Angpao (Hanzi, hanyu pinyin: hong bao) adalah amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek. Angpao telah dikenal pada saat perayaan imlek, namun sebenarnya tradisi memberikan angpao tidak hanya pada saat imlek melainkan pada saat perayaan ataupun peringatan lain. Misalnya perayaan pernikahan, rumah baru bahkan kematian. Namun, ada sedikit yang membedakan yaitu jumlah nominal yang diberikan berbeda pada saat perayaan suka cita dan duka cita. Pada saat perayaan yang bersifat suka cita angpao yang diberikan akan bernominal genap, sedangkan jika ketika kematian, angpao yang diberikan akan bernominal ganjil.
Angpao pada masyarakat etnis Tionghoa umumnya mempunyai persyaratan khusus mengenai siapa yang harus memberikan, dan siapa yang harus menerima. Seseorang yang berhak memberikan angpao kepada anggota keluarga lain adalah yang sudah menikah, karena pernikahan bagi mereka adalah batas manusia menuju jenjang baru dan dianggap sebagai seseorang yang telah memiliki kematangan dan kemapanan secara ekonomi, sehingga dianggap mampu untuk membagikan angpao kepada yang belum menikah. Dari adanya klasifikasi tersebut, Nampak adanya suatu pembeda atau garis yang memisahkan antara yang sudah menikah dan yang belum. Dapat digambarkan dengan skema berikut:
Sudah menikah (dianggap mapan)
Memberikan angpao
Yang belum menikah (dianggap belum mapan)
Kedua posisi tersebut memperlihatkan suatu lapisan sosial yang tidak terlihat, meskipun pada paper ini menggunakan analisis teori Radclife Brown bahwa struktur itu nampak, namun di dalamnya terdapat bagian yang tidak Nampak bahwa pemberian angpao menimbulkan pemisahan posisi seseorang pada masyarakat secara kasat mata, seperti apa yang dijelaskan oleh Levi Strauss yang mengatakan bahwa sebuah struktur bukanlah realitas yang langsung bisa terlihat (Ritzer, 2012 :1035). Sehingga dapat dikatakan struktur sosial tradisi memberikan angpao mengakibatkan adanya bias di masyarakat etnis Tionghoa.
Tradisi pecingan di Kabupaten Tegal merupakan tradisi yang biasanya dilaksanakan ketika Hari Raya maupun hari besar lainnya. Terjadi ketika seseorang yang lebih dewasa memberikan sejumlah uang untuk yang lebih muda. Bahkan tradisi pecingan tidak hanya diperuntukan untuk yang muda saja, karena terkadang yang lebih muda pun dapat mecingi (memberi uang) kepada yang dewasa. Karena tidak seperti pada tradisi angpao, tradisi ini berjalan berdasarkan kemapanan secara ekonomi dilihat dari sudah bekerja atau belum, bukan berdasarkan status perkawinan. Karena bisa saja seseorang yang belum menikah, namun sudah bekerja mecingi yang belum bekerja. Waktu yang digunakan untuk mecingi pun terkadang tidak terbatas hanya saat hari raya, bisa saja ketika baru saja pulang dari merantau dsb. Dan tradisi pecingan dapat digambarkan dengan skema:
Sudah bekerja (sudah dianggap mapan)
Mecingi (memberikan uang)
Belum bekerja (belum mapan)
Sama halnya dengan tradisi angpao, tradisi pecingan pun disadari maupun tidak telah memisah masyarakat menjadi dua kelas yang berbeda yaitu kelas yang sudah bekerja dan yang belum bekerja.
SIMPULAN
Menggunakan pendapat Brown tentang Antropologi Sosial yang menggeneralisasikan berbagai macam warna-warni budaya di dunia nampaknya dapat diterapkan pada kedua tradisi tersebut, dimana antar keduanya mempunyai kesamaan pola yang terstruktur, yaitu yang telah dianggap mapan di masyarakat sudah semestinya memberikan sejumlah uang untuk hadiah kepada yang belum dianggap mapan di masyarakat, meskipun yang terdapat pembeda pada keduanya yaitu pada definisi mapan yang berbeda. Etnis Tionghoa memandang mapan secara ekonomi ketika seseorang telah menikah, sedagkan masyarakat Tegal menganggap seseorang telah mapan apabila telah bekerja, namun meski begitupada dasarnya keduanya meilik skema pola yang hampir sama.
Adapun yang membuat tradisi pecingan kurang dikenal di masyarakat luas jika dibandingkan dengan angpao dapat disebabkan karena seperti yang telah banyak diketahui masyarakat dunia bahwa etnis Tionghoa atau orang Cina banyak yang telah berimigrasi ke berbagai penjuruh dunia. Dengan begitu, sangat memungkinkan adanya difusi ke berbagai wilayah. Tidak seperti masyarakat Tegal yang kebanyakan hanya berurbanisasi dari desa ke kota.
DAFTAR PUSTAKA
Koentjaraningrat. 1987. Sejarah Teori Antropologi 1.Jakarta: UI-Press.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
https://www.tionghoa.info/tradisi-memberikan-angpao/
Place your comment