UPACARA KASADA SEBAGAI RASA SYUKUR PENDUDUK TENGGER

Indonesia merupakan Negara kepulauan. Terdapat ribuan pulau di nusantara mulai dari ujung barat yaitu Sabang sampai ke ujung timur yaitu Merauke. Dari ribuan pulau yang tersebar di Indonesia tersebut muncullah keanekaragaman. Keanekaragaman tersebut dapat berupa perbedaan suku, ras, adat, kebudayaan dan lain sebagainya. Indonesia menjadi Negara yang kaya karena adanya berbagai perbedaan tersebut. Salah satu dari kekayaan Indonesia yaitu keanekaragaman kebudayaan. Indonesia memiliki banyak kebudayaan yang tentu tidak kalah dari Negara lain dan sekaligus merupakan aset berharga bagi bangsa. Hal itulah yang membuat para wisatawan asing yang tertarik untuk mengetahui budaya Indonesia.

Sebagai penduduk Indonesia kita tentu harus senantiasa menjaga dan melestarikan budaya kita. Kita harus bangga dengan kebudayaan Negara kita karena budaya yang membuat kita unggul dimata dunia. Kebudayaan dapat menunjukkan jati diri suatu bangsa. Maka dari itu, sangatlah penting untuk masyarakat Indonesia memahami kebudayaan Negara pada umumnya dan kebudayaan daerah pada khususnya.

Salah satu kebudayaan daerah, yaitu tentang budaya upacara kasada di Gunung Bromo desa Tengger Kabupaten Probolinggo Jawa timur. Bromo mempunyai pesona alam yang sangat luar biasa, tidak akan pernah habis kekaguman kita oleh pemandangan alam yang indah. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Brahma atau seorang dewa yang utama, Gunung Bromo ini merupakan gunung yang masih aktif dan objek pariwisata yang sangat terkenal diwilayah Jawa Timur. Gunung Bromo mempunyai ketinggian 2.400 meter diatas permukaan laut. Padang Savana dialam pegunungan yang sangat sejuk, kita dapat melihat rerumputan kering dan padang pasir yang sangat luas. Yang sangat menarik dan indah pada saat matahari terbit yang kita lihat dari Puncak Gunung di Pananjakan, karena kabut yang menyelimuti bawah gunung bromo membuat panorama indah dan mistik. Tak hanya panoramanya saja yang menarik perhatian orang, tapi kebudayaan yang ada di Gunung Bromo pun tak kalah menarik, yaitu ritual melemparkan sesaji ke kawah Gunung Bromo. Sesaji tersebut berupa sayuran dan buah –buahan hasil pertanian atau sesaji lainnya dari penduduk di sekitar suku Tengger.

Bagi masyarakat Suku Tengger, upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada Tuhan.  Ada banyak upacara adat di masyarakat Tengger yang memiliki tujuan bermacam-macam diantaranya meminta berkah, menjauhkan malapetaka, wujud syukur atas karunia yang diberikan tuhan kepada masyarakat Tengger. Salah satunya adalah upacara adat Kasada.

Upacara ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden Kusuma anak Jaka Seger dan Rara Anteng. Selain itu upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat Tengger untuk meminta keselamatan dan berkah. Upacara ini dilaksanakan padat tanggal 14-16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap setahun sekali.

Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat Suku Tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi, seperti sayur mayur, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah Gunung Bromo, seluruh sesaji tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun. Upacara Kasada sebagai peringatan pengorbanan Raden Kusuma merupakan penghormatan kepada Raden Kusuma yang rela berkorban untuk keselamatan masyarakat Tengger. Dalam legenda upacara Kasada di Gunung Bromo terdapat makhluk halus yang tidak memiliki nama akan tetapi dipanggil Sang Hyang Widi. Ada perjanjian antara roh Dewa Kusuma dengan masyarakat Tengger yang harus memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan Kasada.

Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik,  para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek tersebut dilemparkan ke dalam  kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek moyang mereka.

Bagi suku Tengger, sesaji yang dilembar ke Kawah Bromo tersebut sebagai bentuk rasa syukur atas hasil ternak dan pertanian yang melimpah. Di dalam kawah ternyata telah menunggu banyak orang dan penduduk Tengger. Uniknya mereka jauh-jauh hari sudah tiba di sini bahkan sengaja mendirikan tempat tinggal sementara di sekitar Gunung Bromo dan berharap mendapatkan ongkek-ongkek yang berisi sesajen berupa buah-buahan, hewan ternak, juga uang. Aktivitas penduduk Tengger yang berada di kawah Gunung Bromo dapat dilihat sejak malam hingga siang hari saat hari menjelang upacara Kasada di Bromo.

Apabila Anda berminat menyaksikan Upacara Kasada Bromo maka disarankan datang sebelum tengah malam karena ramainya persiapan para dukun dan masyarakat. Masyarakat akan mengendarai sepeda motor atau kendaraan pribadi sehingga membuat jalanan menuju kaki gunung sangat macet. Hal ini bahkan dapat membuat kendaraan dari gerbang tidak dapat turun ke bawah.

Upacara Kasada Bromo sendiri telah digelar sejak masa Kerajaan Majapahit dan  Gunung Bromo memang dianggap sebagai tempat suci. Gunung Bromo berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti brahma atau seorang dewa yang utama. Pada masa Dinasti Brawijaya, permaisurinya dikaruniai anak perempuan bernama Roro Anteng. Setelah beranjak dewasa putri ini menikah dengan seorang pemuda dari Kasta Brahmana bernama Joko Seger. Keduanya kemudian memutuskan tinggal dan menjadi penguasa di Tengger saat Kerajaan Majapahit mengalami kemerosotan dan pengaruh Islam semakin kuat di Pulau Jawa. Setelah sekian lama hidup bersama, mereka sangat bersedih karena belum juga dikaruniai anak. Akhirnya mereka pun bersemedi di puncak Gunung Bromo dan mendapatkan petunjuk bahwa permintaan mereka akan dikabulkan dengan syarat anak bungsu mereka setelah lahir harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo. Setelah dikaruniai 25 orang anak, tiba saatnya pasangan ini harus mengorbankan si bungsu, mereka tidak tega melakukannya. Akhirnya, Dewa marah dan membawa anak bungsu tersebut masuk ke kawah Bromo. Timbul suara dari si anak bungsu agar orang tua mereka hidup tenang beserta saudara-saudaranya. Untuk menghormati pengorbanan tersebut maka setiap tahun dilakukan upacara sesaji ke Kawah Bromo dan terus berlangsung secara turun menurun hingga saat ini.

Di kalangan dukun-dukun Tengger sendiri, makna Kasada memiliki versinya sendiri, walau secara resmi tidak menolak kisah Rara Anteng dan Jaka Seger. Menurut pak Sasmito (Dukun Ngadas, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo), ritual Kasada menyiratkan banyak makna di antaranya untuk mengingat pengorbanan leluhur, dan persembahan terhadap Yang Maha Kuasa guna memperoleh berkah kesuburan dan perlindungan.

Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan-gagasan, tindakan-tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan manusia yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Salah satu bentuk kebudayaan yang ada di Indonesia khususnya daerah Tengger Kabupaten Probolinggo adalah budaya Upacara Kasada.

Tradisi ini telah lama berkembang di masyarakat Tengger dan menjadi sebuah ciri khas budaya. Di dalamnya kita dapat menemukan nilai-nilai luhur dan bermacam-macam aturan yang harus ada agar tradisi ini dapat terjaga kesakralannya. Keberadaan tradisi ini masih dapat dipertahankan karena adanya swadaya masyarakat setempat, baik secara moral maupun materiil.

Pandangan masyarakat terhadap tradisi upacara kasada bermacam-macam, sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan mereka tentang tradisi ini. Sebagian besar masyarakat menganggap tradisi ini sebagai ritual yang dapat menguntungkan bagi warga sekitar gunung Bromo.