Salam Ceria…
Generasi Muda Berprestasi…
Dalam postingan kali ini, Saya akan mempublikasikan tugas Semester 1 dalam mata kuliah “Kekerabatan da Perkawinan.” Tugas tersebut membahas tentang sistem kekerabatan yang diterapkan dalam masyarakat Suku Asmat yag berada di Papua Selatan. Apakah Kalian sudah mengetahui tentang Suku Asmat ? Kalau belum sebagai penambah wawasan saja, Silahkan lebih lanjut di baca artikel dibawah ini.
Suku Asmat merupakan suatu suku yang terbesar dan paling terkenal diantara sekian banyak suku yang ada di Papua, Irian Jaya, Indonesia. Salah satu hal yang membuat suku Asmat cukup dikenal adalah hasil ukiran kayu tradisional yang unik Beberapa ornamen atau motif yang seringkali di gunakan dan menjadi tema utama dalam proses pemahatan patung yang dilakukan oleh penduduk suku Asmat adalah mengambil tema nenek moyang dari suku mereka, yang biasa disebut “Mbis”.
Namun tidak berhenti sampai disitu, seringkali juga ditemui ornamen atau motif lain yang menyerupai perahu atau wuramon, yang mereka percayai sebagai simbol perahu arwah yang membawa nenek moyang mereka di alam kematian. Bagi penduduk asli suku Asmat sendiri, seni ukir kayu lebih merupakan sebuah perwujudan dari cara mereka dalam melakukan ritual guna untuk mengenang arwah para leluhurnya.
Populasi di suku Asmat terbagi menjadi dua, yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. Diantara kedua populasi ini berbeda antara yang satu dengan yang lain dalam hal dialek, bahasa, cara hidup, struktur sosial, ritual, dan adat istiadatnya. Populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku “Bisman” yang berada diantara sungai Nin serta suku “Simai”.
Wilayah yang mereka tinggali sangat unik, dengan dataran coklat lembek yang tertutupi oleh jaring laba-laba sungai. Wilayah yang ditinggali oleh suku Asmat ini telah menjadi kabupaten sendiri dengan nama kabupaten dengan nama kabupaten Asmat dengan & kecamatan atau Distrik. Hampir setiap hari turun hujan dengan curah 3000 – 4000 milimeter/tahun. Setiap hari juga pasang surut laut masuk kedalam wilayah ini, sehingga tidak mengherankan kalau permukaan tanah yang lembek. Praktis tidak semua kendaraan bermotor bisa lewat dijalan ini. Orang yang sedang bejalanpun harus berhati – hati agar tidak terpleset, terutama pada saat hujan tiba di desa tersebut.
Suku Asmat tersebar dan mendiami wilayah disekitar pantai laut Arafuru dan pegunungan Jayawijaya, dengan medan yang lumayan berat mengingat daerah yang mereka tempati adalah hutan belantara, dalam kehidupan suku Asmat, batu yang biasa kita lihat dijalanan ternyata sangat berharga bagi mereka. Bahkan batu – batu tersebut bisa dijadikan sebagai mas kawin pada saat menikah. Semua itu disebabkan karena tempat tinggal suku Asmat yang membentuk rawa – rawa sehingga sangat sulit menemukan batu-batu dijalanan yang begitu sangat berguna bagi mereka untuk membuat berbagai peralatan, antara lain adalah kapak, palu, dan sebagainya
Penduduk suku Asmat pada umumnya itu memiliki ciri – ciri fisik sebagai berikut yang sangat khas dan tentunya berbeda dengan penduduk indonesia yang lainnya yaitu berkulit hitam, dan mempunyai rambut yang keriting. Tekstur atau tubuhnya cukup tinggi , rata-rata tinggi badan penduduk suku Asmat untuk wanita sekitar 162 cm dan tinggi badan laki-laki mencapai 172 cm.
Suku Asmat merupakan suku yang menganut kepercayaaan animisme yaitu suatu ajaran dan praktek keseimbangan alam dan penyembahan kepada roh orang mati atau patung, sampai dengan masuknya Misionaris pembawa ajaran baru, maka mereka mulai mengenal agama lain selain agama yang berasal dari nenek moyang mereka. Masyarakat suku asmat sekarang ini telah menganut berbagai agama antara lain adalah Protestan, Katholik, bahkan agama Islam telah masuk didalam mayarakat tersebut.
Suku bangsa Asmat, dalam sistem kekerabatan mengenal tiga bentuk keluarga, antara lain sebagai berikut :
- Keluarga inti monogami dan kandung poligami
- Keluarga luas Uxorilokal
Keluarga yang telah menikah, dan kemudian tinggal dirumah keluarga dari pihak istri.
- Keluarga Avunkulokal
Keluarga yang sudah menikah dan tinggal di rumah keluarga istri dari pihak ibu.
Orang – orang suku Asmat sendiri tinggal secara bersamaan dalam suatu rumah panggung dengan dengan luas 3x4x4 meter yang disebut dengan “ Tsyem. Rumah ini juga berfungsi sebagai tempat untuk penyimpanan senjata dan peralatan berburu, bercocok tanam, dan menangkap ikan. Suku bangsa Asmat mengenal rumah panggung yewini seluas 10×15 meter. Dan funsi rumah tersebut sebagai keramat dan untuk upacara keagamaan. Yewini pada umumnya dikelilingi oleh 10×15 tsyem dan rumah keluarga luas.
Masyarakat suku Asmat mengenal sistem kemasyarakatan yang disebut sebagai Aipem. Pemimin Aipem biasanya mengambil prakarsa untuk menyelenggarakan musyarawarah yang diharapkan untuk membicarakan suatu persoalan, masalah bahkan pekerjaan. Syarat untuk dapat menjadi pemimpin Aipem yaitu harus orang – orang yang pandai berkelahi, kuat,dan juga bijaksana.
Kehidupan suku Asmat dulunya adalah semi nomad, namun sekarang ini sudah ditinggalkan. Mereka tinggal di pegunungan yang saling berjauhan karena adanya perasaan takut diserang oleh musuh. Rumah Bujang merupakan tempat semua kegiatan desa dan upacara adat terpusat.
Dasar organisasi sosial masyarakat suku bangsa Asmat adalah keluarga inti monogami kadang – kadang poligini. Sebagai wujud budaya, suku Asmat mengenal istilah sistem clan. Clan merupakan wujud budaya Asmat yang telah mereka lakukan. Dengan prinsip pernikahan yang mengharuskan orang mencari jodoh diluar lingkungan sosialnya, seperti diluar lingkungan kerabat, golongan sosial, dan lingkungan pemukiman (adat eksogami clan). Garis keturunan ditarik secara patrlineal (garis keturunan pria), dengan adat menetap sesudah menikah yang virilokal. Adat Virilokal adalah yang menentukan bahwa sepasang suami-istri diharuskan menetap di sekitar pusat kediaman kaum kerabat suami. Dalam masyarakat suku Asmat terjadi juga sistem pernikahan poligini yang disebabkan adanya pernikahan levirat. Pernikahan levirat adalah pernikahan antara seorang janda dengan saudara kandung bekas suaminya yang telah meninggal dunia berdasarkan adat istiadat yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Pernikahan seorang anak dalam suku Asmat biasanya diatur oleh kedua orang tua kedua belah pihak tanpa diketahui oleh sang anak. Peminangan biasanya dilakukan oleh pihak kerabat perempuan. Namun, dalam hal pencarian jodoh, mereka juga mengenal kawin lari, yang artinya seorang laki – laki melarikan gadis yang di senanginya. Kawin ini berakhir dengan pertikaian dan pembunuhan. Perkawinan dalam masyarakat Asmat sebanyak lebih dari 25% adalah poligini.
Daftar Pustak
Ibrahim Peyon.2006.Manusia Papua.Jakarta:Gramedia.
Boelaars, Jan.1986.Dahulu, Sekarang, Masa Depan.Jakarta:Gramedia.
Sudarman Dea.1984.Menyingkap Suku Budaya Pedalaman Irian Jaya.Jakarta:Sinar Harapan.
www.google.co.id.wikipediaorg/sukuasmat