Postingan ini tugas mata kuliah Sosiologi Gender pada semester 5. Berisi tentang kesadaran gender dalam keluarga.
Temanggung merupakan sebuah kabupaten tempat kelahiran Bapak, Ibu, dan saudara-saudara saya. Kakek saya dari bapak bernama Rono Diharjo, beliau menikah dengan nenek saya yang bernama Siti Abesah pada tahun 1953 dan mempunyai seorang anak, yaitu bapak saya. Sebelum menikah dengan nenek saya, kakek saya sudah pernah menikah dan mempunyai anak 3 perempuan semua. Pada saat bapak saya berusia 6 bulan ibunya meninggal yang mengakibatkan bapak saya kehilangan kasih sayang dari seorang ibu. Pada saat itu kakek saya tidak menikah lagi dan memilih untuk mengurus bapak saya dengan anak-anak perempuannya. Sementara kakek saya dari ibu bernama Rono Wasito, beliau menikah dengan nenek saya yang bernama karni pada Tahun 1950 dan mempunyai anak 5, diantaranya 4 laki-laki dan 1 perempuan yaitu ibu saya. Bapak saya bernama Hartanto dan Ibu saya bernama Sukani. Mereka menikah pada Tahun 1974 dan mempunyai 4 orang anak perempuan semua.
Pola pengasuhan bapak sama seperti yang lain, yaitu anak laki-laki dididik untuk bekerja keras seperti membantu kakek bekerja di ladang. Sementara urusan dapur dan mencuci diserahkan anak-anak perempuannya. Pada saat masih SD kakek saya meninggal, kemudian bapak saya dibawa oleh adik nenek saya ke Kendal kemudian sekolah disana. Tetapi bapak saya tidak betah kemudian kembali lagi ke desa ikut dengan kakaknya, yang kebetulan kakaknya sudah menikah tetapi belum punya anak. mainan bapak jaman dulu salah satunya adalah mobil-mobilan dari kayu.
Sedangkan pola pengasuhan terhadap ibu saya berbeda dengan saudara laki-lakinya, ibu saya merupakan anak perempuan satu-satunya. Beliau mempunyai dua kakak laki-laki dan dua adik laki-laki. Ibu saya lebih dididik untuk urusan dapur dan cuci-mencuci, sedangkan pakde dan paman saya di bebaskan dari urusan-urusan itu. Pada saat bermain ibu saya tidak dibolehkan pulang malam, karena menurut orang jaman dulu anak perempuan sebelum maghrib harus dirumah karena mitosnya jika anak perempuan pulang malam akan dibawa setan, kalau didesa saya dikenal dengan “digondol wewe gombel”. sementara pakde dan paman saya dibebaskan untuk pulang jam berapapun. Mainan ibu saya jaman dulu masak-masakan sedangkan pakde dan paman saya main bola dan mobil-mobilan. Dalam hal pendidikan, tidak dibeda-bedakan. Anak diberi kebebasan untuk melanjutkan sekolah atau tidak.
Sementara pola pengasuhan terhadap saya dan saudara-saudara saya sangat demokratis, yaitu pola asuh yang mempriotaskan kepentingan anak, tetapi tidak ragu dalam mengendalika mereka. Karena anak-anaknya perempuan, Bapak saya tidak membeda-bedakan antara anak yang satu dengan yang lain. Tetapi karena beda generasi dalam hal pengasuhan antara saya dengan kakak saya yang pertama dan kedua sedikit berbeda. Kakak saya yang pertama lahir Tahun 1977, kemudian yang kedua lahir Tahun 1980, dan yang ketiga lahir tahun 1992. Sementara pengasuhan terhadap kakak saya yang ketiga hampir sama.
Dalam hal pendidikan, pola pengasuhan kakak saya yang pertama dan kedua, bapak saya sudah mengenal pendidikan. Tetapi kakak saya hanya sampai pada lulusan SMA. Karena pada jamannya lulusan SMA sudah dianggap baik dan mudah untuk mencari pekerjaan. Sementara saya dan kakak saya yang ketiga di sekolahkan sampai perguruan tinggi, karena jaman sekarang lulusan SMA sudah hal yang umum.
Pembagian kerja di dalam rumah dilakukan bersama-sama antara saya, bapak, ibu, dan kakak saya yang ketiga. karena kakak saya yang pertama dan kedua sudah meninggalkan rumah untuk bekerja dan kemudian menikah sejak saya masih kecil. Pekerjaan dirumah seperti mencuci piring dan baju bisa dilakukan oleh siapa saja. Mengganti lampu juga dapat dikerjakan oleh saya atau pun kakak saya, tidak harus bapak yang mengganti. menyapu atau mengepel lantai biasanya saya dan kakak saya yang membagi, misalnya saya menyapu kakak saya yang mengepel begitupun sebaliknya. Dalam hal memasak dilakukan oleh Ibu saya, biasanya saya dan kakak saya ikut membantu. Namun saat ibu sedang pergi, biasanya bapak, atau saya dan kakak yang memasak.
Mainan saya dengan kakak saya kadang sama kadang beda, sesuai dengan permintaan saya dan kakak saya. Mainan yang sama seperti mainan alat masak-masakan, boneka.Walaupun anak perempuan, saya juga minta dibelikan mobil-mobilan karena dulu teman saya juga banyak yang laki-laki. Saya dan kakak saya juga dibolehkan bermain sepak bola dengan anak laki-laki. Bapak dan ibu saya tidak pernah membatasi pukul berapa saya dan kakak saya harus pulang bermain, tetapi saya dan kakak saya sudah sadar diri untuk pulang kalau waktunya pulang.
Jika punya anak laki-laki, bapak dan ibu saya akan mengasuhnya seperti anak yang lain, mungkin bedanya anak yang laki-laki akan dibebaskan dari urusan rumah tangga, kemudian akan dididik lebih keras agar bisa menjadi contoh adik-adiknya.