Tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk, seperti syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyanyian. Macam-macam tradisi lisan yang terdapat dalam masyarakat, antara lain cerita tentang terjadinya suatu tempat yang berbentuk syair bebas dan ditampilkan hal-hal yang tidak benar-benar terjadi, cerita rakyat mengenai seorang tokoh di suatu daerah, serta cerita rakyat tentang misteri/kegaiban di suatu tempat, misalnya makam, goa, dan sebagainya.
Berbicara mengenai tradisi lisan, sangat berkaitan dengan topik pembahasan folklor lisan. Menurut Alan Dundles dalam Danandjaja (2002:1), Folklor bersal dari kata folk dan lore. Folk adalah sekelompok orang yang memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok-kelompok lain. Sedangkan Lore adalah sebagian kebudayaannya yang diwariskan secara turun-temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak issyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device).
Lebih lanjut mengenai folklor salah satunya adalah folklore lisan, dikarenakan folklore lisan juga dapat dikatakan sebagai budaya lisan. Folklore lisan merupakan folklore yang bentuknya memang murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) yang termasuk ke dalam kelompok besar ini, antara lain:
- Bahasa rakyat (folk speech), seperti logat, julukan, pangkat tradisional dan titel kebangsaan
- Ungkapan tradisional, seperti peribahasa, pepatah dan pemeo
- Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki
- Puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair
- Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda dan dongeng
- Nyanyian rakyat
Dalam bahasa Jawa terdapat beberapa dialek dan tradisi lisan, misalnya banyumasan, Solo-Yogyakarta, dan jawa tiimuran. Contoh dialek Banyumasan yaitu Inyong artinya saya, ngapak-ngapak? artinya ada apa, danentong artinya habis. Contoh dialek Solo-Yogyakarta yaitu aku artinya saya, bocah-bocah artinya anak-anak, entek artinya habis, dan ana apa artinya ada apa.Contoh dialek jawa timuran yaitu arek-arek artinya anak-anak,yok opo? artinya ada apa, mari artinya selesai, dan kon artinya kamu.
Dengan adanya perbedaan berbagai budaya, dialek dan tradisi lisan, maka masyarakat Indonesia hendaknya menghormati budaya, dialek, dan tradisi lisan dari daerah lain. Pun begitu ketika tidak mengetahui maksud ataupun arti dari si penutur, hendaknya sebagai masyrakat yang sedang menuju multikultural tidak menertawai apalagi mengejek si penutur. Bermacam-macam bahasa dialek dan tradisi lisan itu menunjukkan kekayaan budaya daerah di Indonesia. Adanya beberapa perbedaan yang dapat disatukan dan saling melengkapi akan menampilkan keindahan yang bisa dikagumi oleh bangsa lain. Banyak wisatawan mancanegara yang kagum terhadap begitu banyaknya kebudayaan daerah di Indonesia. Bahkan tidak sedikit yang mempelajari budaya daerah di Indonesia. Misalnya: kursus bahasa Jawa, kursus gamelan (memainkan alat musik tradisional Jawa), dan kursus tari Bali.
Adanya perbedaan dalam budaya, bahasa dialek, dan tradisi lisan hendaknya memunculkan Indonesia menuju masyarakat multikultural dan masyarakat yang memiliki sikap toleransi serta menuju integrasi nasional. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Didalam multikulturalisme masyarakat diminta untuk melihat dan menyikapi perbedaan, multikulturalisme juga mengajak masyarakat untuk melihat keragaman budaya dalam kacamata kesederajatan maksudnya tidak ada budaya yang lebih tinggi daripada budaya lain. Didalam multikulturalisme juga tidak boleh ada diskriminasi terhadap suatu komunitas suku bangsa tertentu karena hal itu akan menjadi benih perpecahan dan konflik. Semua suku bangsa harus diperlakukan sama dan dilibatkan dalam berbagai aspek kebangsaan baik sosial, politik, hukum, maupun pertahanan dan keamanan. Hanya dengan cara demikian seluruh potensi suku bangsa akan bahu-membahu membangun perdapan bangsanya yang lebih baik.
Sikap toleransi berarti sikap yang rela menerima dan menghargai perbedaan dengan orang atau kelompok lain. Cara pikir seperti ini akan membawa kita pada sikap dan tindakan untuk tidak memperuncing perbedaan, tetapi mencari nilai-nilai universal yang dapat mempersatukan. Dengan demikian makan, akan terbentuk Integrasi Nasional yang telah didam-idamkan oleh bangsa Indonesia.
Sumber:
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia Ilmu gosip, dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PustakaUtama Grafiti.
Koentjaraningrat. 1983. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Sutardi, Tedi. 2007. Atropologi: Mengungkap Keragaman Budaya (untuk kelas XI SMA/MA). Bandung: PT. Setia Purna Inves
https://blog.unnes.ac.id/ahmadheri/ diunduh pada 24 Desember 2015
Place your comment