Tulisan ini merupakan tugas kuliah pada mata kuliah Teori Sosiologi Modern. Mata kuliah ini diperoleh pada semester 3. Dalam tulisan ini menjelaskan teori konflik pada kehidupan masyarakat.
Dalam laporan pengamatan ini saya akan menggunakan teori sosiologi modern yaitu teori konflik. Teori konflik ini dibangun untuk menentang secara langsung terhadap teori fungsionalisme struktural. Jika menurut teori fungsionalisme struktural masayrakat berada dalam kondisi statis atau bergerak dalam kondisi keseimbangan maka menurut teori konflik malah sebaliknya, masyarakat senantiasa berada dalam perubahan yang ditandai oleh pertentangan yang terus menerus diantara unsur-unsurnya. Jika menurut teori fungsionalisme struktural setiap elemen atau institusi memberikan dukungan terhadap stabilitas, maka teori konflik melihat bahwa setiap elemen atau institusi memberikan sumbangan terhadap disintegrasi sosial.
Teori konflik ini di cetuskan oleh Ralp Dahrendorf. Teori konflik Dahrendorf ini sering disebut teori konflik dialektik. Menurutnya masyarakat memiliki dua wajah yaitu konflik dan konsensus. Tidak akan ada konflik apabila sebelumnya tidak ada konsensus. Teori konflik Dahrendorf adalah mata rantai antara konflik dan perubahan sosial. Dahrendorf melihat masyarakat selalu dalam kondisi konflik dengan mengabaikan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
Konsep utama teori ini adalah wewenang dan posisi. Kekuasaan dan wewenang senantiasa menempatkan individu pada posisi atas dan bawah dalam setiap struktur. Dahrendorf juga membedakan golongan yang terlibat konflik atas dua tipe yaitu kelompok semu dan kelompok kepentingan. Kelompok semu merupakan kumpulan dari para pemegang kekuasaan dengan kepentingan yang sama yang terbentuk karena munculnya kelompok kepentingan. Sedangkan kelompok kepentingan terbentuk dari kelompok semu yang lebih luas. Kelompok kepentingan mempunyai struktur organisasi, program, tujuan, dan anggota yang jelas.Kelompok kepentingan sering menjadi sumber nyata timbulnya konflik dalam masyarakat. Teori konflik terlalu mengabaikan stabilitas dan keteraturan yang ada dalam masyarakat. Masyarakat selalu dalam kondisi konflik.
Dalam teori konflik yaitu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang ada, bahkan sampai mengabaikan norma dan nilai yang ada alam masyarakat. Fenomena tersebut mengabaikan norma dan nilai yang ada itu maksudnya dalam sebuah pemilihan apapun harus domokrasi dan tanpa tekanan atau paksaan dari pihak manapun. Namun norma dan nilai tersebut diabaikan dengan diberikan imbalan bagi yang memilih misalnya calon A, dan ada unsur penekanan yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.
Pada pemilihan tersebut juga telah merubah status masyarakat, yaitu dari calon kades dari tegaljoho yang gagal awalnya tidak dipandang oleh masyarakat namun setelah ia mencalonkan diri menjadi kades status dan kedudukannya menjadi naik walaupun ia gagal karena bagi masyarakat mencalonkan menjadi kades itu bukan hal yang mudah.
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat senantiasa mengalami perubahan menuju yang lebih baik. Maka timbullah suatu persaingan untuk mendapatkan status yang diinginkan sehingga akan melakukan segala cara agar dapat menempati status tersebut. Menurut teori konflik ini masyarakat terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang ada dalam masyarakat, sehingga yang keteraturan dan stabilitas yang ada dapat berubah. Karenan menurut Dahrendorf masyarakat selalu dalam kondisi konflik. Serta mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat tersebut, sehingga masyarakat tidak pernah aman dari pertikaian dan petentangan.
Dari kasus pemilihan Kepala Desa Mojotengah tersebut terdapat persaingan yang tidak sehat sehingga dapat menyebabkan konflik. Persaingan tersebut telah mengabaikan norma dan nilai yang telah tertanam dalam masyarakat, sehingga selalu terjadi konflik.
Sumber referensi :
Ritzer, George . 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada