Arsip Bulanan: Desember 2017

Bawang Daun Sungai Pua Akan Dipatenkan

Hallo teman-teman semua kali ini saya akan membagikan materi mengenai Kualitas Super, Bawang Daun Sungai Pua Akan Dipatenkan, materi ini merupakan tugas dari mata kuliah Sosiologi Pedesaan, pada semester 4 yang lalu. Berikut materinya:

Di upload pada tanggal: Kamis, 13 April 2017 – 19:12 WIB
Sumber: www.sindonews.com
Kualitas Super, Bawang Daun Sungai Pua Akan Dipatenkan

Petani bawang daun di Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat akan segera mematenkan bawang daun hasil pertanian mereka. Foto/ Wahyu Sikumbang
PADANG – Petani bawang daun di Kecamatan Sungai Pua, Kabupaten Agam, Sumatera Barat akan segera mematenkan bawang daun hasil pertanian mereka. Pasalnya bawang daun yang diklaim berkualitas super ini, tidak hanya dipasarkan di Sumatera Barat. Tetapi juga sampai ke Batam, Jakarta, Riau, Bangka, Belitung dan daerah lainnya.
Para petani di Kecamatan Sungai Pua mengembangkan lebih dari 50 hektar lahan di jorong limo kampuang, dengan jenis tanaman komoditi bawang daun. Tak tanggung-tanggung, lebih dari 500 kilogram hingga 2 ton bawang daun setiap harinya dikirim ke berbagai pasar. Baik pasar lokal seperti padang luar dan aur kuning di bukittinggi, maupun daerah lain. Lanjutkan membaca Bawang Daun Sungai Pua Akan Dipatenkan

Kebudayaan Sebagai Sistem Kognitif Dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbolik

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Kebudayaan Sebagai Sistem Kognitif Dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbolik, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Teori-Teori Budaya, pada semester 4. Berikut materinya:

Budaya dipandang sebagai sistem pengetahuan, menurut Ward Goodenough:
Kebudayaan suatu masyarakat terdiri atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia dapat berperilaku dalam cara yang dapat diterima oleh anggota-anggota masyarakat tersebut. Budaya bukanlah suatu fenomena material: dia tidak terdiri atas benda-benda, manusia, tingkah laku atau emosi-emosi. Budaya lebih merupakan organisasi dari hal-hal tersebut. Budaya adalah bentuk hal-hal yang ada dalam pikiran (mind) manusia, model-model yang dipunyai manusia untuk menerima, menghubungkan, dan kemudian menafsirkan fenomena material di atas. Kebudayaan terdiri atas pedoman-pedoman untuk menentukan apa, untuk menentukkan apa yang dapat menjadi, untuk menentukkan apa yang dirasakan seseorang tentang hal itu, untuk menentukkan bagaimana berbuat terhadap hal itu, dan untuk menentukkan bagaimana caranya menghadapi hal itu. (Keesing www.fisip.ui.ac.id).
Dalam sistem kognitif (ide/ gagasan/ pengetahuan/ pemikiran) yang mempedomani manusia dalam berperilaku (bertindak) dan menghasilkan karya tertentu. Lanjutkan membaca Kebudayaan Sebagai Sistem Kognitif Dan Kebudayaan Sebagai Sistem Simbolik

Teori-Teori Konflik

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Teori-Teori Konflik, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Teori Sosiologi Modern, pada semester 3 yang lalu, berikut materinya:

Teori konflik menurut Karl Marx terjadi karena adanya pemisahan kelas di dalam masyarakat, kelas sosial tersebut antara kaum borjuis dan kaum proletar, di mana kaum borjuis yang mempunyai modal atas kepemilikkan sarana-sarana produksi sehingga dapat menimbulkan pemisahan kelas dalam masyarakat. Karl Marx menunjukkan bahwa dalam masyarakat pada abad ke-19 di Eropa terdiri dari kelas pemilik modal (kaum borjuis) dan kelas pekerja miskin (kaum proletar). Kedua kelas tersebut tentunya berada dalam struktur sosial hierarki yang jelas sekali perbedaannya. Dengan jahatnya kaum borjuis kepada kaum proletar maka kaum borjuis memanfaatkan tenaga dari kaum proletar. Kaum borjuis melakukan eksploitasi terhadap kaum proletar dalam proses produksi, keadaan seperti ini akan terus berjalan selama beriringnya waktu, karena kaum proletar yang pasrah, menerima keadaan yang sudah ada, kaum proletar menganggap bahwa dirinya itu sudah takdirnya menjadi buruh atau kaum pekerja. Dari ketegangan hubungan antara kaum proletar dan kaum borjuis mendorong terbentuknya gerakan sosial besar yang disebut revolusi, hal ini bisa terjadi karena adanya kesadaran dari kaum proletar yang dieksploitasi kepada kaum borjuis, dari kesadaran tersebut menjadikan persaingan yang merebutkan kekuasaan, sehingga lahir tatanan kelas masyarakat pemenang yang kemudian mampu membentuk tatanan ekonomi dan peradaban yang maju dalam masyarakat. Lanjutkan membaca Teori-Teori Konflik

Nilai-Nilai Kebudayaan Jawa

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Nilai-Nilai Kebudayaan Jawa, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Religi dan Etika Jawa, pada semester 3 yang lalu, berikut materinya:

Dahulu waktu saya masih dini keluarga saya selalu memberi nasihat-nasihat mengenai nilai-nilai kebudayaan Jawa, banyak sekali aturan-aturan yang harus di patuhi. Yang paling sering memberi nasihat tentang nilai-nilai kebudayaan Jawa yaitu Nenek saya. Mulai dari hal terkecil seperti bagaimana cara perempuan duduk, makan sampai ke hal terbesar seperti bertingkah laku, berbicara, berpenampilan dan lain sebagainya. Waktu saya berusia sekitar 7 tahun Nenek saya selalu mengingatkan kalau makan tidak boleh bersuara karena jika sedang makan mengeluarkan suara maka di katakan tidak sopan, jika saya makan lalu nasinya tidak di habiskan maka keluarga saya akan menegur, mereka mengatakan jika makan tidak di habiskan maka ayam kita akan mati. Padahal keluarga saya tidak ada yang memelihara ayam. Awalnya saya tidak tahu makna dari perkataan tersebut saya hanya mengikuti nasihat yang diberikan oleh keluarga saya, hingga akhirnya saya mengerti makna dari perkataan tersebut yang mana kita harus menghargai sebutir padi yang di tanam oleh petani, petani dalam menanam padinya tentunya melalui proses yang sangat panjang, belum lagi cuaca yang tidak mendukung yang akan menyebabkan gagal panen, dari situlah saya dapat mengambil pelajaran mengenai menghargai orang lain dan juga hidup untuk hemat (gemi). Lanjutkan membaca Nilai-Nilai Kebudayaan Jawa

Peneliti Etik, Peneliti Emik, Tineliti Etik, Tineliti Emik Dalam Buku “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali”

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Peneliti Etik, Peneliti Emik, Tineliti Etik, Tineliti Emik Dalam Buku “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali”, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Kajian Etnografi, pada semester 3, berikut materinya:

Dari buku yang berjudul “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali” saya dapat mengidentifikasi:
Peneliti Etik:
– Etnografer sebelum melakukan penelitiannya ke Bali dia sudah melakukan penelitian di daerah-daerah lain yang ada di Indonesia seperti di Maroko dia memberi informasi bahwa di Maroko masyarakatnya lebih ramah lebih welcome kepada etnografer, dibandingkan di bali masyarakatnya lebih cuek bahkan penduduknya terus bekerja, mengobrol, membuat sesajen-sesajen, melamun, menyunggi keranjang dan lain sebagainya.
– Etnografer sebelum melakukan penelitiannya sudah membaca buku karya Jane belo yang disebut “Perangai orang Bali” di situ di gambarkan bali adalah sebuah tempat studi yang baik mitologi, seni, ritus, organisasi sosial, pola-pola pengasuhan anak, bentuk-bentuk hukum, bahkan gaya-gaya trans. Lanjutkan membaca Peneliti Etik, Peneliti Emik, Tineliti Etik, Tineliti Emik Dalam Buku “Permainan Mendalam: Catatan Tentang Sabung Ayam Di Bali”

Kajian Etnografi buku ” Back Door Java”

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Kajian Etnografi dari buku yang berjudul Back Door Java, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Kajian Etnografi, pada semester 3 yang lalu, berikut materinya:

Kajian Etnografi mengenai buku “Back Door Java”
Awalnya peneliti melakukan penelitiannya sebagai ibu rumah tangga, dia memposisikan dirinya sebagai ibu rumah tangga supaya dapat lebih akrab dengan ibu-ibu yang berada di kampung penelitiannya tempatnya di Kampung Rumah Putri. Ibu-ibu disana sangat ramah sehingga untuk mengakrabkan hubungannya dengan masyarakat sekitar tidaklah sulit. Si peneliti bersama suaminya mengontrak di salah satu rumah kosong yang ada di Kampung Rumah Putri. Rumah tersebut tidak memiliki pintu belakang tidak seperti rumah-rumah tetangga yang mayoritas terdapat pintu belakang di setiap rumahnya untuk berinteraksi dengan tetangga sebelah. Pintu rumah belakang bagi masyarakat Kampung Rumah Putri sangatlah penting, dengan adanya pintu belakang dapat menjadikan tali persaudaraan menjadi semakin erat, dimana proses interaksi seperti minjam meminjam barang-barang dapur terjadi. Lewat pintu belakanglah semua barang dapat terpenuhi termasuk dalam keadaan mendesak sekaligus. Lanjutkan membaca Kajian Etnografi buku ” Back Door Java”

“Mendidik Diri Jadi Indonesia: Memanusiakan Lian Di Depan Kita”

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai “Mendidik Diri Jadi Indonesia: Memanusiakan Lian Di Depan Kita”, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia, pada semester 3 yang lalu, berikut materinya:

1. Kasus memberi dua koin dengan sejuta manfaat
Pada hari sabtu tanggal 26 November 2016 saya jalan-jalan ke Pasar Pagi Kota Tegal yang letaknya di tegah pusat kota dekat dengan Alun-alun Kota Tegal, saya jalan-jalan bersama teman SMA saya yang bernama Pragustina, tujuan saya ke Pasar Pagi karena saya ingin membeli kado untuk teman saya yang sedang berulang tahun, saya memilih membeli di Pasar Pagi karena harganya lebih murah dan dapat di tawar, pilihan barangnya juga banyak, Pasar Pagi merupakan Pasar terbesar dan terkenal di Kota Tegal sehingga tidak heran jika suasananya selalu ramai pada setiap harinya, saya pergi ke Pasar Pagi pukul 10.00 wib, di perjalanan saya terkejut karena mendengar alunan musik yang keras yaitu alunan musik tradisional Jawa Barat Angklung, musik itu berasal dari pinggiran lalu lintas, jadi ada pengamen yang menggunakan alat musik Angklung untuk menarik perhatian masyarakat supaya dapat memberikan sumbangan seikhlasnya. Pengamen Angklung tersebut terdiri kurang lebih 5 orang dengan 1 biduan yang menari dan membawa cepon untuk memintai sumbangan kepada pengendara yang berhenti di lalu lintas tersebut. Lanjutkan membaca “Mendidik Diri Jadi Indonesia: Memanusiakan Lian Di Depan Kita”

Ritus Dan Perubahan Sosial : Pemakaman Di Jawa

Hallo teman-teman semua, kali ini saya akan membagikan materi mengenai Ritus Dan Perubahan Sosial : Pemakaman Di Jawa, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Bentang Budaya Masyarakat Jawa, pada semester 2 yang lalu, berikut penjelasannya:

Dalam pembahasan Bab 3 “Ritus dan Perubahan Sosial: Pemakaman di Jawa” tulisan Clifford Geertz ini akan lebih ditekankan tentang hubungan masyarakat, kelompok, individu dan subjek dalam proses pemakaman di Jawa ini. Sebelum membicarakan lebih lanjut tentang pemakaman yang ada di Jawa, akan dijelaskan terlebih dulu bagaimanakah kehidupan religius yang ada di Jawa. Menurut pandangan orang luar Jawa (dalam konteks ini penulis) mengemukakan bahwa tradisi religius Jawa, khususnya dari kaum petani, merupakan sebuah campuran unsur-unsur India, Islam, dan unsur-unsur pribumi. Mengapa tradisi religius Jawa bisa menjadi kompleks? Hal ini dimungkinkan karena Jawa mempunyai pelabuhan yang strategis pada masa ekspansi perdagangan, sehingga menjadi sasaran penyebaran agama dari pada misionaris, pendeta dan pedagang arab. Tradisi religius Jawa ini tercermin dalam berbagai ritual yang sering dilakukan. Dalam ritual tersebut, tercerminlah sebuah kompleksitas praktek keagamaan. Orang Jawa sendiri menganggab ritual yang ada di Jawa merupakan sebuah kesepakatan yang ada dalam masyarakat, yang harus dipatuhi dan dilaksanakan bersama. Sedangkan bagi individu-individu Jawa tradisi yang ada secara implisit adalah aturan-aturan yang mengingat mereka. Tradisi tersebut mengandung sebuah nilai dan sanksi dari masyarakat bagi masyarakat yang melakukan penyimpangan. Lanjutkan membaca Ritus Dan Perubahan Sosial : Pemakaman Di Jawa

Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Hallo teman-teman semua kali ini saya akan membagikan materi mengenai Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory), materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Teori Sosiologi Klasik, pada semester 2 yang lalu, berikut penjelasannya:

TEORI PERTUKARAN SOSIAL (SOCIAL EXCHANGE THEORY)

Sudut pandang Pertukaran Sosial berepndapat bahwa orang menghitung nilai keseluruhan dari sebuah hubungan dengan mengurangkan pengorbanannya dari penghargaan yang diterima (Monge dan Contractor, 2003).
Tokoh-tokoh yang mengembangkan teori pertukaran sosial antara lain adalah psikolog John Thibaut dan Harlod Kelley (1959), sosiolog George Homans (1961), Richard Emerson (1962), dan Peter Blau (1964). Berdasarkan teori ini, kita masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari padanya kita memperoleh imbalan. Dengan kata lain hubungan pertukaran dengan orang lain akan menghasilkan suatu imbalan bagi kita. Seperti halnya teori pembelajaran sosial, teori pertukaran sosial pun melihat antara perilaku dengan lingkungan terdapat hubungan yang saling mempengaruhi (reciprocal). Karena lingkungan kita umumnya terdiri atas orang-orang lain, maka kita dan orang-orang lain tersebut dipandang mempunyai perilaku yang saling mempengaruhi Dalam hubungan tersebut terdapat unsur imbalan (reward), pengorbanan (cost) dan keuntungan (profit). Imbalan merupakan segala hal yang diperloleh melalui adanya pengorbanan, pengorbanan merupakan semua hal yang dihindarkan, dan keuntungan adalah imbalan dikurangi oleh pengorbanan. Jadi perilaku sosial terdiri atas pertukaran paling sedikit antar dua orang berdasarkan perhitungan untung-rugi. Misalnya, pola-pola perilaku di tempat kerja, percintaan, perkawinan, persahabatan – hanya akan langgeng manakala kalau semua pihak yang terlibat merasa teruntungkan. Jadi perilaku seseorang dimunculkan karena berdasarkan perhitungannya, akan menguntungkan bagi dirinya, demikian pula sebaliknya jika merugikan maka perilaku tersebut tidak ditampilkan.
Berdasarkan keyakinan tersebut Homans dalam bukunya “Elementary Forms of Social Behavior, 1974 mengeluarkan beberapa proposisi dan salah satunya berbunyi :”Semua tindakan yang dilakukan oleh seseorang, makin sering satu bentuk tindakan tertentu memperoleh imbalan, makin cenderung orang tersebut menampilkan tindakan tertentu tadi “. Proposisi ini secara eksplisit menjelaskan bahwa satu tindakan tertentu akan berulang dilakukan jika ada imbalannya. Proposisi lain yang juga memperkuat proposisi tersebut berbunyi : “Makin tinggi nilai hasil suatu perbuatan bagi seseorang, makin besar pula kemungkinan perbuatan tersebut diulanginya kembali”. Bagi Homans, prinsip dasar pertukaran sosial adalah “distributive justice” – aturan yang mengatakan bahwa sebuah imbalan harus sebanding dengan investasi. Lanjutkan membaca Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)

Modernisasi Pada Masyarakat Jawa

Hallo teman-teman semua kali ini saya akan membagikan materi mengenai Modernisasi Pada Masyarakat Jawa, materi ini merupakan tugas kuliah dari mata kuliah Struktur Masyarakat Jawa, pada semester 2 yang lalu, berikut penjelasannya:

Menurut Everet Roger Modernisasi adalah proses dengan nama individu berubah dari cara hidup tradisional menuju gaya hidup yang lebih kompleks dan maju secara teologis serta cepat berubah. Dengan adanya pembangunan-pembangunan menandakan adanya modernisasi di suatu daerah, sehingga daerah tersebut dapat berkembang dari yang dulunya primitive ke tahapan yang lebih maju hingga sampai modern, serta membuat masyarakat memiliki bentuk dan struktur yang serupa. Salah satu bentuk modernisasi pembangunan yaitu adanya pembangunan Bandara. Di mana untuk melaksanakan proyek ini di butuhkan areal yang sangat luas. Sehingga lahan pertanian maupun perkebunan yang luas menjadi sasaran dalam pembangunan Bandara tersebut.
Makna modernisasi paling khusus hanya mengacu pada masyarakat terbelakang atau tertinggal dan melukiskan upaya mereka untuk mengejar ketertinggalan dari masyarakat paling maju. Dengan kata lain modernisasi melukiskan gerakan dari pinggiran menuju inti masyarakat modern. Konsep modernisasi dalam arti khusus yang disepakati teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, di definisikan dalam tiga cara : historis, relative dan analisis. Menurut definisi historis, modernisasi sama dengan Westernisasi atau Amerikanisasi. Lanjutkan membaca Modernisasi Pada Masyarakat Jawa