Salam semangat,
Generasi milenial!
Apa kabar kalian semua? Kali ini penulis akan berbagi mengenai salah satu tugas pada mata kuliah yang penulis tempuh pada semester 4 yaitu Penulisan Karya Ilmiah dan Populer. Pada mata kuliah ini penulis sempat mendapatkan salah satu tugas untuk membuat opini tentang realitas yang ada di masyarakat dan penulis tertarik dengan fenomena mudik lebaran. Berikut penulis sajikan contoh opini mudik lebaran yang penulis buat.
Seperti yang kita ketahui, kota merupakan sebuah wilayah dimana banyak dihuni oleh para perantau dari berbagai daerah. Mereka pergi ke kota untuk mengadukan nasib supaya menjadi lebih baik. Hal yang identik dengan perantau ini saat hari lebaran yaitu tradisi mudik. Bagi sebagian perantau, mudik merupakan kegiatan yang wajib untuk dilakukan. Mereka rela melakukan apa saja demi dapat kembali ke kampung halaman saat hari lebaran tiba.
Para perantau ini rela menghabiskan waktu mereka untuk mengantri dan berdesak-desakan guna membeli tiket bis, kereta api serta pesawat yang nantinya akan mereka gunakan untuk mudik. Tidak jarang dari mereka ada yang telah mengantri jauh-jauh hari bahkan ada yang sampai menginap di depan loket agar tidak kehabisan tiket mudik. Selain itu, banyak diantara pemudik yang rela untuk menggadaikan atau menjual barang-barang berharga merekaguna membeli kendaraan pribadi baik baru maupun bekas pakai yang nantinya akan digunakan sebagai transportasi untuk mudik. Segala upaya mereka lakukan agar dapat kembali dan berkumpul dengan sanak saudaranya di kampung halaman.
Dari segala upaya yang dilakukan oleh para perantauagar dapat kembali ke kampung halaman saat lebaran, apakah kita mengerti apa esensitradisi mudik yang ada di masyarakat? Bagi sebagian masyarakat, mereka memaknai tradisi mudik ini sebagai kegiatan tahunan untuk berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman. Tradisi mudik ini ternyata sudah ada sejak zaman kerajaan Majapahit di mana pada masa itu, masyarakat Jawa melakukan tradisi mudik setiap satu tahun sekali untuk membersihkan makam para leluhur dan berdoa bersama agar diberikan keselamatan.
Selama ini tradisi mudik lebaran identik dilakukan oleh masyarakat yang beragama Islam. Hal ini dikarenakan lebaran merupakan hari raya bagi umat muslim setelah melakukan puasa selama satu bulan penuh saat Ramadan. Namun, pada kenyataannya tradisi mudik ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat muslim saja melainkan juga dilakukan oleh masyarakat non muslim. Sama halnya dengan masyarakat muslim lainnya, mereka pulang ke kampung halaman sekedar untuk melepas rindu dan memperkuat tali silaturahmi antar keluarga dan sanak saudara.
Pada tradisi mudik ini,para perantau biasanya memanfaatkan waktu libur lebaran mereka untuk mengunjungi kediaman sanak saudaranya. Beberapa dari mereka ada yang memanfaatkan momentum ini sekedar untuk pergi bersama seperti jalan-jalan atau kegiatan berkumpul lainnya. Mereka benar-benar mencoba untuk memanfaatkan momentum pulang kampung ini dengan sebaik mungkin.
Selain dijadikan sebagai ajang untuk berkumpul dengan sanak saudara, saat ini tradisi mudikjuga dijadikan sebagai sebuah ajang oleh beberapa perantauuntuk memamerkan hasil kesuksesannya saat merantau di kota. Hal ini dapat dilihat ketika mereka kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan kendaraan pribadi seperti motor ataupun mobil. Selain itu, mereka juga menghiasi penampilannya dengan menggunakan perhiasan dan bajuyang mewah serta membawa berbagai macam oleh-oleh dari kota untuk sanak saudaranya.
Merujuk pada teori konsumerisme Jean Baudrillard, logika konsumsi masyarakat saat ini tidak lagi berdasarkan use value atau exchange value melainkan atas symbolic value. Maksudnya, saat ini masyarakat tidak lagi mengkonsumsi sebuah barang berdasarkan nilai guna atau nilai tukarnya melainkan atas dasar nilai tanda/simbol yang terkandung dalam barang tersebut. Dengan menggunakan barang-barang yang memiliki simbol tertentu, akan menaikkan prestise mereka sehingga menumbuhkan rasa bangga dalam diri pemakainya.
Tidak mengherankan jika mendekati lebaran, banyak perantau yang pergi ke tempat pegadaian untuk menggadaikan barang-barang berharga mereka dengan uang yang setara dengan barang gadaiannya tersebut. Selain menggadaikan barang, banyak dari mereka yang menjual barang berharganya untuk membeli barang baru yang memiliki nilai prestise yang lebih tinggi. Selain itu, keadaan mall saat mendekati lebaran juga padat pembeli. Hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang pergi berbelanja bukan untuk memenuhi kebutuhannya melainkan untuk memenuhi simbol-simbol prestiseyang nantinya dapat mereka pamerkan saat mudik ke kampung halamannya.
Seperti yang telah dipaparkan di awal, tradisi mudik atau pulang kampung ini identik dengan lonjakan volume kendaraan bermotor. Hal ini disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi dibanding menggunakan moda transportasi umum meskipun harus menanggung resiko yang besar seperti kelebihan muatan yang berakibat pada kecelakaan. Banyak di antara para pemudik ini yang rela mengeluarkan kocek mereka lebih dalam,guna menyewa atau membeli kendaraan bermotor meskipunkendaraan tersebut secondatau bekas pakai. Hal ini semata-mata juga untuk menaikkan prestise mereka sehingga dianggap telah sukses saat merantau.
Dengan berbagai persepsi masyarakat mengenai esensi tradisi mudik lebaran, setidaknya terdapat dua buah esensi. Esensitersebut yakni mudik lebaran dijadikan sebagai ajang berkumpul dengan sanak saudara dan dijadikan pula sebagai ajang untuk pembuktian prestisesemata. Meskipun makna atau esensi tersebut saling bertentangan, namuntidak menghilangkan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Tradisi mudik tetap dijadikan sebagai kegiatan pulang kampung untuk menjaga tali silaturahmi diantara keluarga dan sanak saudara yang tidak akan pernah hilang keberadaannya.