Minang’s Story 1

Assalamu’alaikum Warrahmatullah Wabarakatuh..
Gimana kabar pembaca setia blogger? Semoga sehat selalu yaa, dan selalu diberi kesempatan untuk selalu baca blog ku.. Hehe
Kali ini aku mau ceritain pengalamanku ikut permata. Permata itu singkatan dari Pertukaran Mahasiswa Tanah Air. Jadi aku di Unnes akan menempuh perkuliahan selama 6 Bulan (1 Semester) di universitas daerah lain. Karena aku ikut permata batch 2, jadi pertukaran mahasiswa ku hanya berjalan 3 Bulan saja. Dan tujuan universitas tempat pertukaran mahasiswa ku yaitu di Universitas Negeri Padang.
Ini adalah pengalaman pertamaku berpergian sendiri di luar Jawa, dan juga pengalaman pertamaku naik pesawat. Awalnya merasa takut karena Padang bukanlah lokasi yang dekat dengan Semarang, dan pastinya akan membuatku tidak bisa pulang. Tapi inilah kesempatan yang mungkin tidak akan datang untuk kedua kalinya. Kapan lagi aku bisa keluar Jawa dengan biaya hidup yang sudah diurus, dan kapan lagi bisa ke Padang seandainya saja nanti aku disibukkan denhan yang lain. Akhirnua aku memantapkan hatiku untuk mengikuti program pernata ini dengan niat mencari ilmu karena Allah.
Hari Kamis, 26 Oktober 2017 menjadi hari keberangkatanku menuju ke Padang. Aku dan 1 temanku bernama Dian berangkat dari Semarang. Pesawat melesat terbang pukul 09.28 WIB. Sebelum ke Padang. Kami transit terlebih dahuku di Bandara Soekarno Hatta selama 5 Jam. Setelah itu melanjutkan perjalanan kembali ke Padang pukul 16.17.
Kami sampai di Bandara Padang pukul 17.41. Dengan dijemput oleh kawan-kawan sosiologi dari universitas Negeri Padang. Kemudian kami melanjutkan perjalanan menuju ke kost dekat dengan UNP yang bermotto Alam Takambang Jadi Guru.

Saat tiba di Padang

Hari selanjutnya, kami melanjutkan kegiatan dengan menuju ke Kampus UNP untuk melakukan Serah terima resmi pertukaran mahasiswa ini. Bertemu dengan Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Dosen-dosen Sosiologi, Dekan, Wakil Rektor 4, Wakil Rektor 3, dan bagian Akademik. Kami merasakan bahwa orang-orang Padang sangatlah baik dan ramah terhadap pendatang. Mereka begitu memuliakan seorang tamu.

Foto bersama Dekan, WD 3,.Ketua Jurusan Sosiologi dan Antropologi, dan Sekretaris Jurusan

Salah satu kultur yang paling berbeda di Padang dan di Jawa ialah bahwa di Padang Seorang Ibu begitu dihormati. Mungkin karena bentuk kepemimpinannya yang matrilineal. Saat melengkapi data indentitas, yang ditanyakan ialah nama ibu, bukan nama bapak. Sangat brbeda dengan Jawa yang selalu mengatasnamakan Bapak untuk melengkapi segala urusan data mendata.
Hal yang paling aku kagumi dari Padang ialah, masyarakatnya yang sangat religius. Banyak mahasiswi yang menggunakan jilbab lebar yang terlihat sangat adem jika dipandang. Orangnya pun murah senyum dan luar biasa ramah. Mereka juga begitu menghargai seorang pendatang.
Hanya saja aku disini sangat terkendala dengan bahasa yang dipergunakan sehari-hari. Disini banyak yang menggunakan bahasa Minang dalam percakapannya sehari-hari. Bahkan beberapa ada yang tidak paham bahasa Indonesia sehingga ia pure menggunakan bahasa Minang ketika aku ajak berbicara. Dengan intonasi dari bahasa Minang yang begitu cepat, sedangakan di Jawa yang lembut dan pelan-pelan, rupanya agak menyulitkanku dalam berkomunikasi. Tapi hal tersebut tidak menjadi masalah, karena itu merupakan budaya yang semestinya memang harus kita jaga dan lesstarikan.
Satu hal yang menarik, banyak orang Jawa yang merantau untuk kemudian tinggal disini bersama dengan keluarganya, sehingga mereka masih bisa berbahasa Jawa sepertiku. Mereka rata-rata disini membuka warung.dengan menu seperti pecel lele dan pecel ayam diantara banyaknya jenis makanan Padang di sekitarnya.
Ada Suatu cerita saat aku mengantre Audisi Indonesian Idol yang kebetulan saat itu diadakan di GOR UNP. Saat itu aku coba coba untuk mendaftarkan diri. Saat di antrean, aku berbicang dengan temanku Dian dengan.berbahas Jawa. Saat itu kami berbicara sekeras mungkin karena menurut kami saat iti tidak ada yang paham dengan bahasa kami. Tanpa kami ketahui, ternyata orang dibelakang saya yang ikut berbaris ialah orang Jogja yang bisa berbahasa Jawa dan kemudian mengajakku mengobrol.dengan bahasa Jawa. Hal yang memalukan sebenarnya karna aku dan Dian berbicara sekeras itu termyata orang dbelakang saya paham. Hal tersebut juga terjadi saat saya membeli makanan di salah satu warung. Saat kami menunggu pesanan jadi, seperti biasa kami berbicara dengan keras dengan menggunakan bahasa Jawa. Tiada disangka, pemilik warung tersebut ternyata orang Jawa yang masih fasih berbahasa Jawa.
Itulah sedikit pengalaman selama 5 Hariku di Padang. Masih panjang perjalanan ku tanah minang ini. Tetap pantengin blog ku untuk cerita cerita ku di Padang.. See you.
Wassalamu’alaikum Wr Wb

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: