Dalam masyarakat modern seperti saat ini perempuan telah banyak terlibat dalam berbagai pekerjaan publik. Banyak kita temui fenomena perempuan yang bekerja dalam pabrik tekstil atau rokok, karyawati perusahaan, buruh tani, pembantu rumah tangga, tenaga pengajar sekoalh formal/non formal, hingga pejabat pemerintah (pegawai kecamata/kabupaten, anggota DPR) pekerjaan yang tak luput dari dunia perempuan dewasa ini adalah pekerjaan yang identik sebagai pekerjaan laki-laki seperti supir bus, kuli bangunan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut dilakukan tentu dengan berbagai kepentingan yang berbeda, mereka yang bekerja pada ranah fisik biasanya melaksnakan pekerjaan tersebut untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga yang buruk, dilain sisi ada juga perempuan yang berkerja di ranah publik sebagai ajang pembuktian yang nantinya dapat membuat mereka diperhitungkan dalam suatu golongan masyarakat tertentu selain itu mereka juga akan dianggap layak diterima dalam suatu golongan masyarakat.
Dalam kaitannya dengan perempuan dan dunia kerja di ruang publik yang telah berkembang sedemikian rupa, tidak dapat dipungkiri banyak terdapat berbagai ketidakadilan yang secara langsung maupun tidak langsung dialami oleh perempuan. Ketidakadilan sendiri memilik makna sebagai ….. sementara dalam kacamata gender ketidakadilan adalah sebuah sistem dan struktur di mana baik laki-laki dan terutama pada kaum perempuan menjadi korban dalam sistem tersebut (Mansour, 2005). Lalu mengapa bentuk ketidakadilan lebih banyak dialami oleh perempuan?
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem patriarkhi selalu mengaggungkan sosok laki-laki sebagai seorang pemimpin keluarga yang dianggap titahnya adalah perbuatan yang harus dan wajib dilaksanakan oleh perempuan. Sementara perempuan diciptakan hanya untuk mengabdi dan patuh terhadap berbagai perintah yang disampaikan oleh laki-laki sebagai pemimpinnya. Bentuk kepatuhan yang dilaksakan perempuan Indonesia dari masa kemasa selalu dilanggengkan oleh pemerintah bahkan agama, bagaimana adab dan perilaku yang harus ditunjukkan oleh perempuan selalu disosialisasikan secara konservatif bahkan oleh ibu kita sendiri yang notabene adalah perempuan.
Ketidakadilan tentu membawa banyak efek negatif terhadap kehidupan korbannya. Berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami perempuan dalam ranah publik, seperti bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip, kekerasan, dan beban kerja ganda.
Dalam hal ini penulis akan memfokuskan terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang dialami oleh nasib buruh perempuan di Indonesia. Indonesia adalah salah satu negara berkembanag yang menjadi magnet bagi para penanam saham asingn untuk membuka tempat produksi berbagai kebutuhan manusia yang selanjutnya akan dipasarkan ke seluruh dunia. Mengapa para pengusaha lebih memilih pekerja perempuan? Alasannya mudah karena upah kerja perempuan di negara berkembang dapat dikatakan minim, mereka tidak akan mendapat tunjangan untuk keluarga tidak seperti pekerja laki-laki.
Contoh perusahaan yang mempekerjakan lebih banyak pekerja perempuan adalah perusahaan garmen, perempuan yang ulet dalam melaksanakan berbagai bagian dianggap dapat menyelesaikan target yang dibutuhkan pasar. Banyak permasalahan yang dialami oleh pekerja perusahaan garmen di kawasan industri Terboyo, Semarang. Seperti menurut salah satu karyawan yang menyampaikan bahwa piha perusahaan tidak memberi toleransi kepada karyawati yang tengah sakit atau melahirkan, selain itu terdapat kenyataan bahwa selama cuti hamil karyawati tidak mendapatkan upah seperti yang seharusnya. Bahkan terdapat pula pemutusan hubungan kerja secara sepihak.
Bentuk ketidakadilan yang dialami kaum buruh perempuan di Indonesia tidak hanya diberikan oleh pihak perusahaan, namun juga dari masyarakat yang masih menggangap tabu terhadap fenomena perempuan bersuami yang bekerja. Permpuan yang berkerja di sektor publik dianggap telah menyalahi kodratnya sebagai istri, disamping itu perempuan juga hanya dianggap sebagai “membantu mencari nafkah keluarga” karena laki-laki yang memiliki tanggung jawab utama terhadap hal tersebut.
Diskriminasi upah yang terjadi secara eksplisit maupun implisit, seringkali memanipulasi ideologi gender sebagai pembenaran. Ideologi gender adalah segala aturan, nilai, stereotip, yang mengatur hubungan antara perempuan dan laki-laki terlebih dahulu melalui pembentukan identitas feminin dan maskulin (Ratna Saptari dalam Andria dan Reichman, 1999). Karena tugas utama perempuan adalah di sektor domestik, maka pada saat ia masuk ke sektor publik “sah-sah” saja untuk memberikan upah lebih rendah karena pekerjaan di sektor publik hanya sebagai “sampingan” untuk “membantu” suami.
Bagi buruh perempuan, dalam sistem masyarakat yang bias gender mereka menderita apa yang dikenal dengan beban ganda. Perempuan harus melaksanakan seluruh pekerjaan rumah tangga, pekerjaan yang dilakukan berualang kali selama hidupnya. Di rumah, mereka mengerjakan sebagian besar pekerjaan domestik, sementara di pabrik atau tempat kerja juga mengerjakan berbagai pekerjaan yang sangat membebani. Bagi buruh perempuan yang bekerja, sesungguhnya sering menghadapi eksploitasi ganda, baik dipabrik maupun dirumah. Namun bagi perempuan istri buruh yang tidak bekerja, beban kerja juga mereka tanggung. Dalam sistem kapitalisme, terjadi apa yang dikenal dengan “eksploitasi pulang ke rumah”. Buruh yang dieksploitasi di pabrik, selanjutnya pulang ke rumah dan di rumah ganti mengeksploitasi istri mereka. Dengan demikian buruh terlayani kesejahteraan baik fisik maupun psikologis mereka. Oleh karena itu, sistem kapitalisme sangat diuntungkan oleh adanya ketidakadilan gender.
- Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, PUSTAKA PELAJAR, 2005
- Ratna Saptari, Permpuan bekerja dan perubahan sosial, Kalyanamitra, 1995
Hey Patma, lebih dirapikan lagi iyaaa rata kanan dan kirinya biar tambah kece 😀 Thanks
rata kanankirinya diatur lagi ya sis yar namabh ketcee 🙂
sudah mbak marsol. terimakasih 😀
kaka tulisan artikelnya dibuar rata kanan kiri ya, biar lebih menarik makasih 😀
sudah kak. terimakasih 🙂
ptm tulisannya bagus lanjutkan yaaaaa
hit counter kita kayaknya harus diganti deh fat, soalnya tiap dibuka bukannya makin banyak pengunjungnya, justru malah makin berkurang :v 😀
hahaha. kayaknya saya di ajarin mbak rani deh hahahahahha
tapi terimakasih. lain kali saya perbaiki
fatma, ini sumber review nya dari apa? kok langsung ketidakadilan gender? hehe
sumbernya dari diri sendiri pres, kebetulan itu tugas dari ibu arsi saat mata kuliah sosiologi gender pres. tapi btw terimakasih nanti saya perbaiki 🙂
di edit lagi yah biar tulisannya rapi 🙂
kurang rapi? wah mungkin itu faktor dari diri penulisnya yang kurang rapi juga hahah
terimakasih
kalau bisa penulisannya dirapikan lagi ya ? 🙂
dirapikan ya kak penulisannya
trmaksh buat ilmunya kakak, tapi tulisannya dirapikan lg geh
tampilan tulisannya dirapikan lagi yak
justify kak jangan lupa 😀