Kajian etnografi adalah penggambaran masyarakat melalui gambar, video, dan tulisan. Disini penulis ingin memaparkan hasil dari kajian etnografi yang dilakukan di desa Ujung Gagak, Kampung Laut, Cilacap. Dalam tulisan kali ini, penulis ingin memaparkan bagaimana perjalanan menuju desa Ujung Gagak, serta apa saja yang terdapat didalam masyarakat desa Ujung Gagak tersebut. Mulai dari agama, pendidikan, budaya, tradisi, dan masih banyak lagi yang lainya.
Perjalanan dimulai dari pelabuhan sleko, dimana kami semua seluruh mahasiswa sosiologi dan antropologi serta dosen pembimbing menaiki kapal compreng yang berisi 20-30 penumpang, menyusuri selat antara pulau Nusakambangan dengan pulau Jawa. Ombaknya cukup mampu membuat kapal bergerak naik turu dan hembusan angin cukup kencang, sehingga mampu membuat kami mengantuk. Ditengah perjalanan, kami menemui masyarakat yang berlalu lalang menggunakan perahu. Pertama-tama kita akan ketemu pemukiman di desa Ujungalang. Tampak rumah penduduk cukup banyak memanjang di utara selat. Desa ini sebenarnya meupakan pulau karena dikelilingi laut/sungai kecil dan tidak memyambung ke daratan lain. Barangkali dulunya terbentuk dari endapan sungai atau delta.
Kemudian beberapa lama kemudian kita bertemu desa Klaces yang menempel pada pulau Nusakambangan (sebelah selatan selat). Di Klaces ini terdapat kantor Kecamatan Kampung Laut dan juga fasilitas lain seperti Puskesmas. Setelah Klaces kemudian kita betemu dengan desa Ujung Gagak, yang merupakan tujuan yang saya datangi. Desa yang satu ini sebenarnya daratan, karena ada jalur darat ke jalur Sidareja, Cilacap, namun karena kondisi jalur cukup berat, banyak yang lebih memilih jalur laut. Kondisi di sini juga lebih menunjukkan kultur masyarakat pulau. Desa ini bersinggungan langsung dengan Segara Anakan. Disepanjang perjalanan menuju desa Ujung Gagak tersebut banyak penulis temui mangrove di sepanjang pulau, juga monyet-monyet yang bermain di atas pohon mangrove tersebut.
Memasuki desa Ujung Gagak, penulis di sambut dengan anak-anak kecil yang berlarian dan bermain. Kami disambut oleh beberapa warga yang memandu kami untuk menuju home stay masing-masing. Dalam perjalanan menuju home stay, penulis melewati para warga yang kebetulan berada dihalaman-halaman rumah mereka. Suasana kekeluargaan dapat terasa ketika warga begitu ramah dan memberi respon yang baik terhadap kedatangan kami. Selain keadaan masyarakat yang ramah, penulis juga melihat bagaimana perkembangan pembangunan bangunan rumah serta jalan-jalan yang ada di desa tersebut. Pemukiman warga sudah berupa bangunan-bangunan rumah permane (tembok) dan jalan yang di bangun dengan paving blok. Sampai dihome stay, kebetulan penulis mendapatkan home stay 2. Kami disambut dengan hangat oleh pemilik home stay. Kami beristirahat sejenak disana sebelum melanjutkan kegiatan observasi. Baru saja sampai dan duduk, pemilik home stay menyuguhkan air dingin dan teh hangat, serta gorengan dan buah untuk kami makan. Awalnya kami malu-malu untuk menyentuh makanan tersebut, namun karena keadaan yang panas dan haus serta lapar, semua yang disuguhkan oleh pemilik home stay pun habis kami makan.
Setelah membersihkan diri, kami menuju aula balai desa untuk melalukan observasi. Penulis melakukan observasi bersama tiga teman satu kelompok penulis yang kebetulan mendapatkan sub tema pluralita. Kami menemui seorang narasumber dan menggali informasi dari beliau mengenai bagaimana keadaan pluralitas suku, bahasa, agama pendidikan, serta aspek-aspek lain yang ingin kami ketahui. Dari narasumber, bahwa ada dua suku bangsa di desa Ujung Gagak tersebut yaitu, suku Sunda dan Jawa. Namun suku Sunda yang terdapat disana hanya sedikit, yaitu para pendatang serta orang Sunda yang menikah dengan warga desa Ujung Gagak. Sehingga mereka tinggal dan menetap disana. Selain itu juga ada beberapa agama di sana, yaitu islam Nahdatul Ulama dan Salavi, serta katolik. Meskipun agama mereka berbeda-beda namun tidak ada diskriminasi antara umat beragama. Semua setara dan saling menghormati satu sama lain. Disana terdapat beberapa mushola dan satu masjid besar, serta gereja.
Untuk pendidikan, masyaakat Ujung Gagak sudah mulai mengerti betapa pentingnya pendidikan. Sehingga sekarang telah banyak anak-anak yang bersekolah dijenjang perguruan tinggi. Kebanyakan dari mereka melanjutkan perguruan tinggi di Purwokerto dan Jawa Barat. Namun ada pula sedikit dari mereka yang tidak bersekolah, melainkan merantau sebagai buruh bangunan atau nelayan diluar negeri untuk mencari uang. Sarana dan prasarana pendidikan sudah tersedia meskipun fasilitasnya belum semua terpenuhi seperti halnya sekolah-sekolah pada umumnya. Di desa Ujung Gagak sendiri ada beberapa sekolah dasar, dan satu sekolah menengah pertama. Namun untuk sekolah menengah atas dan kejuruan, mereka harus menyeberang kedesa klaces dan panikel.
Masyarakat Ujung Gagak masih memegang tegung kebudayaan mereka. Terbukti ketika kami disana, bertepatan dengan hari jum’at kliwon. Dimana masyarakat melakukan sedekah bumi dan edekah laut untuk menghormati alam dan sang pencipta yang telah memberikan rezeki dan kesejahteraan kepada mereka. Selain itu juga ada beberapa hiburan, salah satunya adalah wayang, yang diyakini mampu menjadi penolak bala. Selain budaya adapula beberapa mitos yang hingga saat ini masih diyakini oleh masyarakat, yaitu bahwa orang pendatang yang baru menginjakan kaki di desa Ujung Gagak tidak diperbolehkan untuk tidur siang dan bersandar di tiang penyangga rumah, karena apabila hal tersebut di langgar maka akan ada bahaya atau petaka yang akan menimpa orang yang melanggar mitos tersebut.
Sebagian besar masyarakat bermata pencaharian sebagai nelayan, ada juga yng merangkap sebagai petani, karena sudah ada lahan pertanian di desa Ujung Gagak. Selain itu ada pula yang berprofesi sebagai pegawai negri sipil, dan yang lainya. Untuk hasil laut, mereka menjualnya kepada tengkulak yang ada di desa tersebut. Dan tengkulak tersebut menjualnya kembali ke cilacap ataupun ke jawa barat.
Demikian sedikit gambaran mengenai desa Ujung Gagak, Kampung Laut yang mampu penulis paparkan.
Isinya menarik, namun cara penulisannya kurang rapi. Mungkin bisa dibuat rata kanan kiri 🙂
Isinya menarik, namun cara penulisannya kurang rapi. Mungkin bisa dibuat rata kanan kiri agar terlihat lebih rapi 🙂
Postingan yang bermanfaat, banyak masyarakat yang belum mengetahui Desa Ujung Gagak, dan ini mba anita membagikan tulisan mengenai tempat tersebut, Jadi sangat bermanfaat dan memberikan informasi baru mengenai tempat-tempat yang belum diketahui masyarakat luas. teruslah membagikan tulisan yang positif yaa mba anita
wah itu pengalamannya sangat menarik ya, semoga postingan-postingan selanjutnya juga tentang tempat-tempat yang unik.
kajiannya bagus, namun foto yang ditampilkan kurang mencerminkan desa ujung gagak itu