Salam Ceria…
Generasi Muda Berprestasi…
Dalam postingan kali ini, Saya akan mempublikasikan tugas Semester 3 dalam mata kuliah “Kajian Etnografi.” Tugas tersebut membahas tentang sejarah kemunculan Teori Sosiologi Klasik. Apakah Kalian sudah pernah mebaca buku tersebut? Kalau belum sebagai penambah wawasan saja, Silahkan lebih lanjut di baca artikel dibawah ini.
Dalam buku ini mengisahkan seorang peneliti yang berasal dari Kanada, Universitas Leithbridge, Alberta, ia bernama Jan Newberry. Beliau datang ke Jawa Tengah, bersama dengan suami dan rekan kerjanya. Awalnya ia berkunjung, mempunyai tujuan untuk meneliti keterkaitan antara masyarakat pertanian dengan negara.
Namun realita yang terjadi, setelah ia tinggal di Jawa Tengah selama 1 tahun, ia malah menghabiskan waktunya dalam meneliti dapur masyarakat Jawa yang berada di perkotaan. Dalam hal ini, masyarakat yang dijadikan bahan penelitian bukanlah sesuatu yang unik, namun patut untuk dijadikan objek kajian dalam karya etnografi. Mereka merupakan sosok masyarakat yang modern, dan dijuluki sebagai isi perut Jawa dan Indonesia. Sebenarnya secara garis besar buku ini, menggambarkan tentang isu gender, yakni lebih menceritakan tentang peran dan keikutsertaan perempuan dalam menjalankan tugasnya yang menurut pandangan masyarakat luas lebih sering bekerja dalam lingkungan domestik (dalam rumah) untuk menyiapkan bahan pangan. Sedangkan laki-laki mewakili rumah tangga sebagai kepala keluarga, sehingga mempunyai tanggung jawab untuk melindungi anggota kelarga lainnya. kemudian, seain bekerja didalam rumah, banyak pula perempuan yang membantu beban suaminya dengan cara bekerja diluar rumah. Pekerjaan yang dilakukan perempuan beragam, yakni dengan berjualan, membuat kue, menjadi pembantu rumah tangga, dan lain sebagainya. Meskipun terdapat perbedaan dan batasan antara pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki atau perempuan.
Selama melakukan penelitian, ia menginap dalam sebuah kontrakan yang dimiliki oleh anak perempuan sulung bapak dan ibu Cipto yang berada di kampung rumah putri, pusat Kota Yogyakarta. Masyarakat sekitar percaya, bahwa terdapat hubungan antara rumah putri dengan keraton, namun pada saat saya membaca buku tersebut, saya belum menemukan alasan keterkaitan diantara keduanya. Awalnya, ia menganggap bahwa rumah yang ia tempati terlihat yang paling menonjol, apabila dibandingkan dengan rumah warga disekitarnya. Namun berselang tiga tahun, setelah ia kembali lagi ke Yogyakarta, rumah yang dulunya ditempati, hingga sekarang ini setelah ia kembali lagi ke Yogyakarta tidak ada yang menenempati, dan rumah warga sekitarnya sekarang ini telah banyak direnovasi. Selama ia tinggal di kampung, membuatnya untuk belajar dalam melihat kampung dari sudut yang berbeda.
Dalam buku ini juga menceritakan tentang mengapa rumah tersebut tidak ada yang menempati, dikarenakan rumah tersebut tidak mempunyai pintu belakang. Padahal dalam masyarakat Jawa, baik pintu depan maupun pintu belakang rumah dalam kampung itu, dianggap penting dalam memelihara ikatan yang membentuk masyarakat. Dengan ketiadaan pintu belakang rumah yang ia tempati selama melakukan penelitian, banyak pelajaran dan pengalaman yang ia ambil. Suatu ketika kedaangan tamu yang sedang berkunjung, sedangkan waktu itu ia sedang kehabiskan gula dan teh. Akhirnya ia meminta tolong kepada Mas Yoto yakni anak dari tetangganya untuk membelikan, karena tidak memiliki pintu belakang mas Yoto lewat pintu depan dengan menyembunyikn teh dan gula tersebut didalam bajunya. Melihat kejadian tersebut, ia menyadari bahwa ketiadaan pintu belakang rumah berarti juga menggambarkan kurangnya rasa sosial terhadap masyarakat. Sehingga, penggunaan pintu depan dan belakang dimaknai oleh masyarakat Jawa sebagai jantung rumah tangga.
Selain itu, ketiadaan pintu belakang rumah yang ditempati, pada saat ia dan suaminya menjadi tuan rumah dalam acara slametan menjadi penghambat, sehingga ia harus meminjam dapur Bu Sae dalam memasak dan menyajikan makanan, namun tempat untuk penerimaan tamu tetap di rumah kontrakan Newberry, sehingga ia tidak bisa mengontrol dalam acara tersebut. Makanan yang disajikan kepada tamu berasal dari rumah Bu Sae, sehingga makanan tersebut datang dari bagian depan rumah, tidak seperti pada masyarakat Jawa biasanya, pada saat mengeluarkan makanan dari bagian belakang rumah, hal ini di sebabkan ketiaadaan pintu belakang tersebut. Kemudian pada saat acara slametan ini, yang berperan aktif dibelakang adalah kaum perempuan, sedangkan laki-laki sebagai tamu yang bertempat di bagian depan rumah. Kemudian biasanya dalam masyarakat jawa pada saat mengadakan acara tertentu, seperti pada saat dilakukan dirumah Bu Sae, yakni dengan membagikan makanan kepada tetangga terdekatnya meskipun tidak terdapat hubungan keluarga sama sekali.
Selain itu dalam karya etnografer ini, ia juga meneliti tentang perkumpulam nasional yang beranggotakan ibu rumah tangga, yang mana forum perkumpulan tersebut bernama PKK (Pembinaan Kesejahteraan Keluarga). Dalam buku tersebut, dikisahkan dua ibu rumah tangga yakni Bu Apik dan Bu Sae yang ikut berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan yang resmi termasuk PKK ini, yang mana melalui nasionalisasi PKK dapat tercipta kategori baru dalam bidang sosial, yakni kaum perempuan dan ibu rumah tangga. Dimana, forum PKK tersebut tidak tumbuh dengan sendirinya atas inisiatif dari warganya, namun juga terdapat dukungan yang diberikan dari kekuatan negara. Kemudian melalui PKK tersebut, negara dapat masuk dalam kehidupan masyarakat dengan cara memberikan pengetahuan kepada ibu rumah tangga, yang kemudian dapat diterapkan dalam rumah tangganya masing-masing. Dengan adanya pengarahan teersebut, diharapkan dapat menambah keharmonisan dalam kehidupan rumah tangga yang mereka bina, khususnya di pedesaan. Dalam kegiatan administrasi PKK, sangat menggambarkan adanya tumpang tindih antara sisi administrasi laki-laki dan sisi administrasi perempuan. Namun, menurut penelitiannya terdapat satu warga yakni Bu Tri yang menolak terhadap kegiatan kemasyarakatan termasuk PKK ini, membuatya sadar akan batas-batas ideologi negara.
Didalam karya etnografer ini, peneliti juga menceritakan tentang pembagian warisan dalam keluarga, yang mana warisan tersebut terlebih dahulu dibagikan kepada anak perempuan baru kepada anak laki-laki. Kemudian diselipkan pula tentang tradisi pernikahan pada masyarakat Jawa, yang mana selalu dilaksanakan di rumah kediaman dari pihak calon pengantin perempuan. Berhubungan dengan perkawinan orang Jawa, yang dilaksanakan dirumah pihak perempuan makna menggambarkan, bahwa rumah mempunyai makna bukan hanya sebagai tempat perayaan, tetapi juga sebagai tempat berkumpulya sanak saudara dan tetangga sekitarnya.
Buku karya etnografer ini, berusaha untuk mengorek lebih jelas dalam menggambarkan tentang pemistikan pentingnya pintu belakang dalam rumah masyarakat jawa dan juga mampu menceritakan masyarakat kampung beserta kehidupan dalam keluarganya. Menurut saya, dalam karya etnografer ini terdapat kelemahan yakni dalam penyajian isi yang sering mengalami pengulangan. Misalnya, mengenai pembahasan PKK yang seharusnya diletakkan pada bab tersendiri supaya lebih terperinci dan jelas, tidak seperti pada buku ini, yang mana mengenai pembahasan PKK menyebar ke subab lainnya. kemudian mengenai peristiwa pertenggakaran dalam memperebutkan kompor oleh pak Cipto dan bu Tri sudah dibahas dalam subab awal, namun masih dibahas lagi pada subab selanjutnya. Sehingga menurut saya, isi dari karya etnografer tersebut pada bagian tertentu kurang efektif dan efisien.
Saya yakin dalam melakukan pengamatan ini, banyak mengalami kendala. Sumber dari masalah tersebut salah satunya adalah perbedaan bahasa yang digunakan sehingga peneliti terlebih dahulu belajar tentang bahasa jawa yang digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi dengan yang lainnya. Kendala yang lainnya, seperti yang dirasakan oleh peneliti berupa ketakutan dan kegundahan dalam meneliti dapur masyarakat jawa karna, ia harus berperan sebagai ibu rumah tangga dan berusaha untuk melakukan pekerjaan sebagai mana semestinya yang dilakuakn pada ibu rumah tangga jawa. Meskipun pada awalnya, peneliti banyak mendapatkan gunjingan dari tetangganya karena ia melakukan kesalahan dalam melkukan sesuatu untuk menyamakan kedudukannya dengan ibu rumah tangga lainnya. Namun, eneliti tidak patah semangat dana terus berusaha, sehingga seiring dengan berjalannya waktu ia mulai diterima oleh tetangganya.