hallo teman-teman…
Kali ini penulis akan membahas mengenai Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintahan . Dimana materi tersebut berada di dalam mata kuliah Sosiologi Politik yang penulis tempuh ketika Semester 5. Tugas Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintahan tersebut bertujuan untuk menambah pemahaman mengenai mata kuliah Sosiologi Politik yang penulis tempuh. Semoga bermanfaat….
Demokrasi mengamanatkan adanya persamaan akses dan peran serta penuh bagi laki-laki maupun perempuan, atas dasar prinsip persamaan derajat dalam semua wilayah dan tataran kehidupan publik, terutama dalam posisi-posisi pengambilan keputusan. Platform Aksi Beijing dan Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women atau CEDAW) merekomendasikan agar semua pemerintah di dunia agar memberlakukan kuota sebagai langkah khusus yang bersifat sementara untuk meningkatkan jumlah perempuan di dalam jabatan-jabatan appointif (berdasarkan penunjukan/pengangkatan) maupun elektif (berdasarkan hasil pemilihan) pada tingkat pemerintahan lokal dan nasional.
Kesenjangan gender di kehidupan publik dan politik merupakan sebuah tantangan global yang terus dihadapi oleh masyarakat dunia. Meskipun telah ada berbagai konvensi, kovenan dan komitmen internasional, namun secara rata-rata jumlah perempuan di dalam parlemen di dunia ini hanya 18,4 persen.1 Dari 190 negara, hanya tujuh negara dimana perempuan menjadi presiden atau perdana menteri. Hadirnya perempuan sebagai bagian dari kabinet yang ada di dunia ini atau walikota, jumlahnya tak mencapai 7 dan 8 persen.Indonesia berkomitmen untuk menjalankan prinsip kesetaraan gender melalui berbagai komitmen nasional dan internasional. Undang-undang Dasar 1945 menjamin kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, serta pengarusutamaan gender telah diadopsi menjadi sebuah kebijakan untuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam kebijakan, perencanaan dan penganggaran. Tindakan afirmatif (affirmative action) juga sudah diperkenalkan pada UU No. 10/2008 tentang Pemilihan Umum untuk memastikan setidaknya 30 persen perempuan dicalonkan dalam daftar calon anggota legislatif untuk menangani masalah kekurangan keterwakilan gender dalam bidang politik di negara ini.
Meskipun perempuan di Indonesia secara aktif memberikan sumbangsih mereka terhadap perekonomian nasional maupun rumah tangga melalui kerja produktif dan reproduktif mereka, mereka masih tidak dilibatkan dari berbagai struktur dan proses pengambilan keputusan di keluarga, masyarakat dan tingkat negara. Kurangnya keterwakilan perempuan dalam posisi-posisi pengambilan keputusan di sektor publik telah berujung pada pembangunan kebijakan ekonomi dan sosial yang memberikan keistimewaan terhadap perspektif dan kepentingan kaum lelaki, serta investasi sumber-sumber daya nasional dengan mempertimbangkan keuntungan bagi kaum lelaki.
Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintahan
Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstitusional maupun nonkonstitusional. Di samping itu politik juga dapat ditilik dari sudut pandang berbeda, yaitu antara lain: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama (teori klasik Aristoteles). Sedangkan Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong). Undang-undang Dasar Republik Indonesia tidak memberikan batasan akan partisipasi dan keterwakilan perempuan dalam kegiatan politik dan pemerintahan. Keterlibatan perempuan dalam kehidupan publik telah meningkat namun partisipasi dan keterwakilan mereka di lembaga legislatif tingkat nasional maupun provinsi, dan di seluruh lembaga pemerintahan masih rendah. Gerakan perempuan di Indonesia memiliki keterlibatan aktif di bidang politik namun masih ada kesenjangan dalam hal partisipasi dan keterwakilan perempuan di struktur politik formal. Meskipun partai-partai politik berusaha untuk menyampaikan kepentingan masyarakat, dominasi lakilaki dan pola pikir patriarkis yang sudah menancap dalam para pemimpin di partai politik yang ada di Indonesia, merupakan salah satu faktor utama penentu bagi perempuan untuk masuk ke ranah politik dan mempengaruhi agenda politis partai-partai politik tersebut.
Sistem politik secara demokratis adalah sistem politik dengan partisipasi masyarakat yang cukup tinggi, dan salah satu tolok ukurnya adalah suara rakyat yang diberikan melalui pemilihan umum yang dilakukan secara langsug bukan melalui perwakilan. Sudah waktunya kapasitas perempuan sebagai subjek politik diperluas lagi, bukan semata-mata sebagai objek politik. Sesungguhnya jumlah perempuan sangat potensial, ada beberapa bentuk partisipasi perempuan yang bisa dijalankan dengan optimal sebagai bentuk partisipasi perempuan pada negara secara umum.
- Pemberi Suara
Sebelum memberikan suaranya dan memutuskan untuk memilih, perempuan bisa mencari informasi dari berbagai sumber, sehingga pengetahuan politiknya bertambah. Sementara dahulu suara perempuan diwakilkan sebagai suara rakyat yang lain, maka sekarang seorang perempuan dapat langsung mendatangi tempat-tempat pemilihan untuk memberikan hak suaranya.
- Menjadi Anggota Atau Pengurus Partai Politik
Banyaknya partai politik menimbulkan keleluasaan bagi masyarakat, termasuk kaum perempuan didalamnya untuk memilih yang sesuai dengan idealisme yang dimiliki dan aktif berperan serta didalamnya. Berperan serta didalam partai politik merupakan salah satu bentuk aktualisasi potensi diri, terutama dibidang politik. Di dalam partai politik ini terbuka kesempatan luas untuk mengeksplorasi diri, menyumbangkan pemikiran yang berhubungan dengan kehidupan politik negara.
- Menjadi Anggota Legislatif
Biasanya menjadi anggota legislatif ini bisa diminta oleh partai tertentu, atau bisa juga menyampaikan aspirasi untuk mendaftarkan diri sebagai anggota legislatif. Kesempatan inipun terbuka luas untuk perempuan, tentunya akan ada proses yang harus dilewati untuk sampai pada posisi anggota legislatif. Sebenarnya sudah sejak zaman revolusi, zaman orde lama sudah banyak perempuan yang duduk menjadi anggota legislatif, namun sekarang ini kesempatan itu terus berkembang semakin luas.
- Menjadi Kepala Daerah
Sejak era reformasi bergulir, sudah banyak perempuan yang menjabat sebagai kepala daerah. Masyarakat sudah terdidik bahwa kepala daerah bisa juga dijabat perempuan selama kapabilitasnya memenuhi ketentuan.
- Menjadi Anggota KPU
Dahulu penyelenggaraan pemilu diisi oleh perwakilan partai peserta pemilu, tidak demikian dengan sistem yang digunakan sekarang. Saat ini penyelenggara pemilu adalah KPU, dan orang-orang yang berada di KPU berasal bukan dari partai. Kesempatan juga terbuka luas bagi perempuan untuk duduk di KPU ini, sama luasnya dengan kesempatan laki-laki.
Hambatan Bagi Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintahan
Perempuan dari berbagai daerah, latar belakang agama maupun sosial-ekonomi menghadapi sejumlah tantangan dan keterbatasan dalam hal partisipasi mereka di ranah publik. Hambatan yang paling mendasar yang dihadapi oleh perempuan ketika akan memasuki ranah publik justru datang dari pemisahan wilayah yang luas antara ranah publik dan privat. Ideologi pemisahan tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin menentukan perempuan sebagai seorang warga negara yang bersifat privat dengan peran utama di dalam rumah tangga sebagai ibu dan istri, sementara laki-laki diberikan peran yang lebih produktif di ranah publik. Ideologi peran gender membuat kontribusi perempuan di ranah produktif tidak lagi terlihat. Peran mereka tidak diakui secara sosial, sehingga semakin sedikit sumber daya yang diinvestasikan pada perempuan sebagai sebuah modal (human capital) baik oleh keluarga maupun negara. Perempuan yang tidak memiliki daya secara finansial, memiliki kekurangan dalam hal kekuasaan sosial maupun ekonomi semakin sulit untuk masuk ke ranah politik yang amat didominasi oleh kaum laki-laki.
- Hambatan Sosio-Ekonomi
Budaya patriarki dan nilai-nilai sosial di Indonesia menuntut perempuan untuk tidak berpartisipasi di ranah politik maupun pemerintahan, dan politik dianggap sebuah ranah yang prerogatif milik laki-laki. Meskipun konteks sosial-budaya di Indonesia beragam dan perempuan menghadapi berbagai keterbatasan yang berbeda berdasarkan konteks yang berbeda juga, ada beberapa hambatan umum yang dihadapi oleh seluruh perempuan di negeri ini karena peran serta tanggungjawab domestik, status subordinasi dalam hubungan gender dan perilaku sosial yang bersifat patriarkis terhadap partisipasi mereka di ranah publik.
Perempuan di Indonesia secara umum bukanlah pengambil keputusan di keluarga maupun di tataran masyarakat. Karena adanya bias sosio-budaya di sub-kultur Indonesia, perempuan tertinggal dalam mengakses kesempatan yang sama terhadap sumber daya produktif, misalnya tanah, kredit, aset materiil, pengembangan keterampilan, dll. Perempuan di Indonesia juga mengalami kekurangan dalam hal modal, karena mereka bukanlah pemimpin-pemimpin di komunitas mereka dan tidak memiliki basis kekuasaan yang mandiri.
- Hambatan Politis dan Kelembagaan
Sistem kepemiluan di Indonesia masih memberikan dukungan terhadap kekuasaan yang dipegang oleh elit politik, meskipun sistem daftar calon terbuka sudah mulai diperkenalkan pada pemilu 2009. Dalam sistem yang baru ini, pemilih bisa memilih partai politik, atau parpol dan calon legislatif, atau calon legislatif dari daftar calon. Peraturan pemilihan umum ini diharapkan dapat mendobrak monopoli pimpinan partai politik dalam menentukan siapa yang akan mewakili kepentingan rakyat. Meskipun demikian, sistem baru ini tidak membawa banyak perubahan. Di pemilihan umum yang paling terakhir, hanya 11 orang calon legislatif dari 560 orang anggota legislatif (DPR RI) mencapai ambang batas pemilu; tiga diantaranya adalah perempuan.
Praktik yang berlaku di masyarakat luas pada akhirnya berdampak pada cara-cara partai politik beroperasi, dan seperti halnya masyarakat di dunia, Indonesia berusaha menanggulangi korupsi, nepotisme dan eksploitasi kekuasaan sosial meskipun diakui bahwa perubahan yang positif sedang berjalan. Bagi perempuan, hal ini seringkali berarti nama mereka tidak akan tercantum sebagai nomor urut awal di daftar calon legislatif dari partai politik mereka, dan ketidakmampuan mereka bernegosiasi dalam sistem ini. Perempuan tidak terpilih untuk menduduki posisi-posisi pengambil keputusan di dalam struktur partai, karenanya mereka tidak memiliki kesempatan belajar keterampilan di bidang politik. Karena marjinalisasi dan pengecualian perempuan dalam struktur partai, mereka tidak mampu mempengaruhi agenda-agenda politik yang diusung oleh partai mereka.
- Hambatan Pribadi dan Psikologis
Negara dan masyarakat Indonesia membentuk konsep perempuan secara sempit dalam peran stereotip sebagai istri dan ibu, dan memberikan status yang lebih rendah dari laki-laki. Ideologi peranan gender kemudian dimanipulasi untuk mengendalikan kehidupan dan seksualitas perempuan. Perempuan seringkali menginternalisasi konsep Dharma Wanita berdasarkan sosialisasi peran gender mereka. Identifikasi diri perempuan dengan peran reproduktif dan keutamaan melaksanakan tugas merawat keluarga mereka membentuk pilihan-pilihan mereka dalam berpartisipasi di ranah politik dan publik.Kurangnya keterampilan politik dan kepercayaan diri, persepsi politik sebagai hal yang ‘kotor’ serta tanggung jawab merawat keluarga merupakan beberapa hambatan pribadi dan psikologis yang dialami oleh perempuan dalam berpartisipasi di ranah publik.
Cara Meningkatkan Partisipasi Perempuan Dalam Politik Dan Pemerintahan
Partisipasi politik adalah keikutsertaan warga negara dalam pengambilan keputusan politik, baik secara langsung maupun tidak langsung. Keputusan politik sangat erat kaitannya dengan partisipasi politik masyarakat. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam demokrasi. Adapun rambu-rambu mengenai partisipasi politik yaitu : Pertama, partisipasi politik adalah kegiatan atau perilaku berupa sikap dan orientasi. Kedua, kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik ( Ramlan Surbakti, 2007 : 141 ). Partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi politik merupakan langkah penting dalam setiap kegiatan politik. Tanpa partisipasi politik, maka segala ide-ide tentang suatu perubahan politik tidak akan terlaksana. Keaktifan warga dalam politik juga dicerminkan dari partisipasi mereka dalam mengikuti Pemilu sebagai kegiatan politik praktis.
Upaya peningkatan partisipasi politik perempuan terutama dalam keterwakilannya di legislatif tidak bisa dilakukan secara parsial, karenanya harus dilaksanakan secara Holictic Integratif dengan melibatkan semua unsur sesuai dengan kewenangan masing-masing. Ada peran-peran penting yang mesti dilaksanakan oleh para pihak untuk mempercepat upaya peningkatan partisipasi politik perempuan. Para pihak yang terkait erat dengan hal ini yaitu Partai Politik, Penyelenggara Pemilu, Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota juga Organisasi Kemasyarakatan.
- Partai politik
Undang-undang partai politik mengharuskan partai politik melakukan pendidikan politik bagi anggota dan kader-kadernya baik laki-laki maupun perempuan agar mereka dapat diandalkan di organisasi kepartaian, lembaga legislatif, maupun eksekutif. Apalagi undang-undang partai politik mewajibkan sedikitnya 30% pengurus diisi oleh perempuan, sedang undang-undang pemilu mewajibkan sedikitnya 30% calon anggota legislatif diisi oleh perempuan. Dengan demikian partai politik wajib melakukan mendidik kader-kader perempuan secara sistematis dan terencana agar mereka berperan aktif dibidang politik meningkat secara maksimal.
- Penyelenggara pemilu
Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib membuat peraturan pelaksanaan pemilu yang bisa menjamin terlaksanannya kebijakan tindakan khusus sementara sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan dalam daftar calon anggota legislatif yang diajukan oleh partai politik. Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dan jajarannya melakukan pengawasan agar hak-hak politik kader perempuan tetap terjaga dengan baik. Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan jajarannya maupun Bawaslu dan jajarannya harus mensosialisasikan ketentuan pelaksanaan kebijakan tindakan khusus sementara dalam sekurang-kurangnya 30% keterwakilan perempuan calon legislatif, agar para kader perempuan memiliki wawasan cukup sehingga mereka lebih percaya diri dalam menghadapi proses persaingan pencalonan (internal partai) maupun perebutan suara di setiap daerah pemilihan (Dapil). KPU dan Bawaslu bertanggungjawab atas pemahaman kader-kader perempuan dalam implementasi kebijakan tindakan khusus sementara dalam pemilu.
- Pemerintah termasuk Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/Kota
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang merupakan bagian dari Pemerintah mendorong perempuan-perempuan berpotensi untuk menjadi anggota partai politik dan menjadi calon anggota legislatif. Kedua lembaga perlu meningkatkan kemampuan para calon anggota DPR dan DPD untuk berkompetisi yang sehat dalam pemilu, lalu meningkatkan kemampuanya sebagai legislator jika terpilih. Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban untuk mendorong lebih banyak perempuan aktif di dunia politik. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik perlu dikembangkan secara terencana dan terprogram secara berkesinambungan sehingga mereka siap menjadi anggota partai politik, pengurus partai politik, menjadi calon anggota legislatif dan menjadi anggota legislatif. Peningkatan partisipasi perempuan dalam politik bisa dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, seminar, diskusi terbatas, lokakarya, serta pendidikan dan pelatihan, baik dengan koordinasi dan kerjasama dengan KPP-PA dan Kemendagri, maupun dilaksanakan sendiri secara mandiri.
- Organisasi Kemasyarakatan
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) yang berbasis anggota dan yang tidak berbasis anggota (kerja), baik Ormas yang peduli/penggiat politik maupun Ormas yang bergerak di bidang pemberdayaan perempuan dapat mendorong dan menyokong perempuan untuk anggota dan kader aktif di partai politik, menyiapkan diri menjadi anggota legislatif guna memperjuangkan kepentingan perempuan dan anak melalui pembuatan kebijakan di lembaga legislatif. Organisasi kemasyarakatan bisa menjadi mitra partai politik, penyelenggara pemilu, pemerintah, maupun pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dalam merencanakan dan melaksanakan program dan kegiatan yang bertujuan meningkatkan partisipasi perempuan di lembaga legislatif. Berbagai upaya yang diperankan masing-masing lembaga diatas diharapkan mampu meningkatkan partisipasi politik perempuan terutama keterwakilan perempuan di legislatif. Kemajuan aksesibilitas perempuan diberbagai bidang pembangunan akan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang lebih adil sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945.