Archive for ◊ May, 2018 ◊

• Thursday, May 31st, 2018

Masjid Sebagai Sarana Belajar Bersosial

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ramadhan adalah momentum tepat untuk mendekatkan diri dengan masyarakat. Bersosialisasi di bulan Ramadhan. Banyak ibadah yang sifatnya sosial seperti sholat fardu berjamaah di masjid. Ada juga, sholat sunah tarawih dan witir. Selain itu, kajian dan tadarus.

 

Kegiatan itu semua dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat. Kurang lebih itulah yang saya rasakan. Ramadhan menjadikan kegiatan untuk mempererat hubungan sosial bermasyarakat melalui masjid. Alhamdulillah, saya dapat kepercayaan untuk menjadi imam sholat subuh, tarawih, dan tadarus sore. Kegiatan ini saya lakukan dengan santai dan dinikmati saja. Jalani apa adanya. Hal yang terpenting adalah menjaga amanah (kepercayaan) dari masyarakat.

 

Saya berkomitmen sekali dengan hal itu. Di usia ke-34 tahu ini, saya ingin berlajar dari tokoh teladan terbaik ini yaitu Nabi Muhammad SAW bahwa di usia 35 tahun ia sudah terjun ke masyarakat. Ia turun tangan dalam peristiwa peletakan Hajar Aswad. Padahal, usianya masih mudah yaitu 35 tahun.

 

Dari inilah, saya ingin belajar bermasyarakat di usia 30 tahunan. Saya yakin sekali, jika kita berbaik kepada orang lain, maka orang itu juga akan baik kepada kita. Sudah saatnya untuk terjun ke masyarakat. Menjaga amanah melalui kegiatan-kegiatan di masjid pada bulan Ramadhan sebagai bentuk ibadah pula.

 

Saya senang bisa melakukan ini. Tujuannya semata-mata lillahi ta’ala saja. Bukan, karena manusia atau kepentingan tertentu.

 

 

Semarang, 31 Mei 2018

• Tuesday, May 29th, 2018

Alhamdulillah Banyak Yang Tadarus

Oleh Agung Kuswantoro

 

Sore tadi (29/5/2018) menjadi penyemangat bagi saya untuk tetap mensyiarkan agama Islam pada bulan Ramadhan di lingkungan saya. Yang datang mengaji yaitu Kalisa, Nanda, Rando, Raihan, Wawan, dan Maulana. 5 anak-anak dan 1 orang dewasa.

 

Biasanya yang mengaji 2 hingga 3 orang. Karena yang datang mengaji banyak, saya dibantu oleh Maulana. Maulana saya beri amanah untuk mengajari Kalisa, pada sesi kedua. Maulana saya nilai sudah pantas untuk mendampingi saya. Kemudian, saya konsen ke-4 orang yang lain. Pembagian tugasnya seperti itu.

 

Sebelum ke-5 anak datang ke masjid, saya dan Maulana sudah datang terlebih dahulu. Maulana sudah aktif bertanya mengenai materi yang telah ia baca. Saya memberikan tugas ke dia agar mempelajari materi mana yang belum dipahami dari kitab ghorib.

 

Singkat cerita, datanglah ke-5 anak datang ke masjid. Saya menggunakan model pembelajaran dengan cara meniru. Bacaannya adalah surat alhamuttakur dibaca secara bersama. Hasilnya, mereka hanya hafalan.

 

Ini diketahui, ketika juz amma yang mereka bawa, saya tukarkan dengan Alquran tanpa huruf latin. Hasilnya, mereka pun kurang mengusai. Terbukti, saat menunjukkan aoa yang dilafalkan dengan hurufnyanya tidak sama. Itu artinya, mereka hafalan.

 

Setelah mereka mengetahui bacaannya tidak sama dengan yang diucapkan. Lalu, saya memberikan materi tentang hunnah, dimana bacaan mereka tidak pas. Sehingga, saya perlu menyampaikan materi tersebut kepada mereka. Kemudian, mereka praktik melisankan dan memberikan ketukan yang tepat. Dengan cara itu, apa yang dilisankan dan yang ada ditulisan itu sama.

 

Waktu telah menunjukkan, akan memasuki buka puasa. Segera saya mengakhiri kajian sore itu. Alhamdulillah, ada donatur yang memberikan sebagian rizkinya untuk kajian sore ini untuk berbuka puasa bersama di masjid.

 

Demikian cerita singkat ini. Semoga membawa kita untuk tetap semangat untuk menjalankan ibadah di bulan Ramadhan tahun ini. Amin

 

Semarang, 29 Mei 2018

 

• Monday, May 28th, 2018

Menikmati Tadarus

Oleh Agung Kuswantoro

 

Akhir-akhir ini, saya berdua bertadarus dengan salah satu mahasiswa FMIPA UNNES. Ia selalu datang lebih dulu di masjid. Padahal, kostnya, di depan Rektorat Banaran. Sedangkan letak masjid di Sekaran. Ia membawa motor.

 

Tadarus yang saya terapkan ini tergantung pada teman yang mengaji. Misal, yang datang itu anak-anak, maka tadarus konsennya pada bacaan anak tersebut, dengan surat pendek. Itupun diulangi bacaannya. Tidak cukup sekali.

 

Jika yang datang orang dewasa dan telah memahami bacaan, maka konsen tadarusnya pada tajwidnya. Bahkan, ghorib.

 

Untuk saat ini yang sering (baca: rajin) datang adalah mahasiswa FMIPA UNNES itu. Maulana namanya. Ia sudah punya dasar mengaji di pesantren. Ia sudah memahami kitab tajwid Hidayatussibyan. Bahkan, ia kritis dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, bacaan-bacaan imalah, isymam, dan bacaan “aneh” lainnya.

 

Gaya tadarus dengannya pun berbeda. Saya konsen pada konsep. Kitab ghorib yang saya bawa. Saya menjelaskan konsep-konsep yang ada di ghorib. Ia menyimak dan melafalkan ayat-ayat yang ada dalam konsep tersebut.

 

Bagi saya, orang yang datang (meski hanya satu), untuk bertadarus adalah tamu Allah. Satu saja, yang hadir itu sudah luar biasa. Dari situlah, kita “kenceng” dengan materi.

 

4 hari lagi tadarus di masjid berakhir. Selanjutnya, saya akan konsen dengan ibadah yang bersifat individu, seperti ‘itikaf. Atau, konsen mudik bagi yang rumahnya jauh. Toh, kita adalah perantau.

 

Maulana, tetap semangat mengaji. Khatamkan konsep-konsep yang ada di ghorib. Hari ini saya bawakan kitab Nahwu Alfiyah. Sebagaimana, pertanyaannmu mengenai Imalah. Di dalam kitab tersebut, ada bab tentang Imalah.

 

Semoga Allah selalu memberikan keberkahan dan manfaat untuk kita dari setiap rizki yang telah diberikan kepada kita. Amin.

 

Semarang, 27 Mei 2018

 

 

 

 

• Monday, May 28th, 2018

Tadarus ke-11

Oleh Agung Kuswantoro

 

Tak terasa tadarus yang saya lakukan sudah masuk hari ke-11. Selama tadarus ada beberapa catatan menarik.

 

Pertama, ada yang mengaji. Saya sangat bersyukur ternyata ajakan mengaji tiap sore selama Ramadhan direspon oleh orang lain. Termasuk anak-anak.

 

Kedua, pernah tidak ada orang yang dating, kecuali saya. Jika kondisi seperti ini, maka saya membaca/menghafal surat Alqur’an dan berdoa.

 

Ketiga, yang datang justru orang yang jauh dari masjid. Bahkan, beda desa. Ia datang ke masjid untuk bertadarus. Ia tahu informasi tadarus dari WAG kajian Subuh.

 

Keempat, ada yang tertarik memberikan ta’jil/buka puasa. Biasanya tadarus berakhir sebelum buka puasa. Namun, karena ada donator, tadarus berakhir hingga buka puasa.

 

Kelima, telinga terbiasa membaca Alqur’an. Salah satu tujuan tadarus adalah membiasakan telinga mendengarkan lantunan ayat-ayat suci Alqur’an.

 

Keenam, menghidupkan masjid. Untuk mensyiarkan masjid di bulan Ramadhan, perlu kegiatan rohani yang mendukung. Salah satunya tadarus. Masjid tak cukup digunakan untuk sholat berjamaah saja.

 

Ketujuh, mengajinya berbasis individual. Karena ada peserta yang dewasa dan anak-anak. Maka model mengajinya saya bedakan berdasarkan kemampuan tiap orang berbeda-beda. Bahkan ada yang bertanya dengan kritis.

 

Kedelapan, menggunakan microfon. Tujuannya agar syiar Islam tersampaikan ke masyarakat. Selain itu, agar orang mengetahui bahwa tadarus itu sangat dianjurkan saat bulan Ramadhan.

 

Itulah cerita/pengalaman menarik saat tadarus dari hari pertama hingga hari kesebelas. Semoga Allah meridhoi langkah kita. Amin.

 

 

Semarang, 27 Mei 2018

• Friday, May 25th, 2018

Guru Apakah Terdisrupsi?

Oleh Agung Kuswantoro

 

Saat ini, banyak orang berbicara tentang disrupsi. Banyak bidang yang terdisrupsi, seperti ekonomi dan transportasi. Bidang ekonomi, disrupsi (penyimpangan) dalam bidang penjualan ada bukalapak, lazada, blibli, dan e commerce lainnya.

 

Belanja pun lebih efektif dan efisien. Tidak harus ke pasar. Cukup dengan menggunakan aplikasi. Pembayaranya pun dilakukan dengan mudah, cukup dengan mentransfer.

 

Dalam bidang transportasi, ada Gojek dan Grab. Kedua perusahaan tersebut tidak memiliki garasi parkir luas, jumlah pengemudi yang banyak, dan biaya yang murah.

 

Lalu, bagaimana dibidang pendidikan? Saya berpendapat dibidang pendidikan guru pun akan terdisrupsi. Terdisrupsi oleh apa? Sistem. Kehadiran  guru bisa diwakilkan oleh e learning. Ada perpustakaan online, e book, e jurnal.

 

Incumbent, atau petahana. Harus menyesuaikan keadaan ini. Jika tidak bisa menyesuaikan, maka incumbent akan terdisrupsi oleh guru pendatang baru.

 

Guru pendatang baru lebih fresh secara IT dan kemampuan. Hanya pengalaman yang minim dan penguatan karakter pada dirinya.

 

Jadi, incumbent akan terdisrupsi oleh keadaan. Jadilah seperti bunglon yang bisa mempertahankan/menyesuaikan keadaan. Bukan seperti Dinosaurus yang tidak bisa mempertahankan keadaan lingkungan sekitar.

 

Semarang, 25 Mei 2018

• Friday, May 25th, 2018

Kegiatan “Pembelajaran” Ramadhan

Oleh Agung Kuswantoro

 

Ramadhan adalah bulan mulia. Karena, “mulialah” sehingga, kegiatan-kegiatan Ramadhan harus diisi dengan kegiatan positif.

 

Berikut kegiatan yang saya lakukan di bulan suci itu. Pertama, tadarus sore di masjid. Saya membiasakan diri untuk tadarus sore di masjid bersama masyarakat. Kegiatan ini, minimal dilakukan oleh dua orang. Tujuan ini agar masyarakat saya terbiasa dengan suara mengaji Alqur’an. Mengajinya pun yaitu surat Alhakumuttakasur hingga Annas. Tiap hari satu surat tapi ada yang mengikuti, bahkan anak-anak.

 

Kedua, imam tarawih. Saya dapat jadwal di masjid mengimani sholat tarawih dan witir di masjid. Alhamdulillah “gaya” mengimami saya bisa diterima oleh jamaah. Penekanan saya dalam sholat ini yaitu pembacaan Alqur’an/surat di sholat yang tartil. Tidak terlalu cepat.  Bacaan jelas.

 

Ketiga, berdiskusi dengan jamaah. Setelah sholat witir, biasanya jamaah berkumpul. Disinilah, sebgaai tempat untuk berdiskusi tentang agama. Durasi waktu diskusi kurang lebih 15-20 menit.

 

Keempat, imam sholat Subuh. Imam sholat Subuh sudah menjadi kebiasaan saya diluar bulan Ramadhan. Setelah sholat Subuh saya memberikan kultum selama 7 menit. Itu dilakukan tiap hari.

 

Kelima, belajar privat bersama salah satu jamaah. Ada seorang jamaah ingin belajar agama secara khusus, saya lakukan di masjid setelah melakukan kultum Subuh. Ia sangat giat, saya pun bersemangat. Ia butuh pendampingan dalam melafalkan huruf hijaiyah, sehingga saya lakukan dengan cara intensif.

 

Kelima, kegiatan rutin inilah yang saya lakukan selama Ramadhan. Basisnya, adalah masyarakat. Tidak dilakukan dengan sendiri. Minimal 2 orang. Semoga berkah. Ramadhan kita mendapatkannya. Amin.

 

Semarang, 24 Mei 2018

 

 

• Friday, May 25th, 2018

 

Ziarah Pemikiran Almarhum Hernowo Hasim

Oleh Agung Kuswantoro

 

Penulis siapa yang tidak mengenak sosok Hernowo Hasim? Saya termasuk kategori orang yang terlambat mengenal dia. Menyesal? Tidak! Justru, saya langsung mencari referensi mengenai dia. Saya bergabung di komunitas penulisan. Disitulah saya mengenal lebih mendalam. Tidak personal/pribadinya. Tetapi, ilmunya.

 

Mengikat makna, menulis tanpa beban, free writing, mengalir, dan disiplin menulis, serta alarm. Istilah-istilah itulah yang saya ketahui tentangnya.

 

Saya masih ingat, dalam komunitas penulisan, saya bertanya mengenai teknik menulis. Dia menjelaskan dengan gamblang. Jelas sekali. Bahkan, ia mencontohkan/mendemostrasikannya seperti menulis bebas dibantu dengan alarm.

 

Ia adalah pembelajar. Model belajar yang ditawarkan adalah “ngemil” membaca. Membaca tidak harus banyak. Beberapa halaman itu sudah cukup, lalu “ikatlah” dengan sebuah tulisan. Ada buku tentang tafsir, koran, dan peristiwa yang ia baca.

 

Kebanyakan orang membaca, setelah itu tidak menulis, sehingga memori atau ingatan akan informasi tersebut cepat hilang. Alias lupa. Strategi yang ditawarkan, menurut saya tepat.

 

Ia juga sosok yang sosial. Keilmuan tentang menulisnya ia bagi kepada orang yang mau belajar. Tidak ada kata ‘sindiran’ untuk orang yang mau belajar menulis. Adanya semangat dan mendorong untuk selalu berlatih.

 

Santun kalimatnya. Senyum dan lantang dalam menjelaskan suatu materi. Itulah kenangan saya bersamanya.

 

Selain itu, ia sosok yang rajin membaca pemikiran orang dengan cara membaca buku-buku para tokoh. Selain itu, rajin mengikuti twitter para ahli menurut dia, seperti Ulil Absor Abdallah. Setelah itu, ia kaji dengan buku yang ia baca. Dan, ditulisnya. Ia share ke facebook dan grup WA.

 

Tidak hanya tulisan, ia juga sering menampilkan gambar yang mewakili atas tulisan tersebut. Jarang ada penulis yang demikian. Sempatnya mencari gambar dan menulis dengan teliti.

 

Itulah, kenang-kenangan saya dengannya. Sekarang, sang guru telah pulang ke pangkuan Allah. Semoga buku-buku yang ia tulis menjadi amal jariah yang selalu mengalir hingga akhirat. Selamat jalan, Bapak. Semoga saya bisa meneladani Bapak. Buku-buku yang Bapak tulis yang belum saya baca, akan saya baca dan saya “ikat”.

 

Semarang, 25 Mei 2018

 

 

• Wednesday, May 23rd, 2018

 

 

Mujizat dan Tadarus Alqur’an

Oleh Agung Kuswantoro

 

Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkan Alqur’an. Alqur’an adalah salah satu mujizat Nabi Muhammad. Kebanyakan mujizat bersifat fisik dan tujuannya untuk menantang/melawan terhadap status kenabian.

 

Quraish Shihab (2014) mengatakan ada 4 unsur mujizat yaitu (1) hal peristiwa yang luar biasa, (2) terjadi atau disampaikan oleh seorang yang mengaku Nabi, (3) mengandung tantangan yang meragukan kenabian, dan (4) tantangan tersebut tersebut tidak mampu/gagal dilayani.

 

Kebanyakan mujizat bersifat fisik seperti tongkat menjadi ular oleh Nabi Musa, perahu Nabi Nuh yang besar dan mampu bertahan dengan ombak, unta betina yang lahir dari celah-celah batu oleh Nabi Saleh, tidak terbakar dengan api oleh Nabi Ibrahim, dan mujizat-mujizat Nabi lainnya.

 

Lalu, adakah mujizat yang bersifat nonfisik? Para ahli menjawabnya, ada. Yaitu  Alqur’an. Alqur’an adalah mujizat Nabi Muhammad yang diberikan oleh Allah. Bukti Alqur’an sebagai mujizat yaitu isinya berupa petunjuk. Sebagaimana Sayyid Muhammad Rasyid Ridho dalam tafsir Almanar, bahwa petunjuk Alqur’an berisikan akidah ketuhanan, persoalan metafisika, akhlak, sosial, politik, dan permasalahan lainya.

 

Pertanyaannya, bagaimana kita bisa  meneladani Alqur’an itu sebagai mujizat? Jawaban yang tegas adalah membacanya. Terlebih di bulan Ramadhan yaitu dengan tadarus.

 

Ada beberapa istilah yang perlu kita pahami yaitu tadarus dan tilawah. Tadarus secara bahasa berasal dari kata darusa yadrusu darsan. Mengikuti wazan fa’ala yaf’ulu fa’lan. Yang memiliki arti mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji, dan mengambil pelajaran.

 

Lafal darusa, ada tambahan huruf ta sehingga menjadi tadarosa yatadarusu, mengikuti wazan tafa’ala yatafa’lu. Maknanya yaitu lil mu syarokati baina itsnaini fa aksaro, artinya persekutuan timbal balik antara dua orang atau lebih. Sehingga, tadarus bermakna saling belajar, saling meneliti, saling menelaah, dan saling mengkaji. Berarti pula, minimal dilakukan oleh dua orang/subjek.

 

Mari kita lihat hadist sohih berikut ini. Rasulullah SAW “Adalah orang yang paling dermawan. Dan, beliau bertambah dermawannya ketika bulan Ramadhan. Datanglah JIbril di setiap malam Ramadhan untuk mempelajari Alqur’an”(HR. Albukhori).

 

Kalimat dalam hadist tersebut adalah Fadarisuhu (maka bertadarus). Nabi Muhammad SAW menelaah ayat demi ayat Alqur’an bersama malaikat Jibril. Tadarus. Itulah makna tadarus secara bahasa dan hakikat.

 

Makna tadarus sebagaimana di atas berbeda dengan realita yang ada. Ada yang membaca dengan cepat. Hak-hak huruf pun hilang. Apalagi mahroj dan tajwidnya, tidak diperhatikan. Terlebih, berbicara mengenai makna/tafsir kandungan suatu ayat, tidak dikajinya.

 

Ada model dengan cara disimak. Dalam suatu majlis, ada orang yang membaca dan menyimak. Lalu, bergantian membacanya dan menyimaknya. Ada juga, model membaca sendiri, tanpa ada yang menyimak. Hanya membaca saja. Jika paktiknya seperti itu, dinamai tilawah. Hanya membaca bukan tadarus.

 

Lalu, bagaimana biar dapat pahala lebih banyak dari tilawah? Buatlah tilawah wal istima’. Membaca dan mendengar.

 

Membaca=Mendengar

 

“Apabila dibacakan Alqur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” (Al ‘Arof: 204). Maknanya, bahwa membaca sama dengan mendengar. Pahala antara orang yang membaca dan mendengar itu sama. Itulah yang dimaksud tilawah wal istima’.

 

Bagaimana jika ada yang masih lemah bacaan Alqur’an nya? Jawabnya, ia tidak membaca Alqur’an sendirian. Sebaiknya ia didampingi guru/ustad/kiai agar ada yang membetulkan bacaannya. Sehingga, yang diperlukan bukan tadarus. Tetapi belajar membaca Alqur’an. Mulai dari turutan, jilid, qiroaty, juz amma, ghorib, dan tajwid.

 

Dalam tafsir Attobari diceritakan bahwa “seseorang dari kami telah mempelajari 10 ayat, ia tidak menambahkan sampai ia mengetahui makna dan mengamalkannya.” 10 ayat yang dipelajari, dimaknai, dan diamalkan itulah kurang lebih model tadarus. Berarti, tidak  ada target khatam.

 

Lafal yang mendekati tadarus selain qiroah adalah tilawah. Tilawah maknanya membaca Alqur’an dengan baik dan indah. Sehingga tepat jika ada istilah MTQ/Musabaqoh Tilawatil Qur’an, dimana ada seni baca Alqur’an. Indahnya ada di situ.

 

Mari, baca Alqur’an sebagai mujizat Nabi Muhammad yang hingga sekarang masih ada. Sebagai umat Nabi Muhammad untuk merasakan Alqur’an itu mujizat, maka Alqur’an harus dibaca. Bagaimana, kita mengatakan Alqur’an itu suatu mujizat namun tidak membacanya? Bagaimana, hati kita akan bergetar, jika tidak bisa membaca Alqur’an?

 

Jika belum bisa membaca, maka berlatihlah agar bisa membacanya dengan tahapan-tahapan dalam qiroaty/turutan. Jika sudah bisa membacanya, maka dengarkan orang yang sedang membaca Alqur’an (tilawah wal istima’). Berikan masukan kepadanya, jika bacaannya ada yang kurang tepat.

 

Setelah bertilawah dan istima’, lalu mentahsin/memperbaiki bacaan Alqur’an. Sedangkan puncaknya adalah tadarus.

 

Inilah yang dimaksud men-tahsin. Men-tahsin yaitu memperbaiki atau memperkaya. Artinya, tuntunan agar dalam membaca Alqur’an harus benar dan tepat sesuai dengan contohnya. Tujuannya agar terjaga orisinalitas praktik tilawah yang sesuai dengan sunah Rasulullah SAW.

 

Demikian tulisan singkat ini. Ada beberapa kesimpulan:

  1. Alqur’an itu mujizat Nabi Muhammad SAW yang hingga sekarang masih ada.
  2. Agar kita merasakan Alqur’an itu suatu mujizat, maka bacalah Alqur’an.
  3. Ada beberapa tahapan agar bisa membaca Alqur’an:
  4. Membaca didampingi oleh guru/ustad.
  5. Membaca yang ada orang lain menyimak/mendengar (tilawah wal istima’).
  6. Men-tahsin/memperbaiki bacaan dengan ilmu tajwid.
  7. Tadarus adalah level paling atas, dimana minimal dilakukan oleh dua orang dan puncaknya adalah pengalaman atas ayat yang telah dibaca. Tidak ada target khatam.

 

Semoga kita bisa membedakan istilah tadarus dan tilawah, sehingga memahami Alqur’an sebagai mujizat yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad.

 

 

Semarang, 17 Mei 2018

• Tuesday, May 15th, 2018

Peresensi            : Agung Kuswantoro

Judul                   : Kumpulan 101 Kultum tentang Islam: Akidah, Akhlak, Fiqih, Tasawuf, dan Kehidupan Setelah Kematian

ISBN                    : 978 – 602 – 7720 – 44 – 2

Hal                       : xii + 636 halaman

Penulis                : M. Quraish Shihab

 

Kultum : Singkat dan Padat

Oleh Agung Kuswantoro

 

Buku ini adalah kumpulan kultum yang dilakukan oleh M. Quraish Shihab di media televisi (TV). Orang awam pasti mengenalnya, hampir setiap tahun ia muncul di TV untuk menyampaikan kultum saat akan buka puasa. Namun, belum tentu kita memahami maksudnya.

 

Buku ini sangat membantu bagi orang yang ingin mengetahui tentang Islam, terutama dari segi akidah, akhlak, fiqih, tassawuf, dan kehidupan setelah kematian.

 

Penulis, seorang guru besar dan pakar tafsir Alqur’an memiliki gaya penyampaian yang khas. Santun, materi mengena, dan tidak menyinggung perasaan orang lain. Mungkin, kita belum bisa “menangkap” pesannya, karena faktor bahasa.

 

Ada orang mengatakan kajian yang dibawakan olehnya tidak berlaku untuk orang awam. Menurut saya, ada benarnya. Tetapi, kurang tepat pula. Cobalah baca buku ini. Materinya ringan. Tiap judul hanya 3-4 halaman saja, lalu disertai dengan dalil di Alqur’an dan Hadist. Kemudian, ada pembahasan dan contohnya. Dan, ada sebuah halaman penguat berupa motivasi dari tiap judul tersebut.

 

Kelebihan buku ini adalah tuntas dalam menjelaskan suatu masalah yang ada di setiap judul. Sama sekali tidak menyinggung orang dalam pembahasannya. Bahasanya sederhana dan santun. Isi buku ini, lebih banyak membahas bab puasa. Menurut saya wajar, karena kultum tersebut disampaikan di bulan Ramadhan. Mari, kita harus tepat mencari sosok guru yang menjadi panutan hidup kita. Jika kita salah guru, maka salah pula pikiran dan tindakan kita. Sosok M. Quraish Shihab, menurut saya tepat menjadi guru kehidupan kita. Semoga, beliau sehat selalu agar kita bisa terus belajar darinya melalui buku dan kultum, kajian tafsir, dan makalah-makalahnya.

 

Semarang, 12 Mei 2018

• Tuesday, May 15th, 2018

Manajemen E-mail

Oleh Agung Kuswantoro

 

Hal yang terpenting dalam lembaga/perusahaan mengenai email harus diatur, diantaranya kapasitas daya penyimpanan dan penamaan atas email tersebut. Kapasitas daya penyimpanan harus besar karena menyangkut data-data yang diterima /dikirim oleh perusahaan.

 

Penamaan atas email harus berdasarkan nama perusahaan atau “issue” bisnis tersebut. bukan berdasarkan trend IT (Informasi dan Teknologi). Saya baru mengetahui sebuah email ternyata memiliki type. Menurut Azad (2009) email sebuah perusahaan memiiki dokumen type sebagai berikut:

 

Field Name Data Type Lenght Format
From Alphanumeric 255  
To Alphanumeric 255  
Cc Alphanumeric 255  
BCc Alphanumeric 255  
Subject Alphanumeric 255  
Content Alphanumeric Variable  
Date Date Time   Depends on Country’s format
Sent/Received Boolean    

 

Maksudnya, email document type terdiri dari form, cc, Bcc, subject, content ditulis dengan data type Alphanumeric, dengan length 255. Untuk content, lengthnya variable. Sedangkan, untuk field name date, data type-nya date time, dengan format depends on country’s format. Dan, untuk sent/received data type-mya Boolean.

 

Mungkin selama ini, kita hanya menggunakan fasilitas email gratis dari gmail, sehingga tidak menyadari, sebenarnya pengaturan tersebut itu ada. Bahkan, tidak mudah. Karena, kita hanya menggunakan fasilitas gmail berupa email, maka akses keamanannya kurang aman, karena kita hanya pengguna.

 

Tetapi, kita pernah melihat email dengan nama perusahaan. Misal nama email [email protected]. Itu jelas ptx telah membeli dan mengatur emailnya. Bahkan, sampai stafnya pun bisa menggunakan domainnya, seperti [email protected]

 

Ini pula yang saya rasakan pada lembaga saya bekerja. Website lembaga adalah: http//unnes.ac.id. email resmi lembaga tersebut adalah [email protected]. Email saya – selaku staf – yaitu [email protected].

 

Keuntungan menggunakan email tersebut adalah resmi milik lembaga dan teknisi IT dapat mengatur daya simpan kapasitas ukuran besarnya sebuah email. Akses kerahasiaan dalam email pun dijamin. Cara, seperti ini, pastinya lembaga tersebut telah melakukan transaksi pembelian/berbayar dengan penyedia email tersebut.

 

Semarang, 14 Mei 2018