Kali ini saya akan membagikan artikel tugas kuliah saya pada mata kuliah Kajian Etnografi pada semester 3 mengenai review buku yang berjudul Back Door Java.
Dalam negara pasca kolonial Indonesia, sebuah unit terkecil yang bernama keluarga bukan semata merupakan kesatuan orang tua dan anak. Keluarga menjadi instrumen negara. Keluarga menjadi sebuah institusi negara baru sekalipun tidak memiliki status formal. Keluarga dalam fungsi seperti ini telah mendomestikasi perempuan secara lebih kuat. Namun pada saat yang sama menegaskan otonomi mereka secara sosial dan politik. Ini menjelaskan mengapa negara berkepentingan terhadap rezim pengaturan perempuan.
Melalui tulisan ini saya akan mencoba melakukan pembacaan atas tulisan dari Jan Newberry peneliti asal Universitas Leithbridge, Alberta, Kanada ysng melakukan penelitian etnografi di Indonesia sejak tahun 1922 dan kemudian hasilnya di publikasikan dalam bentuk buku dengan judul Back Door Java: State Formation and the Domestic in Working Class Java Buku tersebut lalu diterjemahkan oleh Bernadetta Esti Sumarah dan Masri Maris ke dalam bahasa Indonesia dan diterbitkan pada tahun 2013 dengan judul Back Door Java Negara: Rumah Tangga dan Kampung di Keluarga Jawa.
Karya etnogrfi berisi tentang interpretasi dan seleksi data sehingga dalam penggambaran orang, masyarakat atau kebudayaan dipahami dari perspektif : (1) apa pertanyan yang ingin dijawab ? (2) apa jawaban, penjelasan atau interpretasi yang disajikan ? (3) data apa yang ditampilkan sebagai bukti untuk mendukung interpretasinya itu ? dan (4) bagaimana pengorganisasian ketiga elemen tersebut (persoalan, interpretasi dan data) di atas agar menjadi suatu argumen ? (Jacobs 1991:2) Etnografi adalah argumen yang di dalamnya mengandung klaim mengenai perilaku seseorang, masyarakat atau kebudayaan dan data yang mengandung bukti untuk mendukung atau menentangnya. Dengan kata lain “membaca” etnografi adalah mengindentifikasi klaimnya dan mengevaluasinya dengan data sebagai referensinya.
Back Door Java : Negara, Rumah Tangga dan Kampung di Keluarga Jawa
Apa yang disampaikan oleh Jan Newberry untuk mengantarnya menujukkan bahwa sebelum memulai proyek penelitiannya diawali dengan suatu asumsi tentang kaitan antara masyarakat pertanian dan negara. Namun kenyataannya Jan Newberry menghabiskan waktunya di dapaur orang Jawa, hal ini dapat di tangkap dalam tulisannya sebagai berikut :
Minat penelitian saya pada awalnya mengenai kaitan antara masyarakat pertanian dan negara. Terlatih dalam studi pertanian, saya ingin sekali menemukan pahlawan-pahlawan pertanian yang tangguh dan mampu bertahan menghadapi negara dan kekuatan-kekuatan global. Namun kenyataannya, saya habiskan waktu saya di dapur orang Jawa di perkotan, di antara orang miskin dan warga kelas pekerja yang hidup mecari makan dari hari ke hari. Saya habiskan waktu saya di Jawa bukan di tengah-tengah pertania sawah dan meneliti perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat desa, tetapi diantara ibu-ibu rumah tangga di perkotaan, meneliti sebuah perkumpulan nasional untuk ibu-ibu rumah tangga, yakni PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Tujuan saya bergeser ketika saya dihadapkan pada situasi pada penelitian lapangan yang memilih saya dan bukan sebaliknya. Rencana saya untuk mengadakan penelitian di pedesaan Jawa harus saya ubah, yakni meneliti apa yang saya saksikan di sekitar saya. (hal 3-4)
Dari kutipan tersebut nampak bahwa Jan Newberry melihat kondisi masyarakat Jawa dengan adanya program nasional yang sekarang ada di mana-mana yang diperuntukkan bagi ibu rumah tangga yakni PKK. Fokus baru penelitian Jan Newberry nampaknya masik kabur seperti halnya ia belum tahu apa yang disebut rumah tangga dan apa hubungannya rumah tangga dengan program negara dalam kegiatan PKK tingkat lokal.
Untuk melihat lebih lanjut tentang rumah tangga dan progrm negara dalam kegiatan PKK tingkat lokal, Jan Newberry mencoba menemukan makna rumah tangga dan program kegiatan PKK tingkat lokal dengan menghabiskan waktu berbulan-bulan sebagai ibu rumah tangga yang sedang dilatih. Walaupun Jan Newberry belum dapat menemukan dengan jelas unit rumah tangga apa yang akan ia teliti. Lalu ia menganalisa sendiri dan kemudia kompnen-komponen tersebut di sorot dalam kaitan dengan komunitas dan negara maka ia mulai berusaha memahami apa yang ia saksikan. Hal itulah yang menuntun Jan Newberry ingin memahami titik rumah tangga, masyarakat dan negara melakukan intervensi. Seperti yang ia tuliskan sebagai berikut :
Dalam bulan-bulan dan tahun-tahun sejak penelitian awal di lapangan itu, saya berjuang untuk memahami di titik mana rumah tangga berakhir, di titik mana masyarakat mulai, dan di titik mana negara melakukan intervensi. (hal 4)
Untuk menuju jawaban pertanyaan di atas Jan Newberry mulai melakukan pengamatan mengenai kesibukan warga masyarakat dan segala kegiatan mereka dalam ruang rumah tangga yang menurutnya bahwa kegiatan sehari-hari yang di lakukan dalam ruang rumah tangga adalah sebuat proses pembentukkan negara. Seperti pertanyaan yang ia tulis sebagai berikut :
Kesibukan warga masyarakat sebagai istri, ibu, bapak, anak perempuan dan anak laki-laki, pekerjaan mereka, hubungan kekerabatan mereka, jasa-jasa yang mereka tawarkan dan kegiatan mereka yang lainnya dalam ruang rumah tangga (domestic space) dan sebagai respons atas program-program nasioanal yang ditujukan pada kehidupan rumah tangga, merupkan kegiatan sehari-hari pembentukan negara yang saya teliti. Saya gunakan istilah “kegiatan sehari-hari pembentukan negara” (Joseph dan Nugent 1994; lihat juga corrigan dan Sayer 1985) untuk membahas apa yang saya saksikan melalui pintu belakang di Jawa, karena mencipta dan merumuskan definisi rumah tangga adalah proyek negara. (hal 11)
Lebih lanjut Jan Newberry mempelajari bagaimana makna pintu belakang dalam rumah bagi orang Jawa yang sangat penting. Jan Newberry dalam memaknai pintu belakang melihat sesuai dengan apa yang ia alami di rumahnya ketika ikut serta menjadi warga masyarakat setempat dan mengikuti segala kebiasaan atau adat istiadat yang berlaku di Jawa, yaitu ketika Jan Newberry kedatangan tamu di rumahnya namun di rumahnya tidak ada gula teh. Seperti yang ditulisan sebagai berikut :
Ketika saya kedatangan tamu dan tidak ada gula teh. Saya meminta tolong kepada mas Yoto, salah satu dari anak-anak yang selalu menemani kami di rumah, untuk pergi membeli gula, tanpa menyadari apa yang saya minta untuk dilakukannya. Baru ketika ia kembali dan berjaan masuk ke dalam rumah dengan kantong gula tersembunyi di balik bajunya, yang terpaksa di lakukannya karena dia harus masuk dari pintu depan. (hal 16)
Pengalaman yang dialami oleh Jan Newberry membuatnya ia sadar betapa pentingnya peran pintu belakang bagi orang Jawa. Karena ketidakadanya pintu belakang di rumahnya membuat ia merasa kurangnya rasa sosial antara orang lain atau masyarakat. Pintu depan dan pintu belakang rumah kampung untuk memelihara ikatan yang membentuk masyarakat. Penggunaan ke dua pintu berkaitan dengan jantng rumah dan menjaga kekerabatan dalam reproduksi rumah tangga dan masyarakat.
Di dalam penelitiannya Jan Newberry berusaha mengetahui tentang struktur pemerintahnnya di tempat penelitiannya tepatnya di kampung Rumah Putri. Struktur administrasi yang ada di kampung adalah hasil dari berbagai upaya untuk menentukan garis-garis batas masyarakat dan tata pemerintah yang efektif di Indonesia dan mungkin khususnya di Jawa. Pembentukkan struktur pemerintahan terbawah di kampung seperti RT dan RW sangat penting. Setiap struktur pemerintahan yang ada di kampung di kepalai oleh salah seorang yang bertugas dan memimpin di dalam masyarakat. Seperti yang dituliskan sebagai berikut :
Biasanya sebuah RT terdiri dari 20-40 rumah tangga, dan ada sekitar 6 RT dalam sebuah RW. Sebelum RW ada RK (rukun kampung), bagian wilayah yang lebih luas yang terdiri dari beberapa RW dalam suatu unit besar, tetapi ini telah diubah pada pertengahan tahun 1980-an, paling tidak di Jawa. RT, RW dan sebelumnya RK, dikepalai oleh sukarelawan yang tidak digaji, yang dilihat oleh pemerintah dan sebagian besar warga ebagai tokoh kampung pilihan warga. (hal 37)
Dari hasil penelitian Jan Newberry jelas tingkat-tingkat administrasi yang lebih rendah ini juga menjadi bagian dari struktur pemerintahan, karena ketua RW dan ketua RT yang dipilih oleh warga itu menjalankan fungsi-fungsi resmi untuk pemeritah Indonesia. Selain itu, jabatan mereka sangat bersifat politik karena tidak saja melibatkan martabat dan status menurut pandangan kampung, tetapi juga karena pak RT dan pak RW dianggap sebagai salura untuk mendapatkan bantuan pemerintah dan juga berperan sebagai titik redistribusi barang-aranag sosial yang lain untuk kampung. Kaitan antara pejabat tingkat bawah yang tidak digaji ini dan pegawai negeri juga tercermin dalam pemilihan para pejabat ini. Para ketua RT memilih ketua RW, dan proses berlangsung dibawah kekuasaan lurah, termasuk persetujuan akhir para calon.
Lalu ada hal yang paling mencolok mengenai pekerjaan perempuan di kampung Rumah Putri yaitu adanya kesesuaian pola-pola tertentu pekerjaan perempuan dan jenis-jenis pekerjaan tertentu laki-laki. Pasangan-pasangan yang laki-lakinya menganggur atau setengah menganggur sering terlibat di dalam berbagai macam kegiatan yang mendatangkan uang, biasanya di sektor informal. Adalah yang sangat lumrah bahwa di lingkungan yang lebih miskin di kampung ini jenis pekerjaan perempuan adalah pekerjaan dengan upah yang rendah dan tidak stabil. Namun hal ini menjadi sebuah keharusan untuk mencari penghasilan dan pekerjaan tambahan karena perubahan-perubahan kebutuhan keluarga. Pola satu lagi adalah perempua yang bekerja dalam bidang profesi tertentu atau sebagai pegawai negeri, sedngkan pasangannya memiliki pekerjaan tetap sebagai buruh kasar dengan bayaran di bawah standar di sektor formal. Seperti yang di tulis sebagai berikut :
Perempua masuk dan keluar dari pekerjaan di sektor formal dan di sektor informal. Mereka berganti pekerjaan bila ada perubahan pada struktur keluarga dan rumah mereka. Perempuan bisa bekerja tanpa upah dalam usaha keluarga, seperti pekejaan bu Wit membuat pakaian untuk wayang dan berbagai pekerjaan yang di subkontrakkan melalui seorang ibu muda yang tinggl di sebelah timur rumah keluarga Cipto. Ada juga pekerjaan jasa yang dibayar sangat ,urah, seperti berjualan di warung, memasak dan berjualan makanan dan menjahit. ( hal 138)
Laki-laki, perempuan dan keluarga tempay saya bekerja dan tinggal di Kampung Rumah Putri semua menjalani kehidupan sebagaimana adanya, berbagai beban antar rumah, menjadi tukang sepatu bersama pekerjaan formal dan informal, dan memanfaatkan kantor PKK dan pola-pola lokal hidup berbagi dan saling menjaga. (hal 158)
Untuk memahami pengaruh tertentu PKK atas perempuan, masyarakat dan budaya politik orang Jawa, perlu dibahas peren moralitas kampung. Kejadian-kejadian sehari-hari dalam kehidupan kampung tidak saja mencerminkan nilai-nilai dan makna masyarakat bagi warga kampung, tetapi juga peran kunci kaum perempuan dalam penerapannya. Dalam proses ini program, praktik dan propaganda PKK menjadi sumber daya untuk digunakan dalam tawar-menawar antara masyarakat dan moralitas dengan warga kampung. Perubahan gaya hidup dan ekonomi tercermin dalam kejadian-kejadian ini, ketika asas masyarakat ideal digunakan sebagai alat kontrol dan adaptasi sosial. Seperti yang di tulis sebagai berikut :
Bu Sae ibaratnya merupakan sebuah penangkal petir bagi moralitas kampung. Dia mewakili tidak hanya generasi keluarga kelas pekerja yang anak-anaknya berhasil meningkatan kesejahteraan hidup mereka, tetapi sendiri secara pribadi merupakan contoh ibu PKK yang sukses. (hal 183)
Ketika perempuan semakin banyak berperan dan terlibat di dalam program PKK, dia dapat dikatakan mengaktifkan kekuasaan penjinnakan yang didukung negara unruk meningkatkan statusnya sendiri dan juga status lingkungannya. Di sini tidak terlalu menjadi persoalan apakah warga kampung membayangkan bahwa mereka terlibat dalam pola tradisional gotong-royong atau bahwa negara melanggengkan peranan khayal bagi perempuan. Dampaknya sama saja. Perempuan dan masyarakat direproduksi melalui penggunaan sumber daya negara di tingkat lokal, dan negara serta peraturan negara direproduksi melalui tindakan perempuan ketika mereka menuturkan kisah yang dipercaya tentang diri mereka, juga dengan menggunakan sumber daya ini. Hasil dari jalan belok-belok di antara negara dan lokal inilah yang disebut pembentukan negara. Seperti yang ditulis sebagai berikut :
Ketika Bu Sae dan Bu Apik mendekati Pak Sasto untuk mengakhiri perjudian yang mengancam keluarga dan lingkungan mereka (hal 199)
Rumah kediaman seperti halnya seluruh bidang moral kampung, berarti kehangatan, diterima berbagai beban dan kerjasama. Moralitas kampung menggunakan tata nilai dan makna sistem nasional dan sistem lokal, sehingga tidak memungkinkan pemahaman tunggal apapun mengenai gender dan kekuasaan atau mengenai masyarakat dan kekuasaan. Dalam pekerjaan sehari-hari di luar masyarakat kampung. Rumah kediaman, rumah dan rumah tangga dibangun dan dibangun kembali dalam penggunaan sumber daya material dan ideologi yang tersedia dalam sistem nilai di tingkat lokal dan sebagai sumber daya dari negara.
Catatan Akhir
Dengan penulisan yang mengalir, Jan Neberry membangun agrumen untuk menunjukkan bagaimana peran pintu belakang yang membentuk rumah tangga, negara dan kampung di masyarakat Jawa. Data yang digunakan oleh Jan Newberry ada yang menggunakan data tekstual yang bersumber dari hasil penulisan para tokoh antropolog lainnya. Data lain yang digunakan adalah data wawancara serta data pengamatan atau observasi dan ikut berpatispasi di dalam masyarakat. Namun saya rasa data yang diperoleh dari hasil wawancara sangat sedikit karena hanya melalui percakapan sehari-hari dengan para warga saja. Data yang di peroleh dari hasil pengamatan lumayan cukup banyak karena Jan Newberry dalam sehari-hari berusaha mengamati segala hal yang terjadi di dalam masyarakat kampung Rumah Putri. Dan data yang paling banyak di peroleh oleh Jan Newberry adalah data dari hasil terjun langsung ke lapangan atau ikut berpartisipasi di dalam masyarakat dengan warga setempat dengan mengikuti segala macam kegiatan sehari-hari dengan menjalani kebiasaan dan tradisi yang ada di dalam masyarakat tersebut bersama warganya. Data tekstual yang berasal dari penulisan tokoh ntropolog lain berusaha di refleksikan dengan pengalaman atau dengan keadaan yang sesungguhnya yang ada di kampung Rumah Putri. Data yang digunakan untuk membangun argumen merupakan data hasil dari pengalaman pribadi Jan Newberry ketika ia ikut serta menjadi warga masyarakat Kampung Rumah Putri. Jan Newberry menempatkan pengalaman pribadinya layaknya sebagai informan.