- Perubahan sosial
Perubahan sosial merupakan proses wajar dan akan berlangsung secara terus menerus. Perubahan sosial tidak selalu mengarah ke perubahan yang positif saja terkadang juga negatif. Oleh karena itu persoalan ini menjadi penting dibicarakan. Membicarakan perubahan sosial tidak dapat dipisahkan dengan membicarakan perubahan budaya. Perubahan sosial (social change) dan perubahan budaya (cultural change) hanya dapat dipisahkan untuk keperluan teori sedang dalam kehidupan nyata keduanya tidak dapat dipisahkan.
Kebudayaan dihasilkan oleh masyarakat dan tidak ada masyarakat yang tidak berbudaya. Dengan kata lain budaya ada karena adanya masyarakat dan dalam masyarakat pasti berbudaya. Perbedaan pengertian antara perubahan sosial dengan perubahan budaya terletak pada pengertian masyarakat dan budaya yang diberikan. Perubahan budaya lebih menekankan pada perubahan sisitem nilai sedang perubahan sosial pada sisitem pelembagaan yang mengatur tingkah laku anggota masyarakat.
Ruang lingkup perubahan sosial meliputi bidang yang sangat luas. Seperti dikemukakan oleh Selo Soemarjan (1992: 332) bahwa perubahan sosial adalah: “segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosialnya dan perilaku diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat”. Perubahan sosial bisa pula hanya meliputi bidang tertentu saja dan terbatas pula kedalamannya. Ada pula perubahan sosial pada bidang tertentu tetapi dapat berlaku pada tingkat yang lebih luas, misalnya timbulnya kesadaran terhadap pelestarian lingkungan dalam pembangunan.
Luasnya lingkup perubahan sosial memerlukan adanya pembatasan pada saat membicarakan pada suatu masyarakat, sehingga analisanya menjadi jelas dan tidak kabur dan memudahkan pemahaman pada tingkat mana perubahan sosial itu terjadi (Handoyo, 2007: 69-70).
Berkaitan dengan perubahan sosial, Parsons menjelaskan adanya teori evolusioner.
Teori evolusioner. Orientasi umum Parsons (1966) kepada studi perubahan sosial dibentuk oleh biologi. Untuk membahas proses tersebut, parsons mengembangkan apa yang dia sebut “ suatu paradigma perubahan evolusioner”.
Komponen pertama paradigm itu adalah proses diferensiasi. Parsons berasumsi bahwa setiap masyarakat terdiri dari serangkaian subsistem yang berbeda baik di dalam hal struktur maupun signifikansi fungsional-nya bagi masyarakat yang lebih besar. Ketika masyarakat berkembang perlahan-lahan, subsistem-subsistem baru dideferensiasi. Akan tetapi hal itu tidak cukup; mereka juga harus lebih adaptif dibanding subsistem-subsistem terdahulu. Oleh karena itu aspek esensial paradigm evolusioner Parsons ialah ide mutu adaptif.
Hal itu adalah suatu model perubahan sosial yang sangat positif. Model tersebut mengandaikan bahwa sewaktu berevolusi, secara umum masyarakat semakin mampu mengatasi masalah-masalahnya dengan baik. Selanjutnya, Parsons berargumen bahwa proses diferensiasi menyebabkan sekumpulan baru masalah integrasi untuk masyarakat. Sewaktu subsistem-subsistem berkembang baik, masyarakat menghadapi masalah-masalah baru dalam mengoordinasi pelaksanaan unit-unit tersebut. Suatu masyarakat yang sedang berevolusi harus bergeser dari suatu sistem status sosial berdasarkan kelahiran menuju status sosial berdasarkan prestasi. Diperlukan sederet keahlian untuk menangani susbsistem-susbsistem yang lebih menyebar. Akhirnya, sistem nilai masyarakat sebagai secara keseluruhan harus mengalami perubahan ketika struktur-struktur dan fungsi-fungsi sosial semakin terdiferensiasi (Ritzer,2012: 423-424).
Sumber:
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Handoyo, Eko.2007.Studi Mayarakat Indonesia. Semarang: Unnes.
Place your comment