Malam minggu yang cerah di bulan April, membuat aku dan teman-temanku bersemangat untuk menjelajahi kota semarang. Kami berkendara menuruni Gunung Pati menuju ke Semarang bawah, di mana di sana merupakan pusat dari segala aktivitas masyarakat Kota Semarang. Jarak yang tidak dekat serta waktu yang relatif lama habis dalam perjalanan kami. Namun, niat untuk traveling tersebut dapat mengalahkan jarak serta waktu yang menghalangi kami.
Lokasi pertama yang kami kunjungi adalah Simpang Lima Semarang. Simpang Lima Semarang merupakan salah satu destinasi wisata dan tempat nongkrong yang sangat di gemari para remaja maupun orang dewasa. Dari kalangan menengah kebawah maupun kalangan menengah ke atas. Banyak sekali hal yang dapat di jumpai di Simpang Lima Semarang ketika malam hari, apalagi ketika malam minggu. Tidak hanya di penuhi oleh pengunjung yang sekedar menikmati malam minggu, melepas penat, dan berwisata. Banyak diantara mereka yang berdagang berbagai macam makanan dan mainan anak-anak, banyak pula mereka yang menyewakan sepeda-sepeda hias ataupun kereta hias, juga sepatu roda dan sejenisnya dengan tarif yang sangat terjangkau. Tak ketinggalan kehadiran pengamen yang selalu mengiringi waktu-waktu santai para pengunjung simpang lima dengan lagu-lagu yang beraneka ragam serta berganti-ganti dengan selang waktu yang tidak lama, mengingat begitu banyaknya jumlah pengamen yang ada di area Simpang Lima Semarang. Tak jarang pula kehadiran pengamen tersebut mengganggu aktivitas kami sebagai pengunjung.
Merasa tidak nyaman berada di simpang lima, kamipun memutuskan untuk mencari tempat nongkrong lain. Sampailah kami di Tugu Muda Semarang. Tugu Muda Semarang merupakan monumen yang di bangun untuk mengenang para pahlawan saat melakukan Pertempuran Lima Hari Di Semarang. Pertempuran tersebut dilakukan untuk melawan tentara Jepang, yaitu pada tanggal 14 oktober 1945 hingga 19 oktober 1945. Tugu ini sangat menarik, di samping letaknya yang berada di pusat kota, tugu muda ini juga di kelilingi bangunan-bangunan bersejarah yang wajib di kunjungi apabila berkunjung ke Kota Semarang. Sebelah utara dari tugu muda ini, terdapat sebuah gedung yang di sebut Gedung Pandanaran. Serta bagian timur tugu ini, adalah sebuah objek wisata yang sangat terkenal dengan kisah mistisnya yaitu Lawang Sewu. Lalu untuk sisi selatan, tugu muda berhadapan dengan sebuah museum yang bernama Museum Mandala Bhakti. Pada bagian barat, terdapat sebuah wisma yang di sebut sebagai Wisma Perdamaian. Letaknya yang sangat strategis inilah yang menjadi salah satu alasan masyarakat suka menghabiskan malam di Tugu Muda Semarang.
Malam semakin larut, namun bukanya sepi tapi suasana di sekitar tugu muda semakin ramai. Pengunjung datang silih berganti, ada yang berkelompok, ada yang berpasangan, bahkan satu keluarga besarpun ada. Tujuan mereka sama, yaitu menikmati Kota Semarang dari sudut pandang Tugu Muda itu sendiri. Duduk di atas rerumputan, di kursi-kursi, serta di manapun tempat yang dapat mereka duduki di sekeliling Monumen Tugu Muda. Kami duduk di rerumputan yang berada tepat ketika kami menghadap kedepan, kami dapat melihat Tugu Muda, dan ketika menengok kebelakang kami dapat melihat Lawang Sewu. Posisi duduk yang sangat strategis, dimana ketika kami mengambil gambar dari depan, maka Lawang Sewu terlihat jelas menjadi latar belakangnya dan apabila kami mengambil gambar dari belakang, maka Tugu Muda sudah pasti menjadi latar belakangnya. Itulah alasan mengapa Tugu Muda Semarang menjadi destinasi tempat wisata sekaligus tempat nongkrong yang sangat di gemari oleh semua lapisan masyarakat. Karena selain dapat menghilangkan penat, kita juga bisa mengabadikan momen tersebut dengan latar belakang gambar yang indah, dengan adanya bangunan-bangunan istimewa tersebut, di tambah dengan lampu warna-warni yang menyinari tugu, begitupun air mancur yang menyemburkan airnya beberapa detik sekali itu, semakin menyempurnakan keanggunan monumen yang kokoh menjulang tinggi kebanggaan masyarakat Kota Semarang.
Malam semakin pekat, namun kami tak bosan-bosan memandangi indahnya Tugu Muda. Menikmati setiap detik yang berlalu dengan keindahan yang terpancar dari monumen yang anggun namun tetap berwibawa. Membicarakan segala hal yang ada di dalam fikiran kami masing-masing. Mendiskusikan segala hal yang perlu kami diskusikan. Seiring berjalanya waktu, perutpun terasa lapar. Namun, tak perlu khawatir untuk mencari makan dimana, karena di area tugu muda tersebut terdapat beberapa pedagang asongan yang menjajakan daganganya, entah itu makanan ringan, permen, kopi, dan rokok pun ada. Seperti halnya di simpang lima serta tempat-tempat wisata lainya. Begitu pula dengan kehadiran pengamen. Tak dapat di pungkiri, kehadiran para pengamen ataupun pengemis akan selalu dijumpai dimanapun keramaian itu berada. Namun, untuk jumlah pengamen yang ada di tugu muda tak sebanyak di simpang lima. Miris sekali kami melihat, para pengamen dan pengemis tersebut di dominasi oleh anak-anak di bawah umur, yang seharusnya waktu malam hari seperti ini menjadi waktu istirahat untuk mereka. Namun anak-anak tersebut masih harus bekerja mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Kami yang tak membawa cukup banyak uang untuk di berikan kepada para pengamen itu pun bingung, mau memberi apa lagi apabila ada pengamen yang datang. Tak habis akal, ketika ada lagi pengamen yang datang, kami berikan snak yang kami beli ketika kami lapar. Tak di sangka respon dari pengamen tersebut, senyum ceria mengembang di bibirnya. Ia terlihat bahagia sekali ketika mendapatkan snak tersebut, daripada mendapatkan uang. Kami merasa heran ketika melihat peristiwa tersebut, lalu kami berasumsi bahwa mungkin mereka bahagia karena dapat makanan untuk mengisi perut mereka secara langsung daripada harus menunggu uang mereka terkumpul lalu baru mereka belikan makanan. Anak-anak itu masih terus berlalu lalang, mengumpulkan pundi-pundi rupiah dengan cara mengamen kepada pengunjung lain yang belum mereka singgahi sebelumnya, hingga malampun semakin larut. Kulihat jam tanganku, pukul sepuluh malam. Aku melihat sekelilingku masih sangat riuh, orang-orang yang bercanda, orang-orang yang mengambil gambar, dan orang-orang yang masih mencari rezeki. Sama sekali belum menunjukan bahwa malam ini sesungguhnya telah larut.
Jalan rayapun masih sangat ramai di lalui kendaraan-kendaraan, entah itu roda dua ataupun banyak roda lainya. Kendaraa-kendaaran itu layaknya sebuah antrian panjang di meja kasir pusat perbelanjaan. Bedanya kendaraan-kendaraan tersebut mengantri untuk berjalan melalui lampu lalu lintas yang sedang berwarna merah. Suara klakson yang sangat riuhpun juga terdengar, saling bersahutan layaknya orkes musik. Peluang tersebut tak di sia-siakan oleh para pejuang lampu merah. Mereka langsung turun kejalan ketika lampu berwarna merah. Menjajakan makanan, menjajakan dagangan, dan menjajakan suara yang entah itu merdu ataukah tidak. Mereka tidak perduli dengan asap kendaraan, mereka tidak perduli dengan bahaya yang selalu mengintai mereka, yang ada di dalam fikiran mereka hanyalah rezeki, untuk mereka dan keluarga mereka yang sedang menunggu di rumah. Sungguh keras kehidupan di tengah kota besar ini.
Banyak sekali fenomena-fenomena sosial yang dapat kita lihat dan amati melalui satu tempat seperti tugu muda semarang. Suatu tempat yang sangat menarik untuk menjadi tempat wisata, nongkrong, bahkan pengamatan.
anita tulisannya sangat bagus, bisa menjadi daya tarik juga untuk turis lokal diluar jawa agar berkunjung ke kota semarang, namun mungkin untuk foto bisa mengambil tempat foto yang lebih menarik lagi untuk daya tariknyaa, dan jangan lupa gambar tugu mudanya disertakan. terimakasih anita tulisannya sangat menarik 🙂
wahh terimakasih mba Anita pengalamannya, tetap semangat untuk berbagi
ya, baguslah. boleh untuk diapresiasi ini