Viewers

website hit counter

ANTROPOLOGI KESEHATAN: ETHNOMEDICINE

Mbah Tur “Sang Dukun Bayi”
Di Desa Surodadi Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang masih terdapat beberapa orang yang memiliki profesi sebagai dukun bayi. Dukun bayi dahulunya tidak hanya melakukan perawatan saja kepada si bayi namun juga membantu proses kelahiran dengan cara yang bisa dibilang masih sangat tradisional. Ibu Turiyah merupakan salah satu dukun bayi yang saya temui dan saya kenal di Desa Surodadi Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang semua itu terjadi karena ketika saya masih kecil pernah dirawat oleh dukun bayi tersebut.

Ibu Turiyah mendapat keahlian sebagai dukun bayi tersebut secara turun temurun, yaitu dari nenek buyutnya, lalu turun ke ibunya, dan akhirnya keahlian tersebut sampai ditangan Ibu Turiyah. Proses belajar Ibu Turiyah bisa dibilang tidak mudah karena selama proses belajar Ibu Turiyah berkeliling desa mengikuti nenek buyut atau ibunya ketika akan membantu sebuah proses persalinan dan merawat bayi serta mengamati metode-metodenya sehingga pada usia 25 tahun beliau sudah mampu menangani proses persalinan dengan pengawasan ibunya. Tidak ada istilah wangsit atau mimpi-mimpi tertentu berupa mukjizat kepada Ibu Turiyah dalam masalah keahliannya membantu proses persalinan dan perawatan bayi. Semuanya murni dari hasil belajar Ibu Turiyah sendiri yang selalu mengamati kerja nenek dan ibunya.
Setelah memiliki jam terbang yang mumpuni Ibu Turiyah atau biasa dipanggil Mbah Tur membaranikan diri untuk melakukan proses persalinan dan perawatan bayi. Dukun bayi sendiri dalam mata masyarakat tradisional menjadi seseorang yang sangat disegani di masyarakat dikarenakan membantu banyak proses persalinan dan perawatan bayi.
Berbicara dukun bayi berbicara pula dengan konsep kemanusiaan dimana sebelum zaman berkembang seperti sekarang Mbah Tur rela dibayar dalam bentuk apapun tidak hanya dalam bentuk uang. Bahkan ketika mendapatkan pasien yang tergolong tidak mampu, Mbah Tur dengan ikhlas membantu menolong persalinan atau perawatan bayi dengan Cuma-Cuma. Beliau bercerita kepada saya, kemampuannya dalam menolong persalinan dan merawat bayi tidak semata-mata hanya digunakan untuk mencari nafkah semata. Menolong sesama manusia menjadi tujuan utamanya. “Nek ono sing njaluk tulung arep babaran opo anake njaluk dipijeti, Insya Allah tak tulungi. Kulo mboten ngarani mbayare piro, sak ikhlase mawon. Dene ora dibayar yo ora opo-opo”, ucap nenek berusia hampir 100 tahun itu.
Karena dukun bayi bergerak pada bidang tradisional maka peralatan dan caranya pun masih tradisional yaitu seperti minyak kelapa sawit atau minyak zaitun sebagai pembantu untuk membuka jalan bayi (vagina) agar memudahkan bayi keluar, bambu kecil yang tajam untuk memotong tali pusar bayi, berbagai macam jamu tradisional yang dibuat untuk si ibu melahirkan dan lain sebagainya.
Seiring perkembangan zaman dan majunya kehebatan teknologi medis dikalanganan masyarakat, peran dukun bayi mulai terkikis zaman. Masyarakat yang tadinya percaya akan dukun bayi mulai beralih kepada bidan atau dokter untuk menyerahkan masalah persalinan. Ini terjadi bukan karena Mbah Tur sendiri selaku dukun bayi sudah tidak dipercayai dalam menolong proses persalinan. Namun peraturan dari pemerintah melarang proses persalinan ditolong oleh dukun bayi. Persalinan harus dilakukan setidaknya di Puskesmas dan dibantu oleh bidan desa. Selain itu usia Mbah Tur yang semakin sepuh membuat tenanganya tidak seperti dulu lagi sehingga masyarakat tidak tega jika meminta bantuan Mbah Tur untuk menolong persalinan. Hingga akhirnya Mbah Tur memutuskan untuk menolak semua proses persalinan yang meminta bantuannya dan mengalihkan kemampuannya pada perawatan bayi terutama pijat bayi.
Menurut Mbah Tur tidak ada metode khusus dalam melakukan pijatan bayi. Pertama beliau berdoa sebelum melakukan pemijatan. Yang diketahui Mbah Tur hanyalah arah-arah pembuluh darah dan organ-organ penting dalam tubuh bayi serta letak-letaknya agar seimbang dan tidak mengganggu kesehatan. Mbah Tur sendiri memiliki ketentuan tersendiri untuk memijat seorang bayi dimana dia tidak berani untuk memijat bagian kepala si bayi dikarenakan kepala si bayi masih tergolong sangat lunak dan riskan terjadinya cedera yang sangat serius. Mbah Tur sendiri melakukan pemijatan diawali dari dada, perut dan turun kebawah hingga tumit kaki, dalam memijat perut pun Mbah Mur tidak sembarangan, beliau tidak melakukan tekanan kepada perut si bayi “weteng bayi mung di elus-elus tok” tutur Mbah Tur.
Bayi yang dipijat akan menangis dengan sangat kencang, dikarenakan sang bayi merasakan ada yang tidak beres dengan tubuhnya itu namun penanganan Mbah Tur dalam menenangkan si bayi itu yang perlu dipelajari oleh sang ibu dimana “guyon” dari Mbah Tur sendiri membuat si bayi kembali tenang dan tidak menangis lagi.
Fungsi pijat yaitu melancarkan peredaran darah, untuk melancarkan pencernaan, agar otot bayi lebih kuat, kulit bayi menjadi lebih halus, dan agar koordinasi dari tubuh bayi menjadi lebih baik. Pijat bayi pada bagian hidung juga dipercaya bisa membentuk hidung si bayi agar menjadi mancung, dan pada bayi perempuan dipijat pada bagian dada agar nantinya bisa membantuk payudara, selain itu juga menghindarkan bayi diganggu oleh roh-roh halus. Bayi yang sering rewel karena merasakan tidak enak badan disebabkan karena kurang lancarnya peredaram darah serta kurang lancarnya pencernaan. Terkadang juga ada bayi yang telah aktif bergerak sehingga menyebabkan rawan terkilir yang menyebabkan peredaran darah tidak lancar dan menyebabkan otot menjadi kaku dan tegang. Keadaan tersebut mengakibatkan gangguan kesehatan pada bayi seperti nyeri pada bagian tubuh, batuk, pilek, dan kesleo. Apabila tidak ditangani secara cepat dengan pijat akan mengakibatkan saraf terjepit.
Masyarakat Desa Surodadi Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang percaya bahwa dukun bayi bisa menyembuhkan dan mengetahui segala bentuk macam penyakit bayi namun disisi lain Mbah Tur sendiri mengatakan bahwa semua kesembuhan ada pada Gusti Allah saya selaku dukun bayi hanyalah membantu saja.
Fenomenan tentang pijat dukun bayi tersebut dapat dikaji dalam teori sistem medis ethnomedisin naturalistik yang menjelaskan bahwa penyakit berasal dari berkurangnya keseimbangan dalam sistem tubuh. Dalam sistem medis naturalistik terdapat konsep konsep sebab akibat. Konsep sebab akibat itu sendiri menjelaskan bahwa terganggunya kesehatan sesorang disebabkan oleh terganggunya sistem keseimbangan dalam tubuh. Seperti yang terjadi pada bayi yang rewel dan hilang nafsu makan disebabkan oleh sistem peredaran darah dan pencernaan yang tidak lancar sehingga silakukan pengobatan secara tradisional menurut kepercayaan tradisi masyarakat setempat yaitu melakukan pijat bayi pada dukun bayi.
Sumber:
Foster, George M dan Anderson. 1986. Antropologi Kesehatan. Terjemahan. Jakarta: UI Press

1. Alamat Desa Penelitian :
Desa Surodadi Kecamatan Gringsing Kabupaten Batang
Batas desa :
Utara : Berbatasan dengan Desa Klese
Selatan : Berbatasan dengan Desa Madugowong
Barat : Berbatasan dengan Desa Lima-lima
Timur : Berbatasan dengan Desa Sentul
2. Identitas Informan:
nama : Turiyah
usia : Hampir 100 tahun (ketika ditanayakan langsung ke informan maupun anak dan cucunya, tidak ada yang tahu tanggal lahirnya. Informan juga tidak memiliki KTP )
pekerjaan : Dukun Bayi
alamat : RT 03 RW 02 Dukuh Ringinsari Desa Surodadi Kecataman Gringsing Kabupaten Batang
3. Foto Informan bersama peneliti:

keterangan: informan tidak bersedia difoto (sendiri maupun bersama penulis) sehingga penulis memotretnya secara diam-diam.

Leave a Reply

You can use these HTML tags

<a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <s> <strike> <strong>

  

  

  

* Kode Akses Komentar:

* Tuliskan kode akses komentar diatas: