Perawan dan perjaka di beberapa Negara di bagian timur merupakan hal yang dianggap sakral dan mempunyai penghargaan tersendiri, terlihat pada pesta perkawinan masyarakat yang hendak menikahkan anak gadisnya (entah masih perawan atau tidak) mempunyai peraturan adat tersendiri untuk mas kawain ataupun barang-barang yang harus dibawa oleh pengantin pria kepada keluarga pengantin wanita. . Bahkan di salah satu daerah di Indonesia terdapat aturan besaran mas kawin yang sesuai dengan tingkat pendidikan anak gadis mereka. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang telah ditempuh, maka semakin besar pula mas kawin yang harus dipenuhi
Hal tersebut berbanding terbalik dengan Negara-negara lain di luar Indonesia. Baik di dataran Amerika ataupun Eropa, bahkan di wilayah Asia sendiri yaitu Korea Selatan. Dilansir pada suatu Surat Kabar, sebagai berikut:
Dilansir dari Channel NewsAsia, tujuh dari sembilan hakim mahkamah konstitusi Korsel menyatakan bahwa hukum anti perzinaan tahun 1953 untuk melindungi nilai-nilai tradisional keluarga itu tidak sesuai dengan konstitusional .
“Jika perzinahan harus dikecam karena dianggap tidak bermoral, harusnya negara tidak boleh mencampuri kehidupan pribadi seseorang,” ujar Hakim Park Han-Chul
Perbedaan aturan pada kedua Negara tersebut, yaitu Indonesia dan Korea Selatan menandakan adanya perbedaan pandangan pada pemaknaan keperawanan dan keperjakaan sebelum menikah. Kedua struktur yang berbeda tersebut tentu saja memiliki landasan yang berbeda berkaitan dengan perbedaan mayoritas agama yang dianut kedua Negara yang sedikit banyak mempengaruhi pandangan dan ketetapan aturan Negara.
Struktur yang berdiri di Indonesia yang mengatur akan larangan perzinahan terbukti ketika hendak memasuki bulan ramadhan, secara berkala petugas keamanan yang berwenang melakukan sidak ke sejumlah tempat hiburan di area perkotaan, baik tempat karaoke maupun warung internet bahkan kamar kos yang seringkali dijumpai pasangan muda-mudi melakukan hubungan terlarang di luar pernikahan. Meskipun tidak dimasukan ke sel tahanan dan biasanya dikembalikan ke orang tua untuk dibina keluarga, namun adanya kegiatan tersebut menandakan adanya kepedulian atau adanya makna perawan dan perjaka yang penting di mata masyarakat dan di mata hukum Indonesia, sehingga Free sex pun menjadi sesuatu yang aneh di telinga masyarkat. Pandangan akan sucinya makan perawan berimplikasi pada pernyataan “seolah-olah semua masyarakat Indonesia tidak melakukan hubungan suami isteri di luar pernikahan”. Karena pada kenyataannya bagaikan api di dalam sekam kenyataannya banyak masyarakat Indonesia sendiri yang justru melakukan free sex sebelum menikah.
Anomi terjadi “bila ada pemisahan tajam antara norma-norma dan tujuan-tujuan budaya dan kemampuan para anggota kelompok terstruktur secara sosial untuk bertindak selaras dengannya “ (Merton,1968: 216 dalam Ritzer,2012: 436). Fakta tersebut menimbulkan adanya anomi di dalam struktur yang terdapat di dalam kehidupan bermasyarakat. Karena posisinya di dalam struktur sosial masyarakat, orang-orang tertentu tidak mampu bertindak selaras dengan nilai-nilai normatif (Ritzer,2012: 436). Anomi terjadi ketika masyarakat melarang free sex sementara banyak masyarakat sendiri yang melakukannya. Struktur yang berjalan di masyarakat berupa makna sakral perawan dan perjaka justru banyak masyarakat yang menodainya sendiri menandakan adanya anomi di dalam struktur yang berdiri di dalam masyarakat.
Anomipun nampaknya juga terjadi pada fenomena yang lain. Yaitu ketika di dalam masyarakat anomi dikatakan ada, dan akibatnya, ada suatu tendensi ke arah perilaku menyimpang (Ritzer,2012: 436). Sebagai contoh di dalam masyarakat Indonesia makna perawan seringkali lebih sering disinggung daripada laki-laki. Hal ini bukanlah tanpa bukti, karena jika kita sering menjumpai dalam kehidupan sehari-hari seringkali anak perempuan lebih tidak diizinkan untuk pulang larut malam atau menginap di rumah teman dan sebagainya, sedangkan untuk anak laki-laki kerap kali lebih diberikan kelonggaran dan kebebasan untuk berkeliaran di malam hari ini dapat dilihat seperti terstruktur di masyarakat dan lazim adanya. Seringkali orang tua menghawatirkan anak perempuannya menjadi korban kejahatan, penculikan bahkan kekerasan seksual jika pergi larut malam. Namun, tidakkah masyarakat sadar bahwa adanya risiko mendapat perlakuan kasar untuk wanita di malam hari seperti tindak pemerkosaan terjadi karena ada anak laki-laki yang diibiarkan berkeliaran di malam hari oleh orang tua mereka. Sehingga kebebasan yang diberikan kepada kaum pria nyatanya dapat menimbulkan kecenderungan ke arah perilaku menyimpang.
DAFTAR PUSTAKA
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Dari Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/lt50c9f71e463aa/node/lt4a0a533e31979/hukum-perkawinan-sesama-jenis-di-indonesia
https://pekanbaru.tribunnews.com/2015/02/26/pengadilan-korea-selatan-putuskan-berzina-legal
Place your comment