Kemiskinan dan pemerataan ekonomi merupakan dua permasalahan yang tidak kunjung selesai seiring berjalannya waktu. Berbagai usaha telah dilakukan terutama di negara-negara berkembang untuk menyelesaikan permasalahan ini. Fenomena globalisasi juga tidak luput menyentuh kedua aspek tersebut. Globalisasi telah berpartisipasi dalam dinamika dua permasalahan ini. Keterkaitan antara globalisasi dengan kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan berusaha diuraikan dari beberapa sudut pandang oleh para teoretikus. Salah satu yang berusaha menguraikan dari sudut pandang hyperglobalist yaitu Martin Wolf.
Wolf dalam artikelnya yang berjudul Incensed about Inequality (2005) menyatakan bahwa tidak ada keterkaitan berarti antara globalisasi dengan ketimpangan ekonomi. Wolf malah menyatakan bahwa sesungguhnya globalisasi memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik di negara maju maupun di negara berkembang. Globalisasi mendorong adanya integrasi ekonomi di seluruh dunia dan pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Dia memberi contoh negara India yang setelah mengalami revolusi hijau dan liberal membuat GDP India naik secara signifikan pada tahun 1980 hingga 2000an. Hal yang sama juga terjadi di Bangladesh, yang pada tahun 1970an termasuk dalam negara paling miskin di dunia, setelah mengalami integrasi ekonomi mengalami kenaikan GDP 2,3 persen antara tahun 1975-2001. Pendapatan negara-negara berkembang tumbuh lebih cepat daripada di negara maju. Pengintegrasian ekonomi internasional mendorong negara maju untuk menanamkan investasinya ke negara berkembang dan pada akhirnya akan menyejahterakan negara berkembang. Dia juga menolak adanya asumsi bahwa integrasi ekonomi internasional membuat yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin.
Wolf juga menolak pernyataan bahwa globalisasi memperparah tingkat ketimpangan sosial ekonomi. Wolf memberikan argumen bahwa yang memperparah kondisi ketimpangan sosial di suatu negara adalah pemerintahannya yang berkorupsi dan memonopoli penyediaan sektor publik yang tidak kompeten di area vital seperti distribusi atau pemasaran komoditi ekspor. Inilah yang menyebabkan ketimpangan ekonomi masih terjadi di suatu negara, namun secara global, ketimpangan tersebut hampir tidak ada (Wolf, 2005:150). Negara-negara yang paling miskin tidak dirugikan dengan adanya globalisasi, namun mereka hanya gagal dalam mengikuti proses globalisasi. Karena bukan mereka yang tereksploitasi oleh proses globalisasi, namun mereka hampir tidak tereksploitasi; mereka hidup diluar ekonomi dunia. Wolf percaya bahwa pengintegrasian ekonomi berkembang dengan cepat telah mengubah dunia menjadi lebih baik.
Namun, masih terdapat kelemahan tentang apa yang dipaparkan oleh Wolf diatas. Wolf tidak memaparkan sisi negatif dari globalisasi yang banyak sehingga persoalan seperti kemiskinan dan ketidakmerataan tidak kunjung terselesaikan dan malah memperparah kondisi tersebut. Seperti yang diketahui, proses globalisasi bukanlah sesuatu yang baru. Globalisasi merupakan kelanjutan dari liberalisasi ekonomi dan perpanjangan dari kapitalisme. Wallerstein (dalam Bhagwati, 2004) menyatakan bahwa pertumbuhan integrasi dari ekonomi dunia adalah perpanjangan organik dari kapitalisme nasional. Sedangkan karakteristik khas dari kapitalisme adalah monopoli dan eksploitasi suatu negara terhadap negara lain. Globalisasi adalah intisari pokok dari ekploitasi kapitalis kepada negara-negara berkembang yang lemah dan menjadikan globalisasi instrumen untuk mengeksploitasi mereka (Burkhain dalam Bhagwati, 2004).
Globalisasi yang mendorong berkembangnya pasar bebas yang berarti sebuah negara akan dibanjiri produk negara lain sedangkan apabila mereka tidak mampu bersaing didalamnya, industri-industri kecil yang mayoritas pekerjanya tidak memiliki kemampuan memadai – yang sebagian besar adalah kaum miskin – akan tergeser oleh negara maju pemilik industri-industri besar bermodal tinggi sehingga penduduk miskin tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa dari pasar bebas. Seperti di Mexico, apabila para petani jagung miskin tidak memperoleh bantuan pemasukan dari pemerintah, keuntungan mereka menjadi separuh sepanjang tahun 1990an karena produk mereka tidak mampu menembus pasar ekspor (Harrison, 2007:4). Tentu saja apabila hal ini terus terjadi, maka gapdiantara kaum miskin dan kaya akan semakin lebar karena perputaran modal hanya terjadi pada penduduk yang kaya sedangkan kaum miskin tidak mendapatkan manfaat apapun. Pada permasalahan investasi juga tidak akan membantu banyak dalam menyelesaikan masalah kemiskinan karena sebenarnya investor masuk ke negara berkembang karena para pekerja di negara berkembang biayanya murah, tidak memiliki legal proteksi, dan tidak memiliki tuntutan seperti pekerja di negara maju. Dengan tenaga murah, maka keuntungan bisa dimaksimalkan (politik.kompasiana.com). Sekali lagi, eksploitasi oleh negara maju terjadi disini.
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa globalisasi tidak mampu menguraikan permasalahan pertumbuhan sosial dan ekonomi dan terutama yang berkaitan dengan ketimpangan ekonomi di mayoritas negara-negara kecil dan berkembang. Globalisasi yang merupakan perpanjangan dari kapitalisme telah membuat negara-negara maju semakin mengeksploitasi negara-negara lemah yang tidak siap dalam mengikuti arus globalisasi. Globalisasi tidak benar-benar mampu menyelesaikan masalah kemiskinan karena industri kecil kalah bersaing dengan industri besar milik negara maju sehingga akhirnya perputaran modal hanya terjadi di dalam masyarakat kaya dan kaum miskin tidak mendapatkan keuntungan. Maka, sukses globalisasi belum mampu menyentuh hingga ke pemerataan ekonomi dunia.
Referensi:
Bhagwati, Jagdish. 2004. “Poverty: Enhanced or Diminished?”, dalam In Defense of Globalization, Oxford: Oxford University Press, pp. 51-67
Harrison, Ann. 2007. “Globalization and Poverty: An Introduction”, Chicago: University of Chicago Press, pp.1-33
Haryanto, Agus. 2012. “Skeptisisme Globalisasi” [online] Available at [diakses 08 Maret 2014]
Wolf, Martin. 2005. “Incensed about Inequality”, dalam Why Globalization Works, New Haven: Yale Notabene, pp. 138-172