Studi: Risiko Serangan Jantung Meningkat Saat Cuaca Dingin

Serangan jantung kini masuk dalam daftar penyakit yang dipengaruhi oleh cuaca. Penelitian terbaru menunjukkan risiko penyakit jantung meningkat saat cuaca semakin dingin.

Studi yang baru dipublikasikan di JAMA Cardiology ini menganalisis data kejadian serangan jantung dengan cuaca suatu negara. Data suhu udara itu didapat dari berbagai pusat cuaca di beberapa negara.

Lihat juga: Kenali Gejala Awal Prediabetes untuk Cegah Diabetes

“Temuan utamanya adalah ada peningkatan serangan jantung saat suhu rendah, angin kencang, durasi sinar matahari rendah, dan tekanan atmosfer rendah,” kata salah satu peneliti dari Lund University, Swedia, David Erlinge.

Peneliti menemukan risiko serangan jantung yang lebih tinggi pada hari dengan suhu udara di bawah nol derajat Celcius. Tingkat serangan jantung pun menurun seiring kenaikan suhu udara.

“Ketika suhu menurun dari 20 derajat hingga nol derajat Celcius, risiko serangan jantung meningkat 14 persen,” ucap Erlinge.

Peneliti juga mendapati penurunan risiko serangan jantung sebanyak 2,8 persen setiap kenaikan suhu udara sebesar 7,4 derajat Celcius.

Lihat juga: Orang Berbadan Tinggi Lebih Berisiko Terserang Kanker

Studi ini dianggap sebagai penelitian terbesar lantaran menggunakan data lebih dari 274 ribu pasien.

“Ini adalah penelitian terbesar yang memberi informasi umum tentang hubungan antara suhu udara yang lebih rendah dan risiko serangan jantung yang lebih tinggi,” kata Presiden American Heart Association, Ivor Benjamin yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Agar terhindar dari serangan jantung saat cuaca dingin, Benjamin menyarankan untuk tetap berada di dalam ruangan yang hangat dan mengurangi aktivitas fisik yang memicu serangan mendadak itu.

Lihat juga: Penyebab dan Cara Alami Mengobati Asam Urat

Selain serangan jantung, risiko penyakit gangguan afektif musiman dan nyeri sendi juga meningkat saat cuaca dingin.

Aturan Lama Menatap Layar Elektronik Bagi Anak

Aturan Lama Menatap Layar Elektronik Bagi Anak

Berbeda dengan orang dewasa, anak-anak yang masih dalam masa pertumbuhan tak bisa menatap layar elektronik lama-lama.

Menatap layar televisi, ponsel, komputer, hingga tablet terlalu lama dapat memengaruhi kesehatan mata, otak, dan tumbuh kembang anak.

Berdasarkan pedoman kesehatan dari American Academy of Pediatrics (AAP) paparan layar elektronik untuk anak-anak pada segala usia harus dibatasi, terutama di era digital saat ini.

AAP mengidentifikasi waktu menatap layar sebagai waktu yang dihabiskan menggunakan media digital untuk tujuan hiburan. Penggunaan lain seperti untuk mengerjakan tugas, tidak dihitung sebagai waktu menatap layar.

Berikut merupakan rekomendasi aturan lama menatap layar elektronik bagi anak-anak dari AAP.

1. Bayi 0-18 bulan: tidak boleh menatap layar

Bayi yang berusia di bawah 18 bulan tidak dianjurkan untuk menatap layar sama sekali. Menghindari layar untuk usia ini penting bagi perkembangan otak dan meningkatkan hubungan antara orang tua dan anak.

“Kebisingan dan aktivitas layar mengganggu bayi”, kata penulis Childer and Adolescents and Digital Media Technical Report dan juga profesor di UCLA Yolanda Reid Chassiakos, dikutup dari CNN.

Chassiakos menjelaskan pengaruh layar pada bayi bahkan dapat bersifat tidak langsung. Misalnya, ketika ibu mengasuh bayi sambil menonton TV, bayi dapat terstimulasi lewat suara dan cahaya yang dapat menyebabkan stres dan gangguan tidur.

Chassiakos menyarankan agar para orang tua tidak mengasuh bayi sambil melakukan kegiatan yang menatap layar. Ketika orang tua benar-benar fokus mengasuh bayi, terutama kontak mata, dapat merangsang perkembangan otak.

2. Anak usia 2-5 tahun: satu jam per hari

Pada balita, AAP merekomendasikan agar para orang tua lebih memprioritaskan waktu terbaik dengan cara yang kreatif. Anak pada usia ini dapat diperkenalkan dengan dunia digital, tetapi terbatas hanya satu jam per hari.

Mereka dapat menggunakan media digital untuk menonton tayangan yang bermanfaat atau bermain sambil belajar. AAP menyarankan balita menggunakan media tatap muka yang interaktif seperti video call. Cara ini dapat merangsang anak untuk berkomunikasi dan berpikir.

3. Anak usia 6 tahun ke atas: dibatasi

Pada usia ini, anak sudah dapat berpikir dengan baik sehingga orang tua memegang peran penting untuk membatasi penggunaan media digital.

Lama waktu menatap layar setiap harinya tergantung pada kebutuhan anak dan keluarga. Tetapi, penggunaannya mesti diprioritaskan untuk kegiatan produktif ketimbang hiburan.

“Rata-rata anak bersekolah, membuat PR, setidaknya satu jam aktivitas fisik, kontak sosial lalu tidur – ini sekitar delapan sampai 12 jam. Sisanya dapat digunakan untuk menatap layar”, ucap Chassiakos.

AAP menyarankan agar waktu menatap media digital ini tidak menggantikan waktu lain untuk aktivitas fisik, tidur dan interaksi sosial. Orang tua juga harus menjadi mentor bagi anak saat menggunakan media digital.