KASUS KETIDAKADILAN GENDER PADA SUATU ANGGOTA KELUARGA DAN PADA SUATU HUBUNGAN BERPACARAN
A. Pengertian
Istilah jenis kelamin (lelaki/perempuan) dalam bahasa Indonesia sering digunakan dalam konsep sex dan gender, meskipun pada dasarnya keduanya mengandung makna yang berbeda. Secara istilah sex adalah berkenaan dengan perbedaan secara biologis dan fisiologis antara pria dan wanita yang dilihat secara anatomis dan reproduksi.Sedangkan gender adalah merupakan konsep yang mengacu pada perbedaan peranan laki-laki dan perempuan dalam suatu tingkah laku sosial yang terstruktur. Gender mengacu ke peran laki-laki dan perempuan yang dikontruksi secara sosial, yang mana peran tersebut dipelajari berubah dari waktu ke waktu dan beragam menurut budaya dan antar budaya. Atau gender sebagai konsep yang mengacu pada peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh keadaan sosial dan budaya masyarakat.
B. Teori Gender
Ada dua teori, yaitu 1) Teori Nature (determinisme biologis), yaitu terjadinya peran gender disebabkan fungsi masing-masing suami istri didasarkan pada fungsi reproduksi masing-masing dan masyarakat menyesuaikan dengan fungsi reproduksinya. Misal : perempuan melahirkan dan menyusui. 2) Teori Nurture (determinasi sosial budaya), yaitu peran antara laki-laki / perempuan tidak harus didasarkan fungsi masing-masing, namun sesuai potensi bakat minatnya. Misal : laki-laki bekerja sebagai chef dan perempuan bekerja sebagai sopir bus. Dalam dua teori gender ini, boleh menggunakan salah satu dari dua teori, asalkan tidak terjadi ketidakadilan gender antara kedua belah pihak yang mengakibatkan kesenjangan dalam hal akses, seperti manfaat, control, partisipasi, dll.
C. 5 hal ketidakadilan gender, yaitu :
1. Subordinasi, yaitu menempatkan salah satu pihak sebagai atasan (koordinasi) dan salah satu pihak sebagai bawahan (subordinasi).
2. Marginalisasi, yaitu salah satu pihak ada yang dipinggirkan (marginalisasi) dan salah satu pihak ada yang dipusatkan / ditengahkan / difokuskan (centerlisasi). Misal : laki-laki tidak boleh berada didapur untuk memasak atau mencuci karena hal tersebut merupakan pekerjaan perempuan.
3. Stereotype, yaitu dimaklumi untuk hal-hal negatif yang dilakukan. Misal : laki-laki selingkuh sudah biasa namun kalau perempuan selingkuh sangat tidak biasa dan tidak wajar.
4. Kekerasan, yaitu suatu tindakan yang mengakibatkan kerusakan / keburukan pada badan / jiwa seseorang. Kekerasan ada 4 yaitu :
• Kekerasan fisik, seperti menampar, menendang, membunuh, dll.
• Kekerasan Psikis, seperti dibentak-bentak, dikatakan yang jorok-jorok, dicurigai, dicemburuin berlebihan, dll.
• Kekerasan Seksual, seperti pencabulan, pelecehan, pemerkosaan.
• Kekerasan Ekonomi, seperti istri tidak boleh bekerja tetapi hanya boleh menerima uang dari suami atau istri mengutang sana sini untuk kesenangannya dan suaminya yang harus membayarnya padahal kondisi keluarga sangat kekurangan.
5. Double Burden ( multi burden)
Double = ganda dan Burden = beban, jadi Double Burden adalah memiliki beban ganda lebih dari dua.Seperti : perempuan menjadi ibu rumah tangga yang dirumah mengurus rumah, anak, dan suami serta dia juga memiliki pekerjaan diluar rumah.
D. Penelitian Gender Suatu Anggota Rumah Tangga
Didalam rumah tangga yang terdiri dari ayah, ibu, anak laki-laki dan anak perempuan masing-masing memiliki waktu santai dirumah seperti melihat TV dan pergi kerumah teman serta masing-masing anggota memiliki suatu pekerjaan diantaranya :
§ Ayah bekerja sebagai satpam, mencari rumput dan mengurus kambing/sapi yang memerlukan waktu bekerja 11 jam, istirahat memerlukan waktu 9 jam, santai 2 jam dan ibadah 2 jam.
§ Ibu sebagai ibu rumah tangga juga memiliki pekerjaan diluar rumah sebagai perangkat desa dan guru TPQ membutuhkan waktu bekerja 10 jam, istirahat memerlukan waktu 8 jam, santai 3 jam dan ibadah 3 jam.
§ Anak Laki-laki bekerja sebagai wiraswasta di pabrik dan ternak jangkrik memerlukan waktu bekerja 10 jam, istirahat memerlukan waktu 9 jam, santai 3 jam dan ibadah 2 jam.
§ Anak Perempuan bekerja sebagai POSKESDES di balai desa, perawat di Puskesmas dan membantu pekerjaan ibu dirumah memerlukan waktu bekerja 9 jam, istirahat memerlukan waktu 9 jam, santai 4 jam, dan ibadah 2 jam.
Analisis:
Menurut pendapat saya, keluarga tersebut menganut Teori Nature (determinisme biologis) yaitu terjadinya peran gender disebabkan fungsi masing-masing suami istri didasarkan pada fungsi reproduksi. Istri / ibu yang melahirkan dan menyusui maka ibu bertanggung jawab menjaga dan mendidik terhadap anak-anaknya, karena anak-anaknya sudah dewasa maka ibu bertanggung jawab dengan memasakkan untuk anggota keluarganya setiap hari serta melakukan pekerjaan rumah lainnya. Dan anak perempuan meskipun belum pernah melahirkan / menyusui, namun dalam anggota tersebut dia yang melakukan pekerjaan rumah untuk membantu pekerjaan ibu seperti menyapu. Sedangkan suami / ayah sebagai kepala rumah tangga dia berkewajiban untuk menafkahi istri dan anak-anaknya maka dia bekerja di luar rumah dan mengerjakan pekerjaan rumah seperti ternak kambing / sapi dan mencari rumput. Begitu pula dengan anak laki-laki dia juga bekerja di luar rumah dan mengerjakan pekerjaan rumahnya seperti ternak jangkrik.Meskipun didalam keluarga tersebut semua anggota memiliki pekerjaan masing-masing, namun yang memerlukan waktu terbanyak untuk melakukan pekerjaan adalah ayah yaitu 11 jam, hal ini dikarenakan ayah memiliki pekerjaan dengan waktu yang lebih lama dibandingkan pekerjaan anggota lainnya karena ia bekerja sebagai satpam ditambah dirumah beternak kambing dan sapi.Dan para anggota keluarga ini bekerja secara produktif yaitu suatu pekerjaan yang menghasilkan uang meskipun pada umumnya dalam suatu keluarga banyak dilakukan oleh suami.
Menurut pendapat saya, didalam keluarga tersebut terjadi ketidakadilan gender yaitu pada : Pertama Subordinasi, yakni menempatkan salah satu pihak sebagai atasan dan salah satu pihak sebagai bawahan, meskipun ayah bekerja sebagai satpam dan ibu sebagai perangkat desa di dalam keluarga tersebut yang menjadi atasannya adalah ayah yang mengatur apa pun di dalam keluarga dan ibu yang harus selalu menurut apa pun kehendaknya. Kedua Stereotype, yaitu dimaklumi untuk hal-hal negatif yang dilakukan, ketika seorang ayah / anak laki-laki tidak membantu mengerjakan pekerjaan rumah maka hal tersebut sudah biasa dan wajar, namun apabila seorang ibu / anak perempuan tidak mengerjakan pekerjaan rumah maka hal tersebut sangat tidak wajar dan tidak pantas. Ketiga Double Burden, yakni beban ganda.pada keluarga tersebut ibu yang menjadi ibu rumah tangga dan ia juga memiliki pekerjaan diluar rumah. Jadi sebelum ibu berangkat kerja ibu harus mengerjakan pekerjaan rumah dan pulang kerja ibu juga mengerjakan pekerjaan rumah lagi meskipun anak perempuannya membantu pekerjaannya namun tetap saja yang melakukan pekerjaan rumah tersebut sepenuhnya adalah ibu dan karena anak perempuan juga bekerja jadi tidak maksimal dalam membantu pekerjaan ibu, dimungkinkan ketika anak perempuan tersebut sedang sibuk dengan pekerjaannya maka ia pun tidak membantu ibunya mengerjakan pekerjaan rumah.Namun dalam keadaan apapun baik itu ibu sedang sibuk, repot, ataupun sakit ia tetap saja mengerjakan pekerjaan rumah seperti selalu memasak setiap hari tanpa ada liburnya.
E. Penelitian Gender Hubungan Berpacaran
Perempuan berusia 19 tahun dan laki-laki berusia 27 tahun, kesibukan masing-masing pihak dalam kesehariannya adalah bekerja, perempuan bekerja sebagai karyawati toko dan laki-laki bekerja sebagai kuli bangunan dan mereka sudah berpacaran + 1 tahun. Ketika dalam tahap perkenalan laki-laki tersebut memiliki rasa sayang dan suka terhadap perempuan dan ia juga ingin mengenal lebih dekat maka laki-laki itupun menyatakan cintanya kepada perempuan tersebut dan ungkapan cinta itu diterima oleh perempuan karena ia juga merasa cocok dengan laki-laki tersebut. Dalam relasi berpacaran mereka bersama-sama dalam membuat ketentuan seperti bebas berteman dengan siapa saja asalkan tidak selingkuh apabila salah satu pihak ada yang selingkuh maka diputuskan saja.Perempuan membuat aturan kepada laki-laki kalau dia ingin diperlakukan secara normal tidak dikekang ataupun tidak diatur-atur apabila laki-laki melanggar maka akan diberi penegertian, waktu untuk berfikir sedangkan laki-laki memiliki aturan kepada perempuan kalau pergi kemana-kamana harus bilang dan apabila perempuan melanggar maka dalam waktu beberapa hari tidak menghubungi perempuan itu.
Dalam hubungan tersebut kewajiban perempuan seperti memberi perhatian, menuruti kata-kata/perintah selama tidak menyimpang, selalu ada dalam senang/duka. Sedangkan kewajiban laki-laki hampir sama dengan perempuan seperti memberi perhatian, selalu ada dalam senang/duka, menasehati, mentraktir dan melindungi/menjaga ketika pergi bareng. Tuntutan keduanya dalam berpacaran seperti disayangi, dicintai, tidak dihianatin/diselingkuhin, diperhatiin,selalu ada dalam senang/duka,tidak dicuekin, menerima apa adnya baik kelebihan dan kekurangannya. Dan mereka menjalani tuntutan ini dilakukan dengan senang hati, tanpa ada beban dan dilakukan secara sungguh-sungguh. Sehingga dapat dikatakan kalau hubungan mereka baik / nyaman satu sama lain. Namun ada hal yang tidak disukai perempuan terhadap pacarnya seperti : jarang diapelin pernah diapelin hanya 1 atau 2 kali saja, jarang bales sms kalau tidak di sms dulu maka tidak sms tapi kalau dia sms gak dibales atau telfon gak diangkat maka dia marah. Sedangkan hal yang tidak disukai laki-laki terhadap pacarnya seperti sulit mengajak perempuan untuk pergi bersama karena masing-masing sibuk bekerja, perempuan libur kerja hari rabu tapi kalau laki-laki libur kerja minggu.
Analisis :
Menurut saya hubungan berpacaran tersebut terdapat ketidakadilan gender yaituSubordinasi, yakni menempatkan salah satu pihak sebagai atasan (koordinasi) dan salah satu pihak sebagai bawahan (subordinasi). Ketika laki-laki dan perempuan berpacaran sudah menjadi hal yang umum kalau yang menjadi atasan adalah laki-laki dan perempuan sebagai bawahannya, meskipun mereka belum memiliki suatu ikatan yang sah namun ketika berpacaran munculah secara alami seperti tuntutan, kewajiban, dll. Apabila dalam suatu relasi berpacaran yang menjadi koordinasinya perempuan dan laki-laki menjadi subordinasinya, menurut saya tidak wajar atau mungkin perempuannya itu tomboy, galak, preman, dll jadinya laki-lakinya nurut aja apa kemauan pacarnya kalau seperti ini laki-laki itu dapat dikatakan cemen ya?
Dalam hubungan berpacaran di atas diketahui kalau yang menjadi atasannya adalah laki-laki, hal ini dapat dilihat pada hal-hal yang tidak disukai perempuan yaitu “ jarang bales sms kalau tidak di sms dulu maka tidak sms tapi kalau dia sms gak dibales atau telfon gak diangkat maka dia marah” disini sudah jelas kalau dia itu ingin kalau tindakannya segera direspon dengan pacarnya atau dapat juga dikatakan egois karena ketika pacarnya sms gak cepat direspon, sehingga perempuan itu mau tidak mau menurutinya agar laki-lakinya tidak marah dan hubungannya bisa lebih baik. Selain itu terdapat juga pada kewajiban perempuan yaitu“menuruti kata-kata/perintah selama tidak menyimpang”. Disini sudah jelas kalau perempuan itu mengikuti laki-laki asalkan tidak menyimpang ( dapat dikatakan bawahan). Laki-laki dalam hubungan berpcaran ini lebih bersifat sebagai koordinasi karena dia berfikir kalau dia itu laki-laki yang harus bisa melindungi, mengarahkan dan memberikan hal yang terbaik kepada pacarnya. Selain itu dari segi umur yang berjarak sekitar 8 tahun maka perempuan juga menuruti dan mengikuti dari laki-laki tersebut asalkan tidak menyimpang.
Dan ketidakadilan gender pada hubungan ini adalah kekerasan psikis seperti pada kalimat aturan kepada perempuan “kalau pergi kemana-kamana harus bilang dan apabila perempuan melanggar maka dalam waktu beberapa hari tidak menghubungi perempuan itu”.Disini laki-laki kayak mengekang perempuan karena bersifat mencurigai dan dicemburui berlebihan.
Komentar Terbaru