PEMANFAATAN LEMBAR KERJA MAHASISWA UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN MAHASISWA: STUDI PENERAPAN LESSON STUDY PADA MATA KULIAH BUKU TEKS PELAJARAN BAHASA INDONESIA

Abstract

This study emphasizes that choice and use of an appropriate teaching material may support the students’ participation during the lecturing process. Students’ worksheet as one of printed teaching material is considered to be able to enhance students’ participation. Specifically, this study presents: (1) the forms and characteristics of students’ worksheet that may support students’ participation; (2) the increase of students’ participation in learning through the students’ worksheet implementation. This study belongs to descriptive study towards the results of controlled observation, while treatments applied during the lesson study comprise four cycle of stages with the implementation of plan, do, and see stages in each cycle. Data in this study is obtained from study document and observation during the lecture of Bahasa Indonesia Text Book Course in 2016. Results show several empirical discoveries. First, the students’ worksheet has a special format that is relevant with the substance of material as well as supported by its appropriate use. Second, statistically, the use of students’ worksheet can enhance students’ participation up to 71%, 79%, 86%, and 89% from cycle I to IV, respectively.

Keywords: text book, participation, lesson study, worksheet, learning

 

Artikel ini telah dimuat di E-Jurnal UPI : klik di sini

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Pengertian Wacana dari Berbagai Ahli

Kridalaksana (2009: 259)

Wacana adalah satuan bahasa terlengkap, dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (novel, buku seri, ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa amanat lengkap.

Wacana dipandang sebagai satuan bahasa terlengkap, bentuknya bisa berupa karangan utuh, paragraf, kalimat, frase, bahkan kata yang membawa amanat lengkap. Kridalaksana sudah memberikan batasan wacana  dari satuan bahasa, pokok bahasan, tapi pada definisi tersebut, Kridalaksana tak menambahkan konsep konteks.

Wahab (1991:128) wacana adalah organisasi bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa.

Wacana dipandang sebagai satuan bahasa yang lebih luas dari kalimat atau klausa. Padahal wacana belum tentu berwujud rangkaian kalimat. Wacana dapat berupa satuan bahasa bermakna yang memiliki konteks dan menyampaikan gagasan.

Crystal (1985), wacana berarti rangkaian sinambung kalimat yang lebih luas daripada kalimat.

Wacana tidak berupa satuan bahasa yang lebih luas dari kalimat karena wacana terdiri atas satuan bahasa bermakna yang memiliki konteks dan menyampaikan gagasan. Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Bahasa Ibu Vs Bahasa Sang Ibu

Banyak orang salah kaprah dalam menggunakan konsep tentang bahasa ibu, malah boleh dikatakan bahwa di antara kalangan mahasiswa sendiri konsep tentang bahasa ibu sering dicampuradukan dengan konsep tentang bahasa sang ibu. Berbicara tentang bahasa ibu sebetulnya  mengandung pengertian bahwa bahasa itu pertama-tama digunakan anak dalam komunikasi setiap hari entah itu di rumah maupun dalam lingkungan pergaulannya. Pemerolehan bahasa tidak serta merta membuat anak menguasai bahasa. Setiap bahasa yang diajarkan kepada anak menjadi sangat kuat salah satunya, dipengaruhi juga oleh lingkungan di sekitar yang memaksa sang anak untuk menggunakan bahasa tersebut. Oleh karena itu bahasa ibu tidak harus sama disebut sebagai bahasa sang ibu. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai anak dalam penggunaannya sehari-hari di dalam lingkungannya untuk menyampaikan pikiran, perasaan dan segala kebutuhannya. Berbeda dengan bahasa sang ibu, ia adalah bahasa yang sering digunakan ibu dalam komunikasi dengan anak tersebut, seperti meninabobokannya, memanjakannya, dan menyuapinya makan.  Bahasa sang ibu mempunyai ciri-ciri khusus : (a) kalimatnya umumnya pendek-pendek, (b) nada suaranya biasanya tinggi, (c) intonasinya agak berlebihan, (d) laju ujaran agak lambat, (e) banyak redunsi (pengulangan), dan (f) banyak memakai kata sapaan. Namun ciri-ciri tersebut semakin berkurang sesuai dengan perkembangan anak.

Terhadap konsep yang sudah dipaparkan di atas, simpulan yang didapat bahwa bahasa ibu tidak otomatis adalah bahasa daerah. Dalam konteks Indonesia, yang memilih bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa nasional, bahasa indonesia bisa saja menjadi bahasa ibu atau bahasa pertama (B1). Ada pernyataan yang juga salah tentang konsep bahasa pertama dan kedua. Mereka menyebut bahasa daerah sama dengan bahasa pertama dan bahasa indonesia adalah bahasa kedua. Hal ini tentu saja tidak benar, sebab ada kejadian anak yang dilahirkan dari orang tua yang berasal dari daerah yang berbeda lantas hidup di kota yang terdiri dari  orang-orang yang memiliki latar belakang daerah yang sangat heterogen? Kembali kepada konsep yang  dibangun, bahwa bahasa ibu adalah bahasa pertama yang digunakan anak dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan keluarga dan lingkungan bermainnya, maka sudah sangat pasti bahwa bahasa indonesia adalah bahasa pertama atau bahasa ibu sang anak. Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Spektogram

Menurut Dardjowidjojo (2005: 30), dari segi ilmu pengetahuan, kajian dan penyelidikan mengenai bagaimana manusia mempersepsi ujaran dapat dikatakan masih baru. Perkembangan penyelidikan dalam bidang ini dimulai dengan adanya kemajuan dalam bidang teknologi, terutama dengan terciptanya alat telepon. Dari tahun 1936-39 Dudly yang bekerja di Bell Telephone Laboratory, Amerika, memperbaiki mesin yang dinamakan vocoder. Pada mulanya, kegunaan mesin ini adalah untuk menyampaikan sinyal melalui kabel telepon jarak jauh. Akan tetapi, kualitasnya sebagai alat komunikasi tidak cukup baik.

Pada tahun 1940-an perusahaan telepon ini memperkenalkan spektograf, yaitu alat untuk merekam suara dalam bentuk garis-garis tebal-tipis dan panjang-pendek yang dinamakan spektogram. Penggunaannya masih sangat terbatas pada kebutuhan militer dan komersial. Kualitas bunyinya semakin lama semakin baik dan peralatan untuk kajian bunyi juga menjadi semakin canggih. Kini teknologi sudah dapat mengetahui dengan tepat siapa pembicara dalam sesuatu rekaman.

Pada perkembangannya saat ini spektogram sangat efektif dipakai untuk belajar bahasa asing. Spektogram digunakan oleh para pembelajar bahasa asing yang ingin mengatakan tuturan sesuai dengan penutur asli. Para pembelajar bahasa asing bisa mengetahui nada, intonasi, dan penekatan sebuah ucapan penutur asli berdasarkan tebal tipis dan panjang pendeknya garis yang terdapat pada spektograf.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2005. Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Pengertian Pragmatik dari Para Ahli

  1. Crystal (1987: 120) menyatakan pragmatics studies the factors that govern our choice of language in social interaction and the effect of our choice on others. In theory, we can say anything we like. In practice, we follow a large number of social rules (most of them unconsciously) that constrain the way we speak. Pragmatik mengkaji faktor-faktor yang mendorong pilihan bahasa dalam interaksi sosial dan pengaruh pilihan tersebut pada mitra tutur. Di dalam teori, kita dapat mengatakan sesuatu sesuka kita. Di dalam praktik, kita harus mengikuti sejumlah aturan sosial (sebagian besarnya tidak disadari) yang harus kita ikuti.
  2. Levinson (1983: 7) memberikan definisi pragmatik sebagai the study of language from a functional perspective, that is, that it attempts to explain facets of linguistic structure by reference to non-linguistic pressures and causes. Pragmatik adalah kajian bahasa dari perspektif fungsional, maksudnya, pragmatik berusaha menjelaskan aspek-aspek struktur linguistik dengan mengacu pada pengaruh-pengaruh dan gejala-gejala non-linguistik.
  3. Subroto (1999: 1) menjelaskan bahwa pragmatik adalah semantik maksud. Dalam banyak hal pragmatik sejajar dengan semantik, karena keduanya mengkaji makna. Perbedaannya adalah pragmatik mengkaji makna satuan lingual secara eksternal sedangkan semantik mengkaji makna satuan lingual secara internal.
  4. Wijana (1996: 2) mengatakan bahwa semantik dan pragmatik adalah cabang-cabang ilmu bahasa yang menelaah makna-makna satuan lingual, hanya saja semantik mempelajari makna secara internal, sedangkan pragmatik mempelajari makna secara eksternal.
  5. Menurut Leech (1993: 1), pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang semakin dikenal pada masa sekarang ini, walaupun pada kira-kira dua dasa warsa yang silam, ilmu ini jarang atau hampir tidak pernah disebut oleh para ahli bahasa. Hal ini dilandasi oleh semakin sadarnya para linguis, bahwa upaya untuk menguak hakikat bahasa tidak akan membawa hasil yang diharapkan tanpa didasari pemahaman terhadap pragmatik, yakni bagaimana bahasa itu digunakan dalam komunikasi. Leech (1993: 8) juga mengartikan pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar (speech situasions).
  6. Pragmatik sebagaimana yang telah diperbincangkan di Indonesia dewasa ini, paling tidak dapat diedakan atas dua hal, yaitu (1) pragmatik sebagai sesuatu yang diajarkan, (2) pragmatik sebagai suatu yang mewarnai tindakan mengajar. Bagian pertama masih dibagi lagi atas dua hal, yaitu (a) pragmatik sebagai bidang kajian linguistik, dan (b) pragmatik sebagai salah satu segi di dalam bahasa atau disebut ‘fungsi komunikatif’ (Purwo, 1990:2).

Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Pengertian dan Macam-Macam Klausa

  1. Pengertian Klausa

Klausa adalah satuan gramatikal yang memiliki tataran di atas frasa dan di bawah kalimat, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnyaterdiri atas subjek dan predikat, dan berpotensi untuk menjadi kalimat (Kiridalaksana, 1993:110). Dikatakan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat karena meskipun bukan kalimat, dalam banyak hal klausa tidak berbeda dengan kalimat, kecuali dalam hal belum adanya intonasi akhir atau tanda baca yang menjadi ciri kalimat.

Dalam konstruksinya yang terdiri atas S dan P klausa dapat disertai dengan O, Pel, dan Ket, ataupun tidak. Dalam hal ini, unsur inti klausa adalah S dan P. tetapi, dalam praktiknya unsur S sering dihilangkan. Misalnya dalam kalimat majemuk (atau lebih tepatnya kalimat plural) dan dalam kalimat yang merupakan jawaban. (Ramlan 1987:89). Misalnya :

 

  • Bersama dengan istrinya, Bapak Soleh datang membawa oleh-oleh.

Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Jenis-Jenis Kalimat

Jenis kalimat dapat ditinjau dari sudut sudut (a) jumlah klausanya, (b) bentuk sintaksisnya, (c) kelengkapan unsurnya, dan (d) susunan subjek dan predikatnya. Berdasarkan jumlah klausanya, kalimat dapat dibagi atas kalimat tunggal dan kalimat majemuk. Kalimat tunggal dapat dibeda-bedakan lagi berdasarkan kategori predikatnya menjadi (1) kalimat berpredikat verbal, (2) kalimat berpredikat adjektival, (3)  kalimat berpredikat nominal (termasuk pronominal), (4) kalimat berpredikat numeral, dan (5) kalimat berpredikat frasa preposisional. Kalimat verbal dapat dikelompokkan, berdasarkan kemungkinan kehadiran nomina atau frasa nominal objeknya, atas (i) kalimat taktransitif, (ii) kalimat ekatransitif, dan (iii) kalimat dwitransitif. Kalimat majemuk juga dapat dubagi lagi atas (1) kalimat majemuk setara dan (b) kalimat majemuk bertingkat.

Berdasarkan bentuk kategori sintaksisnya, kalimat lazim dibagi atas (1) kalimat deklaratif atau kalimat berita, (2) kalimat imperative atau kalimat perintah, (3) kalimat interogatif atau kalimat tanya, atau kalimat eksklamatif atau kalimat seruan. Penggolongan kalimat berdasarkan bentuk sintaksisnya itu tidak terkait dengan fungsi pragmatis atau nilai komunikatifnya yakni fungsi pemakaian bahasa yang bertujuan untuk komunikasi. Kalimat interogatif, misalnya, memang lazim digunakan untuk meminta informasi  atau untuk bertanya, tetapi dalam konteks wacana tertentu dapat bermakna permintaan.

Dilihat dari segi kelengkapan unsurnya, kalimat dapat dibedakan atas (1) kalimat lengkap atau kalimat major dan (2) kalimat tak lengkap atau kalimat minor. Dari segi susunan subjek dan predikat, kalimat dapat dibedakan atas (1) kalimat biasa dan (2) kalimat inversi. Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Pengertian dan Jenis Frasa

Pengertian Frasa

Frasa adalah satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1994:22). Menurut Ramlan (1987:151) frasa adalah satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas unsur klausa. Adapun Verhaar (1999:292) mendefinisikan frasa sebagai kelompok kata yang merupakan bagian fungsional dari tuturan yang lebih panjang. Sementara itu, menurut Koentjoro (dalam Baehaqie, 2008: 14), frasa adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih dari dua kata yang tidak berciri klausa dan pada umumnya menjadi pembentuk klausa. Contohnya adalah frasa-frasa dalam kalimat (1) Saya sedang menulis artikel kebahasaan. Dalam kalimat (1) terdapat dua frasa yakni sedang menulis dan artikel kebahasaan.

 

Jenis Frasa

Frasa dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria brikut: (1) ada tidaknya konstituen inti, (2) kompleksitas konstituen penyusunnya, dan (3) maknanya. Berdasarkan ada tidaknya konstitun ini, frasa dibedakan atas frasa endosentris dan frasa eksosentris. Berdasarkan kompleksitas konstituen penyusunnya, frasa dibagi menjadi dua yaitu frasa dasar dan frasa turunan. Sementara itu, dilihat dari segi maknanya, frasa dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu frasa lugas dan frasa idiomatis.

  1. Frasa Endosentris

Frasa endosentris adalah frasa yang memiliki konstituen inti. Berdasarkan kesetaraan dan hubungan antarkonstituen intinya frasa endosentris dibedakan menjadi tiga, yaitu frasa endosentris atributif, frasa endosentris koordinatif, dan frasa endosentris yang apostif (Chaer, 1994:225-229).

Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Tugas MK Menulis Karya Ilmiah : Bagian Pendahuluan Skripsi

KOMPETENSI DASAR

Mampu menjelaskan dan mempraktikkan teknik penulisan bagian pendahuluan skripsi.

INDIKATOR

Mampu menyebutkan dan menjelaskan isi bagian-bagian yang termasuk dalam pendahuluan skripsi dan mempraktikkan teknik penulisannya.

Materi

Latar Belakang Masalah

Yang diuraikan di bagian ini adalah ketemalaran/alasan mengapa topik yang dinyatakan pada judul karya tulis itu diteliti. Untuk menerangkan ketemalaran tersebut, perlu dijelaskan lebih dulu pengertian topik yang diteliti. Baru kemudian diterangkan argumen yang melatarbelakangi pemilihan topik itu dilihat dan posisi substansi topik-topik itu dalam keseluruhan sistem yang melingkupi substansi topik itu. Untuk inilah aspek-aspek topik/judul diterangkan lebih dulu dan diterangkan kaitannya dalam sistem. Dan kait-mengait aspek-aspek topik itu akan tampak adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan atau antara teori dan praktek sehingga ada ketemalaran topik itu dipilih untuk diteliti.

Uraian tentang aspek-aspek itu nantinya akan menjadi bahan penyusunan identifikasi masalah, yaitu proses perumusan identitas masalah yang diteliti. Identifikasi masalah ini bisa ditulis menyatu dengan uraian tentang latar belakang masalah, bisa juga ditaruh di bawah judul tersendiri (Identifikasi Masalah). Yang penting identifikasi masalah itu ada di pendahuluan agar timbulnya masalah tidak tiba-tiba, tetapi melalui hubungan logis antara aspek-aspek topik. Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment

Pengertian dan Medan Telaah Sintaksis

  1. Pengertian Sintaksis

Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda Syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax.

Menurut Harimurti Kridalaksana sintaksis adalah (1) pengaturan dan hubungan antara kata dengan kata, atau dengan satuan-satuan yang lebih besar, atau antara satuan-satuan yang lebih besar itu dalam bahasa, (2) subsistem bahasa yang mencakup hal tersebut (sering dianggap bagaian dari gramatika; bagian lain ialah morfologi), (3) cabang linguistik yang mempelajari hal tersebut (2001: 199).

Sintaksis ialah bagian atau cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase berbeda dengan morfologi yang membicarakan seluk-beluk kata dan morfem (Ramlan, 1987: 21).

Sedangkan sesuai dengan asal-usul kata sintaksis yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun ’dengan’ dan kata tattein ’menempatkan’. Sehingga secara etimologi sintaksis berarti menempatkan bersama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat (Chaer, 2007: 206).

Menurut Verhaar (2001: 161)  sintaksis adalah tata bahasa yang membahas hubungan antar-kata dalam tuturan.

Sintaksis adalah studi penghimpunan dan tautan timbal balik antara kata-kata, frasa-frasa, klausa-klausa dalam kalimat (Chaedar Alwasilah, 1983: 105).

 

  1. Medan Telaah Sintaksis

Medan telaah sintaksis meliputi :

  1. pengertian sintaksis
  2. alat sintaktis
  3. proses pembentukan satuan sintaksis
  4. unsur-unsur pembentuk satuan sintaksis
  5. fungsi sintaksis
  6. kategori satuan sintaksis
  7. peran semantik (pengalam, penerima, pelaku)
  8. hubungan antarunsur pembentuk satuan sintaksis
  9. vocal yang terdiri atas dua taksonomi yakni endovoice dan eksovoice

Continue reading

Posted in Uncategorized | Tagged , | Leave a comment