Jawa merupakan pulau yang berpenghuni terbanyak di Indonesia. Dalam pulau jawa terbagi-bagi dalam berbagai daerah. Dalam pulau Jawa tidak hanya terdapat satu kebudayaan, namun terdapat banyak sekali kebudayaan yang berbeda-beda disetiap daerah. Suatu masyarakat yang dianggap masyarakat jawa yaitu, apabila ia tinggal menetap di Jawa, menggunakan bahasa jawa, dan melestarikan budaya jawa. Masyarakat jawa masih percaya akan adanya kekuatan animisme dan dinamisme, serta percaya akan adanya hal-hal yang irasional. Kebudayaan jawa sangat unik dan berbeda dengan daerah lainnya. Dengan budaya yang unik itulah yang menjadikan Jan Newberry datang lagi ke tanah Jawa untuk melakukan penelitian lapangan.
Dengan tulisan ini saya akan mencoba mengulas dari tulisan Jan Newberry, seorang antropolog yang menjadi ketua jurusan antropologi dan ketua Dewan Gubernur Pengajaran di University of Lethbridge, Alberta, Kanada yang memulai penelitian lapangan etnografi di Indonesia sejak 1992. Kemudian mempublikasikan sebuah buku yang berjudul Back Door Java: State Formation and the Domestic in Working Class Java. Buku tersebut diterbitkan pertama kali oleh University of Toronto pada 2006, dan didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukannya.
Sebelum melakukan penelitian ini Jan Newberry sudah pernah datang ke Jawa untuk melakukan sebuah penelitian. Jan Newberry dan Steve tinggal disebuah rumah yang tampak bagus namun tidak ada yang menyewa, seperti dalam kutipan tulisannya sebagai berikut:
Ini mengherankan karena rumah itu bagus. Kecil tetapi berlantai ubin, berdinding semen modern dan berjendela kaca, rumah itu tampak menonjol di wilayah kelas pekerja tempat kami dulu tinggal disitu. Rumah tetangga-tetangga terdekat kami sudah menggunakan semen, tetapi bambu masih dominan. ( hal 1)
Dari kutipan tersebut terlihat bahwa Jan mulai melakukan penilaian tentang kondisi lingkungan di masyarakat jawa. Dia menangkap ada sesuatu yang aneh yang terjadi terhadap rumah yang ia sewa tersebut. Jan yang awalnya hanya melakukan penelitian tentang kaitan antara masyarakat pertanian dan negara, namun kenyataannya beralih pada penelitian ibu-ibu rumah tangga di perkotaan yaitu meneliti perkumpulan nasional yang disebut PKK.
Jan suatu hari mendapatkan seorang tamu, dimana di Jawa menerima tamu sangat ditekankan. Untuk menerima tamu yang baik paling tidak harus disuguhkan minum, dan saat itu di rumah Jan tidak ada gula dan teh hal tersebut membuatnya kebingungan, seperti dalam kutipannya yaitu:
Saya minta tolong kepada mas Yoto, salah satu dari anak-anak yang selalu menemani kami di rumah, untuk pergi membeli gula, tanpa menyadari apa yang saya minta untuk dilakukannya. Baru ketika ia kembali dan berjalan masuk kedalam rumah dengan kantong gula tersembunyi dibalik bajunya, yang terpaksa dilakukannnya karena dia masuk dari pintu depan, menjadi jelas bagi saya tidak adanya pintu belakang di rumah kami sangat dirasakan sebagai kurangnya rasa sosial, bahkan oleh seorang bocah laki-laki berusia sepuluh tahun. ( hal 16)
Dari kutipan tersebut dapat tahu bahwa seberapa penting peranan pintu belakang. Anak laki-laki berusia sepuluh tahun, yang diminta pertolongan oleh Jan kebingungan untuk menyerahkan barang belanjaan yang yang disuruhnya. Karena biasanya barang tersebut dimasukkan lewat pintu belakang bukannnya pintu depan. Apa yang dilakukan oleh anak laki-laki tersebut tidak salah sebab ia hanya ingin menutupi barang yang diberinya kepada tamu yang datang. Apabila tamu melihat pasti akan membuat Jan malu. Hal tersebut dikarenakan pintu depan terbuka untuk tamu, sedangkan pintu belakang untuk keluar masuk jika ada keperluan mendadak yang tidak ada dalam rumahnya, seperti tidak ada gula dan teh. Maka harus membelinya lewat pintu belakang. Hal tersebut masih berlaku pada masyarakat jawa sekarang, sebagai contoh di daerah saya semua rumah di kampung saya memiliki sebuah pintu belakang yang selalu digunakan apabila ada keperluan mendadak seperti gula dan teh habi, tidak ada suguhan makanan. Ibu-ibu biasanya belanja melalui pintu belakang rumahnya dan apabila ingin meminta bumbu dapur kepada tetangga juga melalui pintu belakang.
Jan melakukan penelitian ini di kota Yogyakarta, disana terdapat berbagai kebudayaan yang unik, seperti pada suatu kampung yang terkenal bernama kampung Rumah Putri.
Sebagian besar pengemudi becak dikota itu kenal Rumah Putri sebagai bagian dari sebuah rute wisata yang terkenal yang menyuguhkan pertunjukan wayang setiap hari dan sebuah bengkel kerja perajin wayang dikampung itu. (hal 23)
Dengan pernyataan tersebut betapa terkenalnya Kampung Rumah Putri tersebut, pengemudi becak pun sebagian besar mengetahui letak Kampung Rumah Putri tersebut. Kampung Rumah Putri ada kaitannya dengan kraton Yogyakarta. Terlihat jelas hubungan kampung itu dengan kraton dengan adanya rumah dari Nayaka yang dibangun untuk anak perempuannya. Penduduk awal kampung itu adalah abdi dalem kraton yang berpangkat rendah. Penduduk yang tinggal dikampung itu mayoritas menggunakan bahasa Jawa krama inggil karena sebagian warga mengaku memiliki kerabat atau merupakan abdi dalem kraton.
Kampung di Jawa sama dengan kampung di daerah lainnya, karena dikelompokkan berdasarkan suku bangsa, pekerjaan, dan kelas. Namun sekarang pengertian tersebut telah berganti, apabila orang yang tinggal di kampung berati mereka kehidupannya bebas dari gaya modern. Dan sering dianggap sebagai kampungan. Kampung sebagai struktur perasaan. Kampung selalu dinamis sesuai perubahan zaman, tidak ada suatu kampung yang statis. Pasti setiap kampung akan berubah sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya saja dulu tidak membutuhkan tv,kulkas, mesin cucui, internet namun dengan seiring dengan berkembangnya zaman semua itu di butuhkan oleh masyarakat kampung untuk meringankan bebannya.
Tulisan Jan Newberry terus mengalir mendalami sebuah budaya di Jawa, masyarakat jawa identik dengan upacara adat maupun agama, dalam upacara tersebut selalu ada Slametan. Dalam slametan biasanya menyediakan makanan bagi kelompok tertentu. Slematan dihadiri keluarga dan tetangga dengan menghidangkan makanan dan makanan tersebut dipanjatkan kepada roh-roh leluhur yang mungkin juga akan ikut makan bersama. Slametan dapat dilakukan untuk memperingati kelahiran, kematia, perkawinan, sunatan, membangun rumah, dan lain sebagainya. Slametan selalu dikaitkan dengan roh-roh leluruh, yang diharapnya dapat terhindar dari roh-roh jahat yang akan menekati kita. Saat Jan akan mengadakan slametan dirumahnya ia tidak bisa memasak dirumahnya walau dapur rumahnya baik namun ia diharuskan membuat masakan di rumah tetangganya yaitu bu Sae karena rumah Jan tidak ada pintu belakangnya sehingga menyulitkan untuk mencari sesuatu.
Dengan penulisan yang mengalir dari Jan Neewberry membangun argumentasi untuk menunjukkan bagaimana pentingnya pintu belakang bagi orang jawa untuk kegiatan ibu rumah tangga sehari-hari. Data yang diperoleh oleh Jan Newberry adalah data yang bersifat tekstual yang bersumber dari naskah tertulis. Naskah tersebut berisi buku-buku yang dibuat para tokoh luar negeri. Sedangkan data lain yang digunakan adalah wawancara dan pengamatan. Penulis melakukan observasi partisipasif, yaitu dengan terlibat langsung dalam penelitian tersebut. Penulis mengalami sendiri apa yang akan diteliti sehingga penelitian tersebut menjadi nyata. Dengan ditambah data wawancara dan pengamatan menjadikan penelitian tersebut menarik. Jan tidak hanya berpanduan dengan sumber data buku bacaan saja namun juga berperan aktif dalam penelitian. Pandangan ini merupakan pandangan saya sebagai masyarakat jawa yang memiliki pintu belakang.
Sumber:
Newberry, Jan. 2013. BACK DOOR JAVA: Negara, Rumah Tangga, dan Kampung di Keluarga Jawa. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
hai mba rima, postingannya sangat menarik, saya menjadi lebih tahu tentang masyarakat jawa secara lebih baik, semoga postingan selanjutnya bisa lebih menambah pengetahuan ya mba, semangat!
postingannya sangat menarik sekali memberikan pengetahuan betapa uniknya budaya Jawa