Hallo Guys,
Kali ini aku akan bahas nilai-nilai positif kultural. Seperti postingan sebelumnya aku telah menjelaskan nilai gotong royong, namun pada postingan kali ini aku akan lebih menekankan nilai persatuan dari wujub bahasa sebagai salah satu nilai yang paling penting dalam sejarah indonesia. Bahkan Anderson menjelaskan bahwa bahasa mampu menumbuhan jiwa nasionalisme suatu bangsa. Untuk mendapatkan penjelasan selengkapnya, mari simak tulisan berikut ini…
Nilai-nilai Budaya Lokal Manusia adalah makhluk yang berbudaya. Budaya lahir dan dikembangkan oleh manusia, melalui akal dan pikiran, kebiasaan dan tradisi. Setiap manusia memiliki kebudayaan tersendiri, bahkan budaya diklaim sebagai hak paten manusia. Kebudayan merupakan hasil belajar yang sangat bergantung pada pengembangan kemampuan manusia yang unik yang memanfatkan simbol, tanda-tanda, atau isyarat yang tidak ada paksaan atau hubungan alamiah dengan hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian, setiap manusia baik individu atau kelompok dapat mengembangkan kebudayaan sesuai dengan cipta, rasa, dan karsa masing-masing.
Bahasa pada dasarnya tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial budaya masyarakat penuturnya karena selain merupakan fenomena sosial, bahasa juga merupakan fenomena budaya. Sebagai fenomena sosial, bahasa merupakan suatu bentuk perilaku sosial yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Oleh karena itu, berbagai faktor sosial yang berlaku dalam komunikasi, seperti hubungan peran di antara peserta komunikasi, tempat komunikasi berlangsung, tujuan komunikasi, situasi komunikasi, status sosial, pendidikan, usia, dan jenis kelamin peserta komunikasi, juga berpengaruh dalam penggunaan bahasa.
Sementara itu, sebagai fenomena budaya, bahasa selain merupakan salah satu unsur budaya, juga merupakan sarana untuk mengekspresikan nilai-nilai budaya masyarakat penuturnya. Atas dasar itu, pemahaman terhadap unsur-unsur budaya suatu masyarakat–di samping terhadap berbagai unsur sosial yang telah disebutkan di atas–merupakan hal yang sangat penting dalam mempelajari suatu bahasa. Pada tahun 60-an komite Amerika mengenai bahasa dan budaya mengungkapkan hubungan antara bahasa dan budaya. Hubungan-hubungan tersebut adalah sebagai berikut. 1) Bahasa adalah bagian dari budaya, dan harus didekati dengan sikap yang sama membimbing pendekatan kita lepada budaya sebagai statu keseluruhan. 2) Bahasa adalah wahana budaya, maka oleh karenanya guru bahasa juga harus sekaligus guru budaya. 3) Bahasa itu sendiri merupakan subjek bagi sikap dan kepercayaan terkondisi secara kultural, yang tidak dapat diabaikan di dalam kelas bahasa (Bishop dalam Tarigan, 1991: 56).
Dari pendapat Bishop di atas terlihat bahwa bahasa tidak bisa dilepaskan dari budaya karena bahasa sebagai subsistem komunikasi adalah suatu bagian dari sistem kebudayaan, bahkan merupakan bagian terpenting dari kebudayaan. Pemelajaran sastra merupakan bagian dari pelajaran bahasa Indonesia. Di negara kita, pemelajaran sastra belum berdiri sendiri, tetapi masih menjadi bagian integratif dari pelajaran bahasa. Terkadang pula pemelajaran sastra hanya menempati porsi yang sedikit dari pemelajaran bahasa. Seharusnya pemelajaran sastra harus mendapatkan porsi yang seimbang dengan pemelajaran bahasa. Pemelajaran sastra diharapkan akan menjadikan anak didik menjadi manusia yang memiliki identitas kebangsaan. Tetapi, kini anak usia sekolah pada umumnya senang dengan budaya asing. Hal ini harus menjadikan para pendidik waspada, karena lama kelamaan akan menjauhkan anak-anak dari budayanya sendiri. Mereka seperti tercerabut dari budaya nenek moyangnya sendiri.
Dalam rangka upaya mengembangkan kebudayaan bangsa yang berkepribadian dan berkesadaran nasional, perlu ditumbuhkan kemampuan masyarakat untuk mengangkat nilai-nilai sosial budaya daerah yang luhur serta menyerap nilai-nilai dari luar yang positif dan yang diperlukan bagi pembaharuan dalam proses pembangunan bangsa. Dalam hal ini perlu dicegah kebudayaan asing yang negatif. Bahasa dan sastra daerah perlu terus dibina dan dilestarikan dalam rangka mengembangkan identitas keindonesiaan kita. Anak usia sekolah cenderung menyalahartikan globalisasi dengan mengonsumsi produk barat dan menelannya mentah-mentah. Padahal budaya global banyak yang menyimpang dari etika orang Indonesia. Anak-anak kita justru lupa akan budaya tradisionalnya sendiri. Banyak kebudayaan tradisional yang tidak lagi dikenal oleh anak-anak kita, karena mereka lebih menyukai kebudayaan barat yang terkenal dan populer. Perbaikan keadaan budaya bangsa adalah tanggung jawab bersama, baik keluarga, sekolah, pranata sosial, maupun masyarakatnya.
Daftar Pustaka
Muhyidin, Asep. 2016. Pemertahanan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Pemelajaran Sastra di Sekolah. badanbahasa.kemdikbud.go.id
No Comments Yet