Pembangunan PLTU Diatas Lahan Warga Desa Kawasan Pantai Ujungnegoro


Pembangkit listrik tenaga uap atau yang sering kita kenal PLTU merupakan pembangkit listrik yang mengandalkan energi kinetik dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Sumber energi yang digunakan dalam pembangkit tenaga uap ini adalah batubara. Pembangkit Listrik Tenaga Uap ini adalah salah satu jenis instalasi pembangkit tenaga listrik dimana tenaga listrik didapat dari mesin turbin yang diputar oleh uap yang dihasilkan melalui pembakaran batubara. PLTU batubara adalah sumber utama dari listrik dunia saat ini. Sekitar 60% listrik dunia bergantung pada batubara, hal ini dikarenakan PLTU batubara bisa menyediakan listrik dengan harga yang murah. Namun kelemahan dari PLTU yang menggunakan batubara yaitu pencemaran karbonnya yang sangat tinggi dibanding bahan bakar lain.
Saat ini terdapat puluhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap berbahan Batubara yang tersebar dan beroprasi di Indonesia, melepaskan jutaan ton polusi tiap tahunnya dan dari waktu-kewaktu mengotori udara kita dengan polutan beracun. Dan saat ini pemerintah juga akan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap dikawasan pantai Ujungnegoro. Pembangunan PLTU di kawasan pantai Ujungnegoro ini digadang-gadang sebagai PLTU terbesar se-asia tenggara dengan kapasitas 2000 Mega Watt (MW) yang akan menjadi penopang utama produksi listrik untuk wilayah pulau Jawa dan Bali. Namun pembangunan PLTU ini masih menjadi polemik yang masih belum terselesaikan sampai sekarang ini. Bahkan proses pembangunan PLTU ini sempat tertunda hingga empat tahun lamanya karena masalah pembebasan lahan. Lokais pembangunan PLTU yang dilakukan di kawasan Pantai Ujungnegoro juga sudah melalui beberapa pertimbangan. Pemerintah juga telah mensurvei bahwa lokasi tersebut dinilai tanahnya cocok untuk pembangunan PLTU. Selain itu garis pantai di Batang juga dinilai relatif stabil dan kedalaman laut yang mencukupi untuk menbangun pelabuhan sebagai sarana pemasok batubara.

Bahan bakar utama yang digunakan PLTU merupakan batubara yang dimana bahan bakar ini ialah fosil terkotor, selain menjadi penyumbang utama emisi karbon penyebab perubahan iklim, pembakaran batubara di PLTU juga melepaskan berbagai polutan beracun yang dapat menyebabkan berbagai dampak yang serius bagi kesehatan warga yang tinggal disekitar PLTU. Menurut perhitungan yang dilakukan Greenpeace, jika rencana pembangunan PLTU Batubara raksasa ini dilanjutkan, maka PLTU Batang akan melepaskan emisi karbon sebesar 10,8 juta ton CO2 pertahun. PLTU ini juga akan melepaskan polutan-polutan beracun lain dalam jumlah yang sangat besar, seperti Sox sebesar 16.200 ton pertahun, Nox sbesar 20.200 ton pertahun dan PM 2,5 sebebsar 610 ton pertahun. Lima desa di Batang yang terkena dampak proyek ini antara lain Desa Karanggeneng, Roban, Ujungnegoro, dan Ponowareng. Proyek raksasa pembangunan PLTU ini juga akan menggunakan lahan seluas 370 hingga 700 hektar yang akan memakan lahan pertanian produktif warga sekitar, sawah irigasi seluas 124,5 hektar dan perkebunan melati 20 hektar, sawah tadah hujan seluas 152 hektar dan ternyata pembangunan PLTU terbesar di asia tenggara ini akan dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro yang merupakan kawasan kaya akan ikan dan terumbu karang yang menjadi wilayah tangkapan ikan nelayan dari berbagai wilayah di Pantai Utara Jawa. Selain mengancam kelestarian lingkungan dan kesehatan warga sekitar, dalam proses pembangunannya pun telah menimbulkan berbagai respon negatif dari warga sekitar yang merasa dirugikan atas pembangunan proyek raksasa ini.
Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan dari daratan dan lautan. Sumber daya pesisir merupakan sumber daya hayati, sumberdaya non-hayati, sumber daya buatan dan jasa-jasa lingkungan. Masyarakat dikawasan pantai ujungnegoro memanfaatkan apa yang disediakan oleh alam sebagai mata pencaharian mereka sehari-hari. Hidup dikawasan pesisir pantai juga membuat warga mau tidak mau harus dapat memanfaatkan apa yang disediakan alam. Nelayan, suatu pekerjaan yang sebagaian besar warga kawasan pantai ujungnegoro tekuni membawa mereka menjadi menyatu dengan alam. Mereka memanfaatkan sumber daya yang tersedia dilaut untuk diambil dan diolah ataupun dijual dan setelahnya dapat untuk memenuhi kehidupan sehari-hari mereka, seperti membeli beras, untuk makan bahkan untuk keperluan anak sekolah. Tak hanya berprofesi sebagai nelayan, warga desa kawasan pantai ujungnegoro pun banyak yang berprofesi sebagai petani. Warga memanfaatkan tanah-tanah lahan perkebunan maupun pertanian yang dimiliki masing-masing warga untuk dijadikan tempat menggantungkan hidup mereka. Berbagai tanaman palawija ditanam pada lahan-lahan pertanian. Selain itu, Rendahnya tingkat pendidikan warga juga mengaharuskan mereka bekerja seadanya. Namun, setelah adanya rencana pembangunan PLTU dikawasan tempat yang mereka tinggali, warga merasa bahwa adanya PLTU tersebut akan memberi dampak yang tidak baik nantinya bagi anak cucu mereka. Berbagai penolakan yang muncul dari warga juga disebabkan karena pembangunan PLTU disekitar kawasan tempat tinggal warga dianggap dapat mengancam daerah pangan mereka. Lahan yang digunakan warga untuk bercocok tanampun akan hilang. Sedangkan warga disana sebagaian besar hidupnya bergantung dari lahan pertanian yang akan dijadikan pembangunan PLTU tersebut.
Konflik atas sengketa lahan yang terjadi antara warga sekitar dan pihak PLTU yang dianggap belum selesai pun menjadi berbuntut panjang saat Jokowi meresmikan pembangunan PLTU pada akhir agustus lalu. Warga merasa bahwa seharusnya presiden juga harus mendengarkan suara rakyat miskin dan peduli akan warga sekitar yang hidupnya bergantung pada lahan pertanian yang akan dijadikan tempat pembangunan PLTU tersebut. Proyek pembangunan PLTU di desa Ujungnegoro juga dianggap akan merusak ekosistem bawah laut dan pantai karena PLTU dibangun di Kawasan Konservasi Laut Daerah Ujungnegoro. Kerusakan ekosistem laut biasanya berawal dari kerusakan terumbu karang yang menjadi tempat berkembang biak ikan-ikan laut dan kerusakan terumbu karang juga dapat dipastikan menyebabkan berkurangnya ikan yang mengakibatkan penghasilan para nelayan sekitarpun akan menurun. Akses nelayan dalam mencari ikanpun akan sulit karena tempat biasanya mereka mencari ikan dijadikan pembangunan PLTU. Selain itu proyek pembangunan PLTU ini dianggap dapat merusak lingkungan yang menjadi lahan pangan warga sekitar dan mencemari udara dari bahan-bahan kimia yang dikeluarkan yang dapat mengancam kesehatan warga sekitar kawasan pembangunan proyek PLTU tersebut. Tidak hanya menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem bawah laut yang bisa mengancam penghidupan warganya, dengan adanya PLTU nantinya juga bisa mengganggu ketrentaman warganya yang akan di ributkan dengan adanya kebisingan suara mesin yang ditimbulkan dari proyek pembangunan PLTU. Dalam pembangunannya pun PLTU memerlukan batu dan tanah yang diperuntukan untuk pembangunan dermaga sebagai tempat berlabuh kapal-kapal yang memuat bahan-bahan untuk pembangunan PLTU yang diambil dari pegunungan maupun dataran tinggi yang secara otomatis ini juga merusak alam dan rawan akan terjadinya bencana lain seperti longsor.
Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap yang berbahan bakar batubara selain bisa mengancam kesehatan warga yang tinggal disekitar PLTU dan merusak ekosistem laut yang merupakan sumber mata pencaharian warga yang berprofesi sebagai nelayan di kawasan pantai Ujungnegoro juga bisa jadi menimbulkan efek rumah kaca pemanasan global dan perubahan iklim. Seperti yang diketahui efek pemanasan global dibumi semakin hari juga semakin memburuk. Masalah yang ditimbulkan dari pemansan global bukannya semakin membaik justru akan semakin diperburuk dengan dibangunnya pembangkit listrik berbahan batubara yang digunakan berlebihan. Efek rumah kacapun yang membuat kehidupan di bumi terus berlangsung dengan menjaga bumi agar tetap hangat, namun dengan adanya jumlah gas yang berlebihan ini dapat mengganggu keseimbangan karena banyaknya energi yang tertahan dan menyebabkan suhu rata-rata dibumipun ikut meningkat dan iklim dibeberapa lokasi berubah.
Sebagai masyarakat yang tinggal dan hidup berdampingan dengan alam, seharusnya kita bisa menjaga alam seperti sebagaimana mestinya. Kita harus dapat menyeimbangkan alam dengan apa yang kita perbuat di alam agar kehidupan bisa tetap selaras dan seimbang. Adanya pembangunan PLTU di kawasan pantai Ujungnegoro juga harusnya diimbangi dengan solusi-solusi yang dapat memecahkan dampak yang akan ditimbulkan nantinya dari pembangunan PLTU tersebut. Namun dengan adanya PLTU sebenarnya tidak hanya membawa dampak buruk saja yang ditimbulkan melainkan juga membawa dampak positif. Dengan adanya PLTU pemerintah bisa memasok kebutuhan listrik untuk daerah-daerah terpencil yang belum tersentuh oleh listrik sedikitpun, yang biasanya hanya mengandalkan cahaya obor ataupun lilin saja. Tapi tidak dapat dipungkiri bahwa dampak yang ditimbulkan dengan adanya pembangunan PLTU ini lebih besar negatifnya dibanding positifnya. Warga yang tinggal disekitarpun khawatir akan kehilangan mata pencahariannya sebagai buruh tani dan nelayan. Sawah, tanah dan laut sebagai tempat mata pencaharian wargapun akan tergusur dan mereka terancam tidak memiliki pekerjaan, ketakutan terhadap isu pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan bakar batubara dalam proyek PLTU dan lokasi sawah, kebun penggati yang jauh dari pemukiman juga dianggap akan menambah beban masalah baru.
Hidup dengan alam, bekerja dari alam membuat warga sekitar kawasan proyek pembangunan PLTU merasa tidak rela jika tanah warisan mereka yang segaligus menjadi penopang kehidupan sehari-hari mereka dalam mencari penghasilan untuk makan dan anak sekolah di gusur untuk pembangunan PLTU. Berbagai upaya akan terus mereka kerahkan demi menyelamatkan tanah, ladang dan ekosistem laut yang menjadi sumber penghasilan mereka. Karena sampai sekarang warga desa kawasan pantai ujung negoro menolak adanya pembangunan pembangkit listrik tenaga uap yang dianggap merugikan mereka.

Daftar Referensi
Astra, I Made. Energi dan dampaknya terhadap lingkungan.2010.Jakarta.Jurnal Meteorologi dan Geofisika vol II.
Sari, Yosika Tantri Wardan. Akses Nelayan Terhadap Sumber Daya Pesisir di Kawasan Pertambangan. 2011. Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi dan Ekologi Manusia Vol 5, No. 5, hlm 311-324.
https://www.greenpeace.org
https://www.antaranews.com

  1. #1 oleh siti zakiyatur rofi'ah's blog pada November 19, 2015 - 12:42 pm

    semangat menulis 🙂

  2. #2 oleh ignasia intan pada November 21, 2015 - 1:35 am

    artikelnya menambah wawasan kaka, lanjutkan 😀

  3. #3 oleh heri pada November 24, 2015 - 4:51 pm

    mantab … lanjutkan

  4. #4 oleh Syarafina Nandanisita pada November 29, 2015 - 4:07 am

    jadi tahu ni, siip

  5. #5 oleh Lenni Novia Lestari pada November 30, 2015 - 4:38 am

    Bagus rim, menambah informasi

  6. #6 oleh Diah Rohmatul Laeli pada November 30, 2015 - 5:14 am

    artikelnya sangat menarik 🙂

  7. #7 oleh siti zakiyatur rofi'ah's blog pada November 30, 2015 - 6:39 am

    Sangat bermanfaat

  8. #8 oleh nuufid rahayu ambarwati pada Desember 1, 2015 - 12:24 am

    mana gambar PLTUnya?

  9. #9 oleh PUTRI AYU pada Desember 2, 2015 - 7:50 am

    thanks kak infonya…

(tidak akan di tunjuk-tunjukan)


Lewat ke baris perkakas