Viewers

website hit counter

ANTROPOLOGI EKOLOGI: REVIEW: Atas Nama Pembangunan dan Kemajuan: Negara, Pasar dan Hutan

Teritoliasisasi adalah konsep yang dapat diguakan untuk melihat proses bergesernya kekuasaan masyarakat siberut terhadap hutan. Setelah berakhirnya kekuasaan kolonial , campur tangan pemerintah terhadap tempat-tempat seperti siberut semakin mendapat pembenaran melalui wacana masyarakat terasing dan kebutuhan akan pembangunan.
Rezim Kehutanan Orde Baru

Di siberut hubungan antara hutan dan penduduknya menjadi berbeda setelah keluarnya UU no 5 tahun 1967 tentang ketentuan pokok kehutanan (UU kehutanan). Proses penetapan sebagai kawasan kehutanan menggeser penguasaan orang siberut terhadap hutanya. Hutan ditetapkan , dipetakan , dibatasi dan dikategorisasikan.dua tahun setelah pemberlakuan UU kehutanan, pemerintah memperluas eksploitasi sumber daya hutan di pulau-pulau di luar jawa dengan pembukaan besar-besaran area pengambilan kayu komersial. Hal ini juga sejalan dengan rencana persiapan hutan untuk di eksploitasi untuk meimplementasikan hal tersebut pemerintah mengeluarkan UU no 1 tahun 1967 mengenai penanman modal asing. Nasib warga asi yang tidak memiliki sertifikat di area tanah hutan produksi akan rentan diusir pemerintah membuat arahan kepaa pemerintah diluar jawa yaitu TGHK atau tata guna hutan kesepakatan, melalui TGHK hutan diklasifikasikan menjadi empat yaitu hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi terbatas (sewa) dan hutan produksi konversi (hak guna usaha atau HGU). Masyarakat siberut yang dikenal dengan masyarakat berpindah ladang dan menganggap kayu komersil mahal seperti meranti menjadi masalah bagi pemerintah, kemudian pemerintah membuat program pemukiman kembali dan konenssi kepada perusahaan kayu untuk kesejahteraan dan mengurangi kerusakan hutan.
Eksploitasi kayu Siberut
Jauh sebelum rezim orde baru mengeksploitasi Siberut, beberapa pengusaha telah merintis upaya mendapatkan uang dari penebangan hutan. Operasi perusahaan kayu pada periode 70 an dimulai dengan pembangunan bescam disisi timur pulau siberut dan beberapa tempat pengangkutan kayu dipantai – pantai yang jauh dari pemukiman. Tidak banyak data yang tersedia mengenai aktivitas pembalakan hutan pulau siberut. Survey serta laporan evaluasi mengenai efak pembalakan bagi hutan alam bagi siberut juga tidak pernah dilakukan. Teknik penebangan kayu di siberut dengan sistem kabel. Hal ini membuat semak dan pohon muda terkena dampak penyeretan balok kayu tebangan oleh kabel sehingga kerusakan sangat tinggi.

Reaksi-Reaksi terhadap Penebangan Kayu
Pada awalnya masyarakat terkesan acuh terhadap kehadiran perusahaan kayu. Akan tetapi, lambat-laun, pembalakan kayu semakin merajalela dan mendekat ke ladang-ladang penduduk setempat. Semua ini terjadi karena sebuah kesalah pahaman dimana ternayata ada tumpang tindih antara areal HPH dengan ladang masyarakat akibat tidak jelasnya tata batas. Pengukuhan status hutan produksi untuk HPH mengubah fungsi hutan yang semula tempat berladang dan mengurangi jumlah ladang tradisional.
Konflik skala kecil di berbagai level menyertai hadirnya perusahaan kayu. Protes-protes mulai terdengar sejak dekade 1990-an. Dalam sebuah diskusi sore hari pada 2006, salah satu informan dari Desa Katurei mengatakan, kerusakan yang ditimbulkan oleh perusahaan kayu telah menggangi kehidupan spiritual. Penduduk Siberut tidak bersuara keras meskipun perusahaan yag beroperasi di pulai itu tidak mengakui hakhak atas hutannya.
Penetrasi pasar
Pasang surut hasil pertanian
Hasil hutan berupa kayu dan nonkayu merupakan komoditas yang dijadikan orang-orang siberut untuk meningkatkan standar hidup. Sehingga mereka secara aktif memberikan kontribusi dalam kegiatan ekonomi pasar. Kelapa, rotan, cengkeh, gaharu, dan nilam adalah tanaman komersial yang memberikan peran dalam perubahan hubungan manusia dengan hutan.

Kelapa dan rotan
Kelapa sudah lama dibudidayakan oleh orang siberut bahkan sebelum zaman kolonial. Perdagangan kelapa semakin intensif ketika beberapa perantau Minangkabau menetap dan mengusahakan perkebunan kelapa serta memiliki keleluasaan dalam mencari jaringan pasar dan mengawetkan klapa menjadi kopra. Selain itu, dorongan dari luar juga menjadikan orang siberut menginginkan lebih banyak menanam kelapa.
Selain kelapa, rotan menjadi komoditas utama perdagangan Siberut. Jenis Rotan yang paling terkenal adalah rotan Manau karena kualitas dan ukurannya. Penduduk menjual rotannya secara bebas pada pedagang yang berkunjung secara berkala ke Siberut. Selain itu, warga siberut juga menjualnya dengan sistem Konsesi.
Cengkeh
Pasang surut tanaman komersial
Cengkeh disukai untuk dibududaya karena perawatannya yang mudah dan tidak terlalu banyak membutuhkan tenaga perawatan. Sebenarnya tanaman cengkeh bukanlah tanaman asli Siberut. Meningginya harga cengkeh pada 1970 membuat antusiasme warga Siberut dalam membudidayakan cengkeh semakin meningkat. Tetapi, meningginya harga cengkeh tidak berlangsung lama, pada awal 1990-an harga cengkeh jatuh karena pemerintah membatasi kuota penerimaan cengkeh.
Gaharu dan Nilam
Gaharu atau istilah lokalnya simoitek secara tradisional tidak terlalu diperhatikan karena kualitas kayunya yang tidak terlalu baik. Tapi, awal 1980-an banyak warga sumatera barat dan riau memanfaatkan penduduk lokal untuk mencari gaharu karena harganya yang tinggi di pasar internasional. Siberut sebagai pengumpul, etnis Minang sebagai pedagang perantara, serta para pemodal yang umumnya etnis Tionghoa. Sebelum ada perdagangan gaharu, Penduduk siberut tidak mengetahui nilai komersial pohon gaharu di opasaran global. Namun pasca mengetahui nilai komersial yang cukup besar pada perdagangan gaharu, warga siberut menjadi lebih baik taraf hidupnya, seperti pola konsumsi yang berubah, dan kondisi perumahan yang semakin baik. Nilam awalnya dipandang sebgai tanaman liar yang tumbuh sebgai semak-semak dan tumbuh subur dan cukup cahaya matahari. Namun setelah ada sosialisasi oleh pemerintah dan pedagang tentang nilai komoditas dari tanaman ini yang minyaknya bernilai tinggi, warga siberut mulai mengembangkan budidaya Nilam karena telah mengetahui bahwa harganya mengalami kenaikan. Penanaman Nilam di tempat bekas penanaman yang sama mengakibatkan penurunan kualitas minyak yang dihasilkan menurun. Sehingga membutuhkan sistem penanaman ekstensif. Di sisi lain proses ekstraksi minyak nilam membutuhkan api yang lama menyala dengan kata lain membutuhkan kayu bakar yang banyak pula. Dampak yang diakibatkan adalah lahan luas terbengkalai serta unsur hara tanah yang menurun drastis. Situasi ini berlangsung hingga dekade 2000-an. Karena pembukaan lahan baru yang semakin luas, sehingga ketersediaan lahan baru semakin sedikit, akibatnya pada 2004, warga siberut memutuskan berhenti menanam Nilam.
Peluang pasar mengubah pemaknaan orang siberut terhadap tanaman inferior seperti sagu. Proses pengoloahan sagu merupakan industri non kayu pertama yang hadir di siberut. Dengan demikian, warga siberut melihatnya sebagai peluang ekonomi. Sehingga banyak warga yang menjual sagu pada perusahaan pengolah sagu tersebut. Secara tradisional sagu dikenal sebagai makanan pokok yang dikaitkan dengan kehidupan terbelakang dan kemiskinan. Oleh orang luar sagu merupakan makanan alternatif yang sebisa mungkin diganti dengan beras. Namun setelah ada rangsangan dari luar, sagu berubah nilai menjadi simbol pembangunan dan kemajuan ekonomi.
Transformasi Pandangan terhadap Hutan
Pasar dan uang adalah agennyang cukup dominan dalam mengubah pola produksi dan konsumsi dan menyebabkan penduduk membuka lahan hutan, menanam tanaan jenis tertentu, dan berpindah-pindah dari komoditas satu ke lainnya. Perubahan nilai jeniss-jenis dalam perdagangan hasil hutan memberi dampak yang mendalam bagi pandangan terhadap hutan. Seiring meningkatnya peredaran uang hasil gaharu dan booming tanaman komersial, gaya hiddup orang siberut juga berubah.
Orang siberut dalam negara dan pasar : dilema dan marjinalitas
Masyarakat Siberut yang sebelumnya memliki kebebasan akan semua hal dalam otoritas di wilayahnya sendiri sekarang merasa termarjinlaisasi dengan semua peraturan atau kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dimana masalah kehutanan orang Siberut dibatasi oleh UU Kehutanan padahal sebelumnya hutan adalah kebebasan masyarakat siberut selain itu juga masyrakat Siberut telah diatur dalam banyak hal seperti masalah pasar dimana komoditi pasar telah diatur juga oleh pemerintah.

Leave a Reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

  

  

  

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: