam

Pasar Gaharu melibatkan jaringan sebagai berikut : masyarakat siberut sebagai pengumpul, pedagang perantara berasal dari minangkabau, serta pemodal dari tionghoa. Gaharu dikumpulkan dan diekspor ke sejumlah negara tetangga. Banyak pencari gaharu mendapatkan uang dengan jumlah yang relative banyak sehingga gaya hidup sehar – hari pun berubah.

Nilam adalah jenis tanaman rakus hara. Untuk menegmbangkan produksi minyak nilam orang siberut mengembangkan pertanian ekstensif dengan membuka lahan. Disisi lain proses penyulingan membutuhkan banyak kayu bakar sehinnga mengakibatkan luas tanh terlantar dan tak produktif. Masyarakat siberut tidak mengimbangi pertanian mereka dengan penguasaan teknologi yang cukup.

Transformasi Pandangan Terhadap Hutan

Perubahan nilai jenis – jenis tertentu dalam perdagangan memberikan dampak yang mendalam bagi pandangan terhadap hutan. Dukungan keberanian ini ditopang oleh pengaruh para migran yang juga turut serta masuk nkeluar hutan mencari gaharu. Semakin  jarang dijamah maka hutan itu semakin menjadi incaran para pemburu gaharu.

Orang Siberut dalam Negara dan Pasar: Dilema Marjinalitas

Penduduk siberut merasa dianak tirikan dan mengalami marjinalisasi. Pengaturan kegiatan perdagangan hasil hutan melalui kontrak dan pungutan pajak yang dibuat pemerintah dianggap hanaya menguntungkan kepentingan pendatang oleh karena itu mereka biasa melampiaskan kekecewaan terhadap pemerintah dengan cara melancarkan protes kepada pendatang. Sebagai bentuk protes atas marjinalisasi Beberapa orang secara berkala melakukan pembangkangan secara sembunyi – sembunyi terhadap peraturan .

Pertanyaan

  1. Bagaimana cara pengelolaan hutan secara arif dan bijaksana yang harus dilakukan oleh pihak yang terkait agar semua pihak dapat menikmati kekayaan alam tersebut?
  2. Jelaskan tentang marjinalitas yang dialamai oleh orang – orang Siberut?

 *Review Bahan Bacaan Mata Kuliah Antropologi Ekologi Gunawan, S.Sos. M.Hum.

4 comments

Skip to comment form

  1. keren kak, sangat informatif….

  2. Artikel sudah bagus, lanjutkan postingan lainnya

  3. Informasi yang menarik,
    terus eksplore informasi2 lain yang bermanfaat kaka 😀

  4. Sudah lengkap kak, terimakasih postingannya sangat membantu menambah pengetahuan ;D

Leave a Reply

Your email address will not be published.

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: