Pemerataan Pendidikan dengan Metode Skeptic Priority

Sebuah perjalanan yang panjang di negeri pertiwi kini mulai melukiskan dan menggoreskan skema kehidupan masyarakat nusantara. Semua terlihat jelas dalam cermin besar yang terpampang di pinggir jalan. Kami berdiri untuk bercermin tentang Negara kami. Sebuah Negara dengan 300 lebih juta jiwa. Menyandarkan nasib di sebuah tempat bernama sekolah. Menggagaskan diri melantangkan kalimat “Pendidikan merupakan batang tubuh untuk pertahanan Negara. Pendidikan adalah prioritas utama kehidupan berbangsa dan bernegara”.

Sebelum kita membahas pentingnya pendidikan bagi masyarakat Indonesia kita perlu mengetahui arti dari pendidikan yang sesungguhnya. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU Sistem Pendidian Nasional nomor 20 tahun 2003).

Berdasarkan laporan UNDP (United Nations Development Programs) dalam “Human Development Report 2006” tentang Kualitas Pembangunan Manusia. dari 177 negara yang diurutkan berdasarkan kualitas manusia atau bangsanya, Indonesia hanya berada pada peringkat ke-108. Secara nasional, tingkat pendidikan anak-anak Indonesia yang telah berusia 15 tahun ke atas hanyalah sampai kelas 2 SMP.

Namun, kita wajib menengok ke segala arah, melihat kenyataan pahit bahwa pemerataan pendidikan di Indonesia menjadi masalah yang sangat kompleks, dan pemerataan pendidikan di Indonesia masih berada di kelas bawah. Kita wajib berbenah dengan keadaan ini. Pemerataan pendidikan bukan hanya semata-mata di daerah terpencil yang jauh akan kebinaran dunia. Namun, perlu dilihat pemerataan pendidikan juga untuk anak-anak yang bernasib kurang baik yang berkeliaran di pinggiran kota-kota besar. Sisi buruk lain dari dua kata ini (pemerataan pendidikan) adalah banyak sekali manipulasi uang yang dilakukan oleh para golongan krisis dan licik untuk mendapatkan pendidikan terbaik dan berkualitas tanpa pengorbanan dan kejujuran. Mereka memanfaatkan materi untuk menebus pendidikan yang memadai.

Kasus itu merambat lagi ke masalah utama yaitu pemerataan pendidikan di Indonesia. Kurangnya kesadaran dari berbagai pihak, sikap kepekaan yang sama sekali tidak dimiliki oleh kalangan elit dan kaum burjois. Dimana mereka hanya mengambil sampel dalam mengkaji pendidikan di Indonesia bukan melihat ke semua penghuni negeri. Melihat keadaan yang demikian miris, pemerintah tentunya tidak tinggal diam, banyak sekali program yang digalakan oleh pemerintah. Namun sekali lagi. kenyataan di lapangan dari berbagai program yang disusun sedemikian rapi sampai saat ini belum terlihat hasilnya dari kinerja para kaum kenegaraan. Semua akar permasalahan belum kita temukan sementara kritikan dari berbagai pihak masyarakat terlontar begitu banyaknya.

Metode skeptic priority dalah metode pemerataan pendidikan dengan mementingkan skala prioritas dan mengkaji lebih teliti program-program yang telah digalakan pemerintah. Sikap skeptic inilah yang perlu kita tingkatkan. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa pemerataan bukan hanya dibesar-besarkan di daerah terpencil sedangkah di daerah pinggir kota masih banyak yang belum mengenyam dunia pendidikan. Pemerintah di sini tentu harus mampu menggunakan prioritasnya mengenai pemerataan pendidikan, memilah, dan mengambil keputusan tepat.

Banyaknya kasus “main dibelakang” merupakan kejadian yang sering kita temukan, inilah yang menjadi istilah “Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin” semakin jelas kanyataanya. Bagaimana tidak, sejumlah orang kaya mampu menyekolahkan anaknya dengan biaya besar demi masa depan yang gemilang. Sementara si miskin hanya mampu bersekolah apa adanya dengan masa depan yang jauh dari kata sejahtera. Mengkaji kasus-kasus tersebut membuat kita harus berpikir skeptic dan membuat gelora perubahan demi tercapainya keadilan dalam pemerataan pendidikan. Kasus inilah yang menjadi bahan praktik para ptinggi Negara untuk lebih memprioritaskan hasil nilai, dibandingkan banyaknya materi orang tua wali. Pada akhirnya metode skeptic priority sangatlah baik demi tercapainya pemerataan pendidikan di Indonesia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: