Pemataan Awal Struktur Agraria Di Desa Talunombo Kabupaten Wonogiri

Salam Ceria…
Generasi Muda Berprestasi…
Hei Semua, Bagaimana kabar Kalian? Kali ini saya akan sedikit memaparkan tugas kuliah semester 4 saya, dalam mata kuliah Sosiologi Pedesaan. Dalam tugas ini, saya akan membahas tentang struktur penguasaaan tanah di desa Talunombo, kecamatan Baturetno, kabupaten Wonogiri. Awalnya, masyarakat di desa Talunombo mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani dan nelayan. Sebagai petani, karena daerah Sumberagung masih terdapat banyak lahan yang kosong sehingga banyak dari masyarakatnya yang mengolah lahan tersebut menjadi pertanian. Sedangkan sebagai nelayan, desa Talunombo terdapat waduk yang airnya tidak pernah surut, dengan adanya waduk tersebut sangat membantu perekonomian masyarakatnya baik melaui hasil ikannya maupun air dari waduk tersebut yang sekarang ini digunakan warganya sebagai sumber air bersih yakni PDAM. Waduk tersebut diberi nama “Waduk Gajah Mungkur”, selain itu waduk juga berfungsi sebagai daerah pariwisata yang menambah retribusi daerah.

Setiap organisasi maupun bidang sosial yang berada dalam masyarakat mencakup pendidikan, ekonomi, politik, budaya, dan lain sebagainya pasti mempunyai struktur sosialnya masing-masing. Struktur merupakan suatu tatanan yang membentuk kelompok dalam masyarakat. Berdasarkan buku teori sosiologi (Ritzer, 2012 : 436) menyatakan bahwa struktur sosial sebagai berikut :
“Struktur sosial merupakan sekumpulan hubungan-hubungan sosial teroganisir yang dengan berbagai cara menyiratkan para aggota masyarakat atau kelompok.”
Sesuai dengan penelitian tentang struktur agraria di pedesaan, maka penulis terlebih dahulu akan menjelaskan tentang struktur kepemilikan lahan pertanian di desa Talunombo, kecamatan Baturetno, kabupaten Wonogiri. Dimana, dalam desa tersebut terdapat 3 bentuk struktur kepemilikan tanah, sebagai berikut :
1. Petani kaya, seorang petani yang mempunyai lahan pertanaia yang luas dan modal besar dalam kegiatan usaha pertanaiannya tersebut.
2. Petani kecil, seorag petani yang hanya memiliki sebidang tanah saja dan mengalami kesulitan dalam menghadapai petani-petani kaya.
3. Petani gurem (buruh tani), seorang petani yang tidak memiliki tanah pertanian sama sekali sehingga kelompok tersebut harus menjual tenaganya kepada tuan-tuan tanah untuk melangsungkan hidupnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 9/2011 tentang penataan Tata Ruang wilayah (RTRW) Wonogiri, salah satunya terdapat peraturan tentang lahan persawahan yang dibagi menjadi dua jenis, sebagai berikut :
1. Lahan basah
Merupakan suatu area persawahan yang dikembangkan pada dataran rendah (seperti di desa Talunombo, kecamatan Baturetno) yang memiliki kandungan air tinggi. Bahkan jenis lahan pertanian ini tidak pernah mengalami kekeringan, karena memiliki kandungan air yang berasal dari sungai maupun saluran irigasi. Sehingga, tidak jarang lahan ini selalu tergenang air sepanjang waktu.
2. Lahan kering
Merupakan suatu area persawahan yang dikembangkan pada dataran tinggi (seperti kecamatan Batuwarno) yang memiliki kandungan air rendah. Jenis lahan ini, cenderung gersang dan tidak memiliki sumber air yang pasti seperti sungai maupun saluran irigasi. Sehingga, sawah tadah hujan tidak cocok untuk ditanami padi, namun pada saat curah hujan sedang naik tanah tersebut dapat ditanamai padi .
Berdasarkan penjelasan dari 2 jenis lahan pertanian tersebut, maka di desa Talunombo tergolong ke dalam lahan basah. Karena di desa tersebut mempunyai kandungan air yang melimpah, dimana berasal dari aliran Waduk Gajah Mungkur. Sehingga, lahan pertanian di desa ini cocok untuk ditanami padi yang membutuhkan lahan yang selalu memiliki kandungan air tetap, agar bisa tumbuh dan akhirnya akan memberikan hasil panen yang melimpah. Apabila, sumber air tersebut jauh untuk di jangkau akibat curah hujan yang rendah maka petani di desa Talunombo beralih dari menanam padi digantikan dengan menanam beberapa jenis tanaman yang tidak terlalu membutuhkan air yang banyak, seperti : jagung, kedelei, kacang hijau, kacang tanah, oyong, cabai, dan lain-lain. Cara pengolahan lahan basah, dalam hal ini akan dijelaskan tentang cara pengolaha tanah saat persiapan penanaman padi, sebagai berikut :
1. Pembersihan
Sebelum sawah ditanami benih padi, maka harus di cangkul dan dibersihkan terlebih dahulu dari rumput-rumput liar yang tumbuh pada lahan yang akan ditanami tersebut. Namun, dalam membersihkan jerami atau rumput sebaiknya jangan dibakar, karena pembakaran jerami tersebut dapat menghilangkan kandungan yang sangat penting bagi pertumbuhan tanaman.
2. Pencangkulan
Kemudian proses selanjutnya adalah pecagkulan, dimana lahan pertanian yang akan di cangkul harus digenagi air terlebih dahulu. Apabila musim penghujan belum tiba, maka petani di desa Talunombo biasanya menggunakan saluran irigasi yang diambil dari aliran waduk Gajah Mungkur. Air digunakan agar tanah menjadi lunak serta jerami dan rumputnya cepat membusuk. Pekerjaan pencangkulan ini, dilanjutkan dengan memperbaiki tanggul-tanggul yang bocor.
3. Pembajakan
Setelah pecangkulan, maka proses selanjutnya adalah pembajakan. Namun, sebelum proses pembajakan terlebih dahulu sawah harus digenangi air. Dalam proses pembajakan harus dimulai dari tepi atau dari tengah petakan sawah. Proses pembajakan mempunyai tujuan dalam mematikan dan membenamkan rumput, dan membenamkan bahan-bahan organis seperti : pupuk hijau, pupuk kandang, dan kompos sehingga bercampur dengan tanah. Selesai pembajakan sawah digenagi air lagi selama 5-7 hari untuk mempercepat pembusukan sisa-sisa tanaman dan melunakan bongkahan-bongkahan tanah.
4. Penggaruan
Setelah proses pembajakan, maka proses selanjutnya adalah proses penggaruan. Dimana, proses ini berbeda dengan proses proses pembajakan, karena pada saat penggaruan genangan air harus dikurangi terlebih dahulu. Sehingga, cukup hanya untuk membasahi bongkahan-bongkahan tanah saja. Penggaruan dilakukan berrulang-ulang sehingga sisa-sisa rumput terbenam dan mengurangi perembesan air ke bawah.

Sumber :
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Klasik sampai Perkembangan Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Soekanto, soerjono. 2012. Pengantar sosiologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.
Tjondronegoro, Sediono M. P dan Gunawan Wiradi. 1984. Dua Abad Penguasaan Tanah. Jakarta : PT Gramedia.

Tulisan ini dipublikasikan di Artikel Kuliah Sosiologi & Antropologi. Tandai permalink.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: